Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kebijakan DMO dan HET Dinilai Tidak Efektif Atasi Kenaikan Harga Minyak Goreng

Sebab kata dia, kebijakan ini berpotensi mendistorsi perdagangan, mengurangi reliabilitas perusahaan Indonesia bagi partner dagang luar negeri dan mengundang retaliasi dari negara lain yang dapat merugikan kepentingan Indonesia di pasar internasional.

Sementara itu, HET merugikan pedagang dan berpotensi memunculkan pasar gelap.

“Kebijakan DMO dan HET berangkat dari asumsi bahwa permasalahan minyak goreng di Indonesia adalah kelangkaan CPO atau crude palm oil yang merupakan input penting di pasar domestik. Kebijakan ini juga berangkat dari asumsi bahwa petani lebih suka ekspor karena harganya lagi tinggi. Ini asumsi yang sangat masuk akal tapi tidak diikuti fakta di lapangan,” ujar Krisna Gupta kepada Kompas.com, Selasa (15/3/2022).

Menurut Krisna, DMO bisa dipakai untuk mengatasi kelangkaan pasokan CPO. Namun saat ini, stok CPO dalam negeri justru berlebih dan minyak goreng tetap saja langka.

“Harga CPO domestik yang naik bisa saja didorong oleh penggunaan CPO yang lain yaitu biodiesel. Selama pengguna CPO untuk biodiesel tidak dipertimbangkan, maka harga domestik pasti akan tetap naik. Pemaksaan penerapan HET justru akan merugikan produsen minyak goreng atau penjual minyak goreng retail dan malah menyebabkan kelangkaan di pasar,” jelas Krisna.

Krisna juga mengatakan, saat ini, BPDPKS masih memberi subsidi biodiesel. Minyak goreng tidak bisa bersaing dengan biodiesel karena biodiesel disubsidi dan penjualan minyak goreng dikenakan HET.

Selain itu, HET minyak goreng dinilai akan membuat pedagang enggan melepas stok minyak goreng ke pasar dan memperbesar terjadinya kelangkaan. HET juga dinilai dapat memunculkan pasar gelap karena selisih harga yang cukup besar antara HET dengan harga jual yang sebenarnya.

“Untuk menghindari CPO diberi ke industri non minyak goreng (spillover), maka akibatnya kewajiban DMO dibuat semakin luas dan mencakup industri turunan CPO yang tidak ada hubungannya dengan minyak goreng," jelasnya.

"Kebijakan DMO tidak akan berpengaruh ke biodiesel karena biodiesel kebanyakan dikonsumsi secara domestik. Kebijakan ini malah dapat berpengaruh ke industri oleokimia yang jadi tidak bisa ekspor juga, padahal produsen oleokimia tidak memproduksi minyak goreng,” sambungnya.

Ia melanjutkan, produksi CPO domestik kemungkinan tidak akan bisa mengikuti kenaikan konsumsi, terutama yang datang dari biodiesel. Ongkos transportasi yang mahal juga membuat implementasi DMO semakin sulit.

Krisna menyatakan, kebijakan ini akan memperparah keadaan jika terjadi kenaikan demand biodiesel, berkurangnya produksi CPO, kekurangan buyer domestik dan besaran ongkos produksi dan logistik yang jumlahnya sudah melebihi HET.

Seperti yang diketahui, Kementerian Perdagangan resmi menaikkan DMO yang sebelumnya hanya 20 persen menjadi 30 persen sebagai salah satu upaya yang dinilai bisa menyelesaikan kelangkaan minyak goreng.

https://money.kompas.com/read/2022/03/15/145516126/kebijakan-dmo-dan-het-dinilai-tidak-efektif-atasi-kenaikan-harga-minyak-goreng

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke