Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Salin Artikel

Jangan Sampai Salah Beli, Ini Perbedaan Koin dan Token Kripto

Token kripto sendiri sebenarnya semakin ramai diperbicarakan setelah sejumlah artis meluncurkan aset digital tersebut. Minat terhadap "token artis" itu juga cukup tinggi, terlihat dari volume perdagangan token kripto.

Meskipun demikian, tidak sedikit orang yang masih belum mengetahui perbedaan antara koin dan token kripto. Padahal, kedua jenis aset kripto itu memiliki fungsi, asal, dan manfaat yang berbeda.

Perbedaan koin dan token kripto

Pada dasarnya, koin dan token merupakan aset kripto yang memiliki sejumlah kesamaan. Namun, token belum tentu bisa dikategorikan sebagai koin, sementara koin sudah bisa dikategorikan sebagai token. Mengapa demikian?

Koin kripto adalah aset digital yang berdiri di jaringan sistem penyokong transaksi mata uang kripto tanpa harus melalui pihak ketiga atau blockchain masing-masing.

Dalam pengembangan koin, pengembang juga harus menciptakan blockhain-nya sendiri. Oleh karenanya, koin biasa disebut "penduduk asli" atau native crypto jaringan blockchain.

Sebagai contoh, seluruh transaksi kripto jenis ether dilakukan melalui blockchain ethereum. Setiap transaksi terenkripsi dan bisa diakses oleh jaringan member saja.

Dalam satu jaringan blockchain, pengguna dapat mengirim koin kepada pengguna lain. Seperti bitcoin yang dikirim ke bitcoin, ether ke ether, dan sebagainya.

Meski begitu, jaringan tersebut tidak mendukung untuk melakukan transfer antar blockchain. Sebagai contoh lagi, pengguna tidak dapat menjual 1 bitcoin dan membeli 200 litecoin dari jaringan blockchain bitcoin itu sendiri.

Selain itu, tujuan awal dari peluncuran token kripto ialah untuk meniru mata uang, sebagai alat pembayaran yang sah. Koin digunakan untuk mentransfer uang serta menyimpan nilai atau investasi.

Token kripto

Berbeda dengan koin kripto, token kripto tidak memiliki sistem blockchain-nya sendiri. Mereka beroperasi dengan menggunakan sistem blockchain koin kripto.

Sebagai contoh, banyak token yang beroperasi dengan menggunakan jaringan ethereum. Selain itu, banyak juga token yang menggunakan jaringan "stablecoin", yakni koin kripto yang harganya mengikuti dollar AS, seperti tether.

Token diciptakan oleh suatu proyek yang kemudian digunakan sebagai pembayaran agar dapat menikmati layanan yang disediakan proyek tersebut. Umumnya, token beroperasi di blockchain dengan menggunakan konsep smart contract.

Smart contract sendiri adalah pengaplikasian kode blockchain degnan tujuan mengikat perjanjian antara sejumlah pihak. Dengan cara ini, pembuatan token menjadi jauh lebih mudah ketimbang koin kripto.

Meski beroperasi di atas blockchain pihak lain, token dapat berkembang menjadi koin saat proyek mengembangkan blockchain-nya sendiri dan memindahkan token mereka ke blockchain baru sebagai koin. Contoh pengembangan token menjadi koin adalah Binance Coin (BNB), Tron (TRX), dan Zilica (ZIL) yang sebelumnya berada di blockchain Ethereum.

Waspada token kripto

Pemerhati dan praktisi investasi Desmond Wira mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam berinvestasi di token kripto. Sebab, tidak sedikit proyek token kripto Tanah Air yang berujung gagal.

Apalagi saat ini "token artis" marak bermunculan. Guna mencegah kerugian, masyarakat diminta untuk tidak terlena dengan nama penerbit token kripto.

Layaknya sebuah aset investasi, masyarakat justru harus mempelajari terlebih dahulu fundamental dari token artis.

"Kalau kita beli 'koin artis', lalu rugi, memangnya artisnya mau ganti rugi uang kita. Enggak kan? Karena itu harus berpikir berulang-ulang, jangan cuma ikut-ikutan beli koin artis hanya karena kita ngefans padanya," tutur dia.

Memahami fundamental dari token artis menjadi sangat penting, sebab tidak sedikit proyek token kripto lokal yang justru gagal atau flop.

"Rata-rata tidak memiliki fundamental yang kuat. Hanya ikut-ikutan," ujar Desmond.

Untuk mengetahui fundamental dari token kripto, masyarakat dapat membaca laporan atau white paper dari penerbit. Biasanya, dalam dokumen tersebut terdapat latar belakang, tujuan, strategi, pertimbangan, hingga roadmap untuk implementasi blockchain selama beberapa tahun ke depan.

"Kalau sudah baca whitepaper-nya dan tetap tidak mengerti ya tidak perlu dipaksa beli," ucap Desmond.

https://money.kompas.com/read/2022/03/07/113000026/jangan-sampai-salah-beli-ini-perbedaan-koin-dan-token-kripto-

Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+