Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Brand Safety dan Reputasi di Media Sosial

Dalam kisah yang lain, awal tahun lalu media sosial Twitter ramai dengan tanda pagar alias tagar #Eiger pada Kamis (28/1/2021) malam hingga Jumat (29/1/2021).

Tagar ini bahkan menduduki puncak trending topic Twitter Indonesia. Keramaian ini bermula dari utas yang diunggah seorang YouTuber, Dian Widiyanarko, melalui akun Twitter-nya, @duniadian.

Ia mengunggah tangkap layar surat keberatan dari Eiger yang diterimanya melalui e-mail pada Kamis siang.

Dian membagikan unggahan yang sama melalui akun Facebook dan Instagram-nya. Dalam surat keberatan itu, Eiger menyatakan keberatan atas konten review pada YouTube Dian yang berjudul "Review kacamata EIGER Kerato".

Dua kasus di atas menjadi gambaran bahwa reputasi perusahaan dibangun dan dikembangkan dalam kurun waktu yang tidak singkat, namun krisis bisa datang seketika dan memberikan dampak luar biasa.

Atasnya perhatian utama komunikasi perusahaan adalah mengelola, meningkatkan dan melindungi reputasi korporasi/organisasi.

Warren Buffett Pimpinan dan CEO Berkshire Hathaway menyampaikan, "dibutuhkan 20 tahun untuk membangun reputasi dan lima menit untuk menghancurkannya. Jika Anda memikirkannya, Anda akan melakukan hal yang berbeda."

Menurut Van Riel dan Fombrun (1997), reputasi perusahaan (Corporate Reputation) adalah bagaimana pemangku kepentingan menilai kesan-kesan mereka tentang perusahaan berdasarkan hasil interaksi antara mereka dengan perusahaan.

Setiap organisasi atau institusi berisiko mengalami ancaman dalam mengelola reputasi.

Terlebih di era informasi dan komunikasi seperti saat ini pesan bisa sangat cepat diterima maupun diciptakan. Hingga pada akhirnya menjadi krisis digital.

Krisis digital bisa berasal dari online atau terjadi secara offline, tetapi diunggah dan dibahas melalui kanal digital.

Ketika seseorang mengunggah konten negatif tentang perusahaan di media sosial pada dasarnya telah terjadi krisis digital dan memengaruhi reputasi perusahaan.

Sifat platform media sosial yang instan memungkinkan cerita berkembang dengan cepat dan berulang kali, kita lazim menyebutnya dengan viral.

Sumber konten menjadi viral dilatar belakangi sejumlah alasan dan motivasi, utamanya karena memantik kontroversi, mengandung unsur yang unik atau tidak biasa, terkait kemanusiaan (human interest) dan bencana alam (natural disaster).

Indikator ini sama persis sebagaimana berita harus memenuhi prasyarat mengandung nilai berita (news value) di media massa.

Krisis reputasi terjadi dalam ranah digital dapat menyebar dengan sangat cepat di seluruh platform media sosial, blog, dan sejenisnya. Memiliki dampak jangka panjang pada merek, reputasi, niat baik, dan keuangan.

Sesungguhnya tidak ada perusahaan yang kebal terhadap krisis reputasi, karena situasi yang tidak menyenangkan bisa datang dalam waktu dan kondisi yang tidak terduga.

Disadari maupun terlambat diketahui, secara langsung maupun tidak.

Ironisnya tidak jarang publik sering terbentuk opininya – lebih cenderung negatif - bahkan sebelum organisasi memiliki kesempatan untuk mengevaluasi dan merespons terhadap krisis digital yang terjadi.

Adaptasi perusahaan dalam ekosistem digital

Perusahaan bukan sekadar entitas bisnis, pada saat yang sama melekat entitas sosial. Berinteraksi dan membangun komunikasi dengan publik baik secara internal maupun eksternal.

Dalam persepektif marketing perusahaan perlu memperkenalkan identitas produk maupun jasa agar dikenal orang lain dan dipilih untuk dikonsumsi.

Sedangkan dalam aktivitas komunikasi maka perusahaan sama dengan individu, perlu membangun citra maupun reputasi agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup di tengah persaingan bisnis yang sangat ketat.

Perusahaan harus siap menghadapi krisis dengan kemampuan terbaik, karena dapat dengan mudah merusak citra, identitas, dan reputasi organisasi.

Karena alasan inilah komunikasi krisis telah terjadi perkembangan teori dan strategi untuk memandu organisasi melalui periode krisis.

Namun, sebagian besar teori ini didasarkan pada model komunikasi tradisional yang menekankan aliran informasi satu arah dari komunikator tunggal ke khalayak massa.

Media sosial telah mengacaukan kerangka kerja yang mapan untuk komunikasi krisis.

Di era media sosial merek akan langsung berinteraksi dengan konsumen dan menggunakan platform digital untuk menjual produk serta layanan.

Selain membangun komunitas, reputasi dan positioning, merek memainkan peran penting dalam penerimaan di antara khalayak.

Mengkomunikasikan aktivitas perusahaan dan menciptakan keterkaitan antara produk atau jasa yang dihasilkan dengan reputasi baik pada akhirnya diharapkan akan membuat pelanggan merasa lebih percaya diri dengan produk atau jasa yang diberikan.

Maka saat terjadi krisis digital diperlukan langkah serta strategi yang terukur dan terencana pesan utama (key message) dapat disampaikan dengan lebih cermat, cepat dan kredibel.

Komunikasi korporasi dengan reputasi merupakan dua kegiatan yang tak terpisahkan, karena reputasi merupakan hasil akhir dari keberhasilan proses komunikasi yang dilakukan perusahaan (reputation is what you earned).

Komunikasi bertujuan membangun reputasi dan menjadikan nama perusahaan sebagai brand (corporate branding) dalam upaya memperkuat product brand.

Pembangunan reputasi dijalankan dengan mengomunikasikan budaya korporasi (corporate culture) secara internal untuk kemudian diaplikasikan melalui kegiatan-kegiatan komunikasi eksternal dalam bentuk menghadirkan visi dan misi perusahaan yang diwakili oleh identitas dan simbol yang tercermin pada cara berpikir, bersikap dan berperilaku dari karyawan maupun perusahaan.

Protokol komunikasi krisis

Perusahaan perlu menetapkan protokol komunikasi krisis untuk pengawasan dan pemantauan yang berkelanjutan dalam aktivitas komunikasi perusahaan.

Salah satunya dengan memahami tanggung jawab pemangku kepentingan dan praktik terbaik untuk meminta pertanggungjawaban pihak internal yang efektif dan efisien berorientasi pada solusi berkelanjutan.

Komunikasi krisis adalah tanggapan langsung terhadap krisis dengan mengambil inisiatif untuk mengkomunikasikan pemangku kepentingan perusahaan.

Terlepas dari industrinya, setiap perusahaan menghadapi masalahnya sendiri dari risiko. Mampu mengantisipasi potensi ancaman sangat penting untuk memastikan bahwa perusahaan berada pada posisi yang baik untuk mengelola krisis situasi.

Setidaknya ada empat fase landasan dari setiap strategi komunikasi krisis yang bisa dilakukan, yakni;

Kesiapan (Readiness), strategi manajemen krisis yang baik dimulai dengan persiapan jauh sebelum dimulainya krisis yang sebenarnya.

Meskipun tidak mungkin untuk merencanakan setiap skenario, dengan melakukan inventarisir sejumlah sumber potensi krisis seperti fasilitas, orang, produk, atau lingkungan untuk menilai area dengan risiko signifikan dan mengidentifikasi potensi ancaman yang paling mungkin terjadi dan menyebabkan kerugian.

Tanggapan Aktif (Response). Sebagaimana lazimnya krisis sesungguhnya merusak operasional rutin sehari-hari.

Akibatnya, menuntut respons segera agar dampak yang terjadi tidak meluas dan menyebar. Atasnya sebelum perusahaan menilai semua fakta.

Mulailah dengan mengenali situasinya, serta dampaknya terhadap semua pihak yang terkena dampak, dan berkomitmen untuk penyelidikan penuh.

Ingat, mengakui krisis bukanlah identik dengan menerima tanggung jawab. Namun, dengan segera merespons, perusahaan menunjukkan kepada publik bahwa menanggapi insiden itu dengan serius, dan memastikan bahwa pesan perusahaan dari narasi sejak awal bersikap bertanggung jawab.

Kepastian (Reassurance), setelah respons awal, manajemen krisis yang efektif memerlukan tindakan penyelidikan dan mengembangkan rencana aksi yang berusaha untuk memperbaiki situasi yang dihadapi.

Dari fase implementasi ke hasil yang diinginkan dari rencana, meyakinkan publik bahwa kebutuhan mereka ditangani secara memadai dengan mengomunikasikan semua detail terkait.

Tunjukkan perusahaan memiliki komitmen terhadap transparansi dan biarkan publik tahu bahwa organisasi bermaksud untuk berbagi hasil investigasinya serta mengambil tindakan korektif.

Pemulihan (Recovery). Pada akhirnya mengelola krisis lebih dari sekadar menghentikan pendarahan dalam waktu singkat.

Di sisi lain juga tentang memulihkan kesehatan dan reputasi jangka panjang perusahaan serta mencegahnya terulang kembali.

Membangun kembali kepercayaan publik dan loyalitas konsumen sering kali membutuhkan upaya lebih dari itu di luar tindakan segera.

Perubahan operasional dan budaya mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa sejarah “buruk” tidak terulang.

Komunikasi berkelanjutan mengenai perubahan di seluruh perusahaan adalah bagian penting dari menunjukkan respons dan komitmen berkelanjutan untuk membuat hal-hal yang benar dari perusahaan.

https://money.kompas.com/read/2022/03/09/153605226/brand-safety-dan-reputasi-di-media-sosial

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke