Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Putin Remehkan Bombardir Sanksi Barat, Anggap Rusia Bakal Makin Kebal

KOMPAS.com - Pemerintah Rusia manyatakan akan menghadapi krisis ekonomi baru menyusul sederet sanksi ekonomi dari Amerika Serikat (AS) dan para sekutunya dari negara-negara Barat.

Putin juga mengancam akan melakukan pembalasan terhadap sanksi ekonomi yang dijatuhkan. Pembalasan akan dilakukan dari mulai larangan ekspor produk-produk strategis hingga rencana mengambil alih aset perusahaan-perusahaan yang meninggalkan negaranya.

Putin meyakini, negaranya lama kelamaan akan kebal terhadap berbagai sanksi ekonomi. Sebaliknya, kebijakan AS dan para sekutunya justru akan merugikan ekonomi mereka sendiri.

Putin mengakui, harga-harga kebutuhan pangan dan energi di Rusia memang mengalami kenaikan. Namun secara bertahap, Kremlin akan menyelesaikan masalah tersebut dan akan membuat negaranya semakin kuat di masa mendatang.

"Sanksi ini akan dikenakan dalam hal apa pun. Ada beberapa pertanyaan, terkait masalah dan kesulitan (yang terjadi saat ini), tetapi di masa lalu kami telah mengatasinya dan kami akan mengatasinya sekarang," kata Putin dikutip dari Aljazeera, Senin (14/3/2022).

Terlebih, menurut Putin, Rusia selama puluhan tahun kerap jadi sasaran embargo ekonomi dari AS dan para sekutunya. Namun kenyataannya, ekonomi Rusia malah semakin kuat.

"Pada akhirnya, ini semua (sanksi ekonomi) akan mengarah pada peningkatan kemerdekaan, swasembada, dan kedaulatan kami," tegas Putin.

Penyerbuan ke Ukraina yang disebut Putin sebagai operasi militer khusus dianggap sebagai opsi yang terpaksa harus diambil Moskow. Putin menganggap, ancaman kedaulatan Rusia tak sebanding dengan kerugian ekonomi jangka pendek akibat sanksi ekonomi Barat.

Putin mengungkapkan, sekalipun negaranya sudah menerima berbagai sanksi ekonomi bertubi dari Barat dan sejumlah perusahaan, Rusia akan tetap memasok sepertiga kebutuhan gas ke Eropa sesuai kewajiban kontrak pembelian.

Ia menegaskan, rakyat Rusia akan semakin kuat karena terbiasa dengan berbagai sanksi ekonomi. Pengalaman Rusia dalam menghadapi embargo adalah buktinya.

“Jelas bahwa pada saat-saat seperti itu permintaan masyarakat untuk kelompok barang tertentu selalu meningkat, tetapi kami tidak ragu bahwa kami akan menyelesaikan semua masalah ini sambil bekerja dengan tenang,” kata Putin.

"Secara bertahap, orang-orang akan menyesuaikan diri, mereka akan mengerti bahwa tidak ada peristiwa yang tidak bisa kita tutup-tutupi dan selesaikan," sambungnya.

Harga minyak melonjak di AS

Dikutip dari CNN, para pemilik kendaraan di Amerika Serikat mengeluh kini harus membayar bensin lebih mahal dari sebelumnya. Harga untuk satu galon bensin melonjak hingga 4,17 dollar AS atau Rp 59.580 (kurs Rp 14.280).

Satu galon bensin di Amerika Serikat setara dengan 3,78 liter. Harga bensin ini memecahkan rekor tertinggi di Juli 2008, saat segalon bensin dibanderol 4,11 dollar AS.

Saat Rusia mulai menyerbu Ukraina, harga minyak maupun gas sudah naik sangat signifikan dalam waktu yang relatif kilat. Harga minyak di AS juga diperparah dengan rusaknya beberapa kilang usai diterjang Badai Katrina.

Kepala Analis Energi Global, Tom Kloza, mengungkapkan harga bensin dan gas di AS dipastikan akan terus mengalami lonjakan. Dalam dua pekan terakhir, harga bensin naik sekitar 55 sen, lalu kembali naik 63 sen per galonnya.

"Saya pikir akan mencapai 4,50 dollar AS (harga bensin per galon). Risiko (yang harus diantisipasi) adalah seberapa buruk dan seberapa lama ini akan berlangsung. Bahkan mungkin (harga bensin) bisa mencapai 5 dollar AS per galonnya" kata Kloza.

Sebagaimana diketahui, meski minyak impor asal Rusia relatif sedikit, yakni hanya 2 persen dari total impor BBM AS, namun Rusia adalah salah satu produsen besar minyak global.

Dengan kata lain, Rusia bisa menyeret harga minyak dunia ikut naik. Dampaknya pun bisa merembet ke banyak negara. Belum lagi, Rusia juga memasok gas alam sangat besar ke Eropa yang tentunya juga bakal berpengaruh ke harga minyak.

Sehingga tanpa kebijakan embargo Biden sekalipun, dengan keputusan Putin menyerang Ukraina, sudah membuat harga minyak di AS meroket karena mengikuti harga minyak global.

Menurut Kloza, jika AS dan sekutunya semakin menekan Rusia dengan sanksi ekonomi, Putin bisa saja semakin nekat untuk menghentikan pengiriman minyak dan gasnya ke Eropa sebagai bentuk pembalasan.

"Jika ini terjadi, kekhawatiran (kenaikan harga bahan bakar fosil) bakal bertahan lebih lama," jelas Kloza.

Untuk mengantisipasi balasan dari Putin, Amerika Serikat sudah ancang-ancang mencari negara produsen minyak lainnya. Negara yang diincar adalah Iran, Arab Saudi, dan Venezuela.

Masalahnya, dengan Iran dan Venezuela, Amerika Serikat selama ini memiliki hubungan kurang akur. AS telah lama memiliki hubungan yang rumit dengan kedua negara tersebut.

Dalam beberapa tahun terakhir, kedua negara tersebut telah dituduh melakukan segala hal mulai dari kecurangan pemilu hingga kekejaman hak asasi manusia. Khusus Iran, AS juga menudinh negara itu mengembangkan senjata nuklir.

Sementara dengan Arab Saudi, meski berstatus sebagai sekutu lama, Presiden Joe Biden sempat menyebut Arab Saudi sebagai "paria" karena perannya dalam pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi. Bahkan, Biden sempat merilis laporan intelijen Amerika Serikat yang mencurigai keterlibatan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman.

https://money.kompas.com/read/2022/03/14/000600926/putin-remehkan-bombardir-sanksi-barat-anggap-rusia-bakal-makin-kebal

Terkini Lainnya

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke