Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Hotman Paris, Tak Bisa Tidur gara-gara Takut Kena Sanksi 200 Persen "Tax Amnesty" Jilid II

Pengakuan itu dia sampaikan di depan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Hotman bilang, sanksi 200 persen karena tidak mengikuti PPS cukup membuat dia ketar-ketir.

"Sanksi 200 persen itu terus terang saya enggak bisa tidur. Makanya mungkin dalam waktu dekat saya harus menghadap (Kanwil Jakarta Utara). Ya ini deh saya mau TA (tax amnesty) kedua lagi," kata Hotman dalam Talkshow Spectaxcular di Jakarta, Rabu (23/3/2022).

Hotman menuturkan, pegawai pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempatnya terdaftar sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) sudah berkali-kali mengingatkan untuk mengikuti PPS.

Hotman sendiri terdaftar di KPP di Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Utara. Sementara badan usahanya terdaftar di KPP Madya Jakarta Selatan II.

"Tadi malam saya enggak bisa tidur, jangan-jangan saya dipanggil hari ini gara-gara itu. Kemudian badan saya di KPP Madya Jakarta Selatan II sama juga (mengingatkan bayar pajak)," ucap dia.

Lebih lanjut dia menyarankan Ditjen Pajak untuk menjemput pola dan menerapkan sanksi yang tegas alih-alih hanya mengandalkan kesadaran para wajib pajak. Menurut Hotman, kesadaran setiap orang berbeda-beda.

"Memang benar kesadaran juga perlu. Tapi pengalaman saya sebagai pengacara, manusia tetap manusia. Kesadaran itu hanya sekian persen. Tetap sanksi yang keras sama pengawasan itu sangat-sangat efektif," tandas Hotman.


Rumusan tax amnesty jilid II

Sebagai informasi, PPS atau yang lebih dikenal dengan tax amnesty jilid II berlangsung sampai 30 Juni 2022. Jika program ini tidak dimanfaatkan dengan baik, ada sanksi besar yang menanti WP, baik berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyampaikan, denda sebesar 200 persen bakal dijatuhkan kepada WP yang tidak mengikuti PPS. Denda dijatuhkan ketika Kementerian Keuangan menemukan harta wajib pajak yang tidak atau belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) usai mengikuti PPS.

Atas tambahan harta itu, maka dikenai pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan Pasal 4 PP 36/2017. Tarif PPh yang harus dibayar wajib pajak badan sebesar 25 persen, wajib pajak orang pribadi sebesar 30 persen, dan wajib pajak tertentu sebesar 12,5 persen.

Rumusan sanksinya adalah tarif PP 36/2017 x nilai harta baru + sanksi UU TA 200 persen.

Denda bisa bertambah menjadi 300 persen jika ingin menghentikan penyidikan tindak pidana sebagai akibat WP tersebut terbukti merugikan pendapatan negara. Ketentuan tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pasal 44B.

Tarif ikut PPS lebih rendah daripada denda

Daripada denda sekitar 200-300 persen, tarif PPh final dalam PPS jauh lebih rendah. Tarif PPS yang paling besar hanya 18 persen, untuk pengungkapan harta di luar negeri yang berasal dari penghasilan tahun 2016-2020, lalu harta tersebut tidak direpatriasi ke dalam negeri.

Begitu pun lebih murah dibanding tarif Pajak Penghasilan (PPh) final yang terdiri dari 5 lapisan dengan rentang 5 persen - 35 persen untuk pendapatan di atas Rp 500 miliar.

Untuk lebih jelas, berikut ini jenis kebijakan dan tarif PPh final dalam PPS.

Kebijakan I

Peserta program pengampunan pajak tahun 2016 untuk orang pribadi dan badan dapat mengungkapkan harta bersih yang belum dilaporkan pada saat program pengampunan pajak, dengan membayar PPh Final sebesar:

a. 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

b. 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.

c. 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri,

yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.

Kebijakan II

Wajib pajak orang pribadi peserta program pengampunan pajak maupun non peserta dapat mengungkapkan harta bersih yang berasal dari penghasilan tahun 2016 sampai tahun 2020, namun belum dilaporkan pada SPT tahun 2020, membayar PPh final sebagai berikut.

a. 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

b. 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.

c. 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri,

yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.

https://money.kompas.com/read/2022/03/23/183000926/cerita-hotman-paris-tak-bisa-tidur-gara-gara-takut-kena-sanksi-200-persen-tax

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke