Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menuju Kemakmuran yang Berkeadilan

Kesenjangan penghasilan global sejak 1820 meningkat terus hingga tahun 1910, namun kemudian stabil hingga saat ini.

Artinya dunia tidak terus semakin timpang, yang kaya tidak terus semakin kaya dan yang miskin tidak terus semakin miskin.

Kondisi itu diuraikan dalam dokumen berjudul World Inequality Report 2022 (WIR 2022) yang dipublikasikan oleh World Inequality Lab (https://wid.world/wid-world) pada Desember 2021 lalu.

Salah seorang anggota tim penyusun dokumen tersebut adalah Thomas Piketty, penerima Anugerah Nobel bidang ekonomi beberapa tahun yang lalu.

Namun dibalik kestabilan itu, terkuak adanya masalah lebih besar. Jika seluruh penduduk usia kerja di dunia dibagi dua berdasarkan besar penghasilannya, maka kelompok 50 persen penduduk yang berpenghasilan lebih rendah (2,5 miliar orang) hanya menerima 8 persen total penghasilan seluruh penduduk (5,1 miliar orang).

Ini berarti 50 persen penduduk yang berpenghasilan lebih besar menerima 92 persen penghasilan total semua penduduk di muka bumi.

Ini menunjukkan adanya ketidakadilan yang tidak dikehendaki oleh siapapun, kecuali barangkali oleh sekelompok penduduk bumi yang paling kaya.

Lebih rinci lagi, 10 persen penduduk terkaya dunia (517 juta orang) tercatat menerima 52 persen dari total penghasilan pada tahun 2021.

Sebagai gambaran, keadilan sempurna terjadi jika 50 persen penduduk termiskin menerima 50 persen jumlah penghasilan, dan 10 persen penduduk terkaya juga menerima 10 persen jumlah penghasilan.

Sebaliknya ketidakadilan sempurna terjadi jika 50 persen penduduk termiskin menerima 0 persen jumlah penghasilan, dan 10 persen penduduk terkaya menerima 100 persen jumlah penghasilan.

Hal yang terakhir ini tentu saja tidak bakal tercapai, namun kita juga tidak bisa berharap bahwa setiap orang dewasa di dunia menerima penghasilan yang sama besarnya, di negara manapun dia berada.

Jika semua penghasilan penduduk di dunia dijumlah dan dibagi rata untuk setiap orang, maka setiap orang menerima 23.380 dollar AS per tahun, atau 1.950 dollar AS (sekitar Rp 30 juta) per bulan.

Pada kenyataannya penghasilan rata-rata 50 persen penduduk termiskin hanyalah 3.920 dollar AS per tahun (327 dollar AS atau Rp 4,7 juta per bulan).

Sedangkan 10 persen penduduk terkaya berpenghasilan rata-rata 122.100 dollar AS per tahun (10.000 dollar AS atau Rp 145 juta per bulan).

Inilah kesenjangan penghasilan yang terjadi di muka bumi saat ini.

Kekayaan

Apa yang diuraikan di atas terkait dengan penghasilan yang diterima penduduk sebagai indikator kemajuan ekonomi.

Namun ada indikator lain yang perlu diperhitungkan juga, yaitu kekayaan (wealth) yang dimiliki penduduk.

Kekayaan/harta dapat berupa bangunan, lahan/tanah, deposito/tabungan/uang tunai, dan barang-barang berharga.

Data tentang kekayaan yang diulas dalam World Inequality Report 2022 menegaskan besarnya kesenjangan ekonomi antara kelompok-kelompok penduduk di dunia.

Tingkat kesenjangan kekayaan ternyata lebih tinggi dari tingkat kesenjangan penghasilan.

Dokumen tersebut menyimpulkan bahwa 50 persen penduduk termiskin dunia hampir tidak memiliki kekayaan sama sekali, dengan hanya 2 persen dari seluruh kakayaan yang dimiliki semua penduduk, atau dalam nilai uang sebesar 4.100 dollar AS.

Angka itu kontras dengan kekayaan 10 persen penduduk terkaya yang memiliki 76 persen dari seluruh kekayaan yang ada (771.300 dollar AS).

Adapun rata-rata kekayaan yang dimiliki setiap penduduk dewasa di dunia pada tahun 2021 adalah 102.600 dollar AS.

Dapat disimpulkan bahwa kesenjangan dalam kekayaan antara kelompok 50 persen terendah dengan 10 persen tertinggi dunia jauh lebih besar dibandingkan kesenjangan dalam penghasilan.

Sementara kita tahu bahwa kekayaan adalah sumber penghasilan di masa depan. Maka tanpa ada intervensi yang efektif, tingkat kesenjangan ekonomi antarkelompok penduduk di dunia akan semakin lebar.

Antarwaktu

Itu tadi gambaran tentang distribusi penghasilan rata-rata penduduk pada tahun 2021. Bagaimana keadaan pada beberapa puluh tahun yang lalu?

Untuk itu digunakan angka kesenjangan (gap) yang dihitung dari besar penghasilan rata-rata 10 persen penduduk terkaya dibandingkan dengan besar penghasilan rata-rata 50 persen penduduk termiskin, yang disebut T10/B50.

Pada tahun 1820 angka ini hanya sebesar 18, kemudian meningkat menjadi 41 (1910), dan mencapai puncak sebesar 53 (1980) sebelum turun menjadi 38 pada saat ini.

Penurunan angka kesenjangan ini menunjukkan adanya perbaikan dalam keadilan ekonomi secara umum antara negara-negara di seluruh dunia.

Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di negara-negara berkembang, khususnya emerging countries (termasuk China, India dan Indonesia) daripada di negara-negara maju, menyebabkan kesenjangan penghasilan antarnegara di dunia menurun.

Proses pengejaran kemajuan ekonomi (economic catch-up) yang terjadi telah menunjukkan hasil positif.

Namun dalam hal kepemilikan harta, terjadi perkembangan yang berbeda. Porsi kekayaan yang dimiliki 0,01 persen penduduk terkaya dunia yang berjumlah 520.000 orang terus meningkat selama 25 tahun terakhir, yaitu dari 7 persen (1995) menjadi 11 persen (2021).

Di pihak lain, kekayaan yang dimiliki 50 persen penduduk termiskin dunia tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Bahkan mengalami penurunan seperti yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat sejak 1970-an hingga dekade pertama abad ini.

Indonesia

Penghasilan rata-rata penduduk Indonesia meningkat 10 kali lipat sejak 50 tahun yang lalu, yaitu dari Rp 6,8 juta (1970) menjadi Rp 69 juta ( 2021).

Selama itu laju pertumbuhan penghasilan penduduk meningkat rata-rata sebesar 4 persen/tahun.

Pertumbuhan ekonomi negatif yang cukup besar terjadi pada saat krisis moneter tahun 1998/1999.

Pada tahun 2020 penghasilan rata-rata penduduk juga mengalami penurunan sebesar 5 persen karena dampak pandemi global Covid-19.

Penghasilan rata-rata penduduk Indonesia pada 2021 tercatat sebesar Rp 69 juta. Namun penghasilan nasional selama ini tidak terdistribusi dengan merata.

Bagian yang diterima kelompok 50 persen terbawah menurun dari 18 persen (2000) menjadi 15 persen (2010), dan turun lagi menjadi 12 persen (2021).

Di pihak lain, penghasilan kelompok 10 persen penduduk terkaya meningkat dari 40 persen (2000) menjadi 44 persen (2010) dan kemudian lagi menjadi 48 persen (2021).

Demikian juga penghasilan kelompok 1 persen penduduk terkaya, meningkat dari 14 persen (2000) menjadi 17 persen (2010), dan kemudian menjadi 18 persen (2021).

Dalam hal kekayaan, kelompok 50 persen terbawah memiliki 5 persen dari kekayaan nasional pada tahun 2021. Jumlah ini hampir sama dengan posisi pada tahun 2000 (6 persen).

Sebaliknya kelompok 10 persen terkaya memilki kekayaan yang meningkat, yaitu dari 58 persen (2000) menjadi 60 persen (2021).

Peningkatan kekayaan kelompok satu persen terkaya juga meningkat cukup besar, yaitu dari 26 persen (2000) menjadi 29 persen (2021).

Perbandingan

Selanjutnya potret kesenjangan ekonomi Indonesia akan diperbandingkan dengan dua negara lain, yaitu Singapura dan Jepang.

Singapura adalah negara kota dengan jumlah penduduk sebanyak 6 juta orang dengan PDB/kapita sebesar 58.000 dollar AS (2020).

Sedangkan Jepang berpenduduk 125 juta orang dengan PDB/kapita sebesar 34.366 dollar AS (2020).

Adapun PDB/kapita Indonesa adalah sebesar 3.756 dollar AS (2020) dengan jumlah penduduk sebanyak 273 juta orang.

Dibandingkan dengan kedua negara tersebut, kesenjangan penghasilan penduduk Singapura dan Jepang lebih baik daripada Indonesia.

Kelompok penduduk berpenghasilan 50 persen terbawah Singapura dan Jepang menunjukkan persentase yang lebih besar daripada Indonesia, yaitu keduanya 17 persen, berbanding 12 persen untuk Indonesia.

Sedangkan pada kelompok penduduk satu persen terkaya, Jepang menunjukkan persentase yang lebih sedikit (13 persen) daripada Singapura (14 persen) dan Indonesia (18 persen).

Perbedaan persentase penghasilan kelompok 10 persen terkaya juga menyimpulkan hal yang sama.

Tingkat kesenjangan penghasilan yang ditunjukkan dengan angka T10/B50 menunjukkan Jepang (13,4) lebih baik daripada Singapura (13,9), dan Singapura lebih baik daripada Indonesia (19,0).

Dalam hal kesenjangaan kekayaan, Jepang sedikit lebih baik daripada Singapura dan Indonesia.

Kelompok satu persen penduduk terkaya di Jepang pada tahun 2021 memiliki 24 persen dari kekayaan nasional, sementara di Singapura lebih besar, yaitu 31 persen; demikian juga di Indonesia (29 persen).

Kepemilikan kekayaan kelompok penduduk 10 persen terkaya juga menunjukkan hal yang sama, yaitu Jepang lebih sedikit (58 persen) daripada Singapura (62 persen), yang lebih tinggi daripada Indonesia (60 persen).

Adapun kepemilikan kekayaan kelompok penduduk 50 persen terbawah ke tiga negara tersebut tidak menunjukkan perbedaan, yaitu antara 5 dan 6 persen dari kekayaan nasional.

Uraian di atas mengindikasikan lebih beratnya tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengurangi kesenjangan penghasilan penduduk dibandingkan dengan negara dengan penduduk lebih sedikit (Singapura), atau dengan negara dengan masyarakat yang lebih homogen (Jepang).

Jika tahun 2045 menjadi acuan untuk lulusnya Indonesia menjadi negara maju, maka kesenjangan penghasilan dan kekayaan perlu lebih serius diatasi dari sekarang, karena tujuan pendirian negara kita adalah masyarakat yang adil dan makmur.

Tidak hanya maju, namun juga adil. Tujuan itu tidak mustahil tercapai. Kuncinya adalah adanya kebijakan pemerintah yang jelas dan konsistensi dalam pelaksanaannya.

https://money.kompas.com/read/2022/03/16/054500626/menuju-kemakmuran-yang-berkeadilan

Terkini Lainnya

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Whats New
Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Whats New
Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Work Smart
Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke