Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menjadi Kaya dengan Berwirausaha adalah Mulia

“Saya ingin cepat kaya, punya mobil mewah, rumah besar, tanah luas, jalan-jalan ke luar negeri, senang-senang dan itu sulit terwujud jika saya menjadi karyawan bergaji tetap dan kecil pula,” ungkap seorang mahasiswa ketika ditanya motivasinya ingin menjadi wirausaha.

Alasan itu tidak cuma diutarakan satu atau dua mahasiswa saja, hampir separuh kelas kewirausahaan yang saya asuh menyatakan persetujuannya.

Menjadi kaya? Apakah arti kaya “yang sesungguhnya”? Jika mengacu pada jawaban sang mahasiswa tentu mengarah pada harta duniawi. Anak zaman sekarang bilang itu “hedon”.

Jika ditelusuri lebih lanjut ternyata kaya di mata mereka adalah jalan menuju bahagia.

“Kalau saya miskin bagaimana bisa bahagia, jika hanya untuk makan dan senang-senang saja, sudah susah,” lanjut sang mahasiswa itu lagi.

Menjadi kaya adalah salah satu sarana untuk bahagia. Tidak ada yang salah, tetapi tingkatannya masih rendah, demikian sejumlah pemuka agama berpendapat.

Dengan menjadi kaya semestinya bisa memuliakan sesama. Membuat senang sang Pencipta.

Mengacu ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mulia bermakna tinggi (tentang kedudukan, martabat dan pangkat), tertinggi dan terhormat.

Alangkah indahnya jika dengan kaya dapat memuliakan sesama. Membuat masyarakat bahagia dan sejahtera.

Sejatinya tidak ada cara instan untuk menjadi kaya selain harus melalui proses yang mungkin tidak singkat, bahkan “berdarah-darah”. Salah satunya adalah dengan berwirausaha.

Sesuai dengan definisi dari Hisrich dan kawan-kawan (2008) kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu yang baru dan memiliki nilai dengan mengorbankan waktu dan tenaga, melakukan pengambilan risiko finansial, fisik, maupun sosial, serta menerima imbalan moneter serta kepuasan dan kebebasan pribadi.

Kata “proses” perlu digarisbawahi, bahwa berwirausaha adalah serangkaian proses berinovasi agar dapat menciptakan sesuatu yang baru dan riil, bukan absurd yang langsung jadi sekejap membuat penciptanya untung besar.

Di dalam proses ada risiko finansial, fisik dan sosial yang menyertai. Tidak ada inovasi baru yang langsung dapat dengan mudah diterima oleh konsumen.

Tidak jarang terjadi penolakan. Jika inovasi diterima, bermanfaat, dan memberi dampak kuat bagi masyarakat, impian wirausaha untuk berlimpah makmur, akan mendekati kenyataan.

Kepuasan dan kebebasan pribadi yang disebut Hisrich dan kawan-kawan bisa jadi makna kebahagiaan yang ingin digapai sang wirausaha lebih dari sekadar imbalan uang.

Karakter awal yang harus dimiliki agar proses dapat berjalan efektif adalah sikap proaktif, tidak pasif apalagi berpasrah diri menunggu takdir.

Proaktif adalah awal seseorang untuk kreatif, inovatif, berani mengambil risiko yang terukur dan menghadapinya dengan penuh semangat pantang menyerah.

Titik awal berwirausaha

Merujuk pada pendekatan Lean Canvas dari Eric Ries dan Ash Mauriya (2012), awal dari kewirausahaan adalah peluang dari masalah yang dihadapi pelanggan yang dituju (customer segment problem).

Tugas utama wirausaha adalah mengidentifikasi masalah tersebut dan memberikan solusi yang berdampak luas bagi masyarakat.

Bukan menghitung modal yang diperlukan lalu mengkalkulasi kira-kira berapa lama akan kembali modal (break even point) dan meraup untung besar.

Problem konsumen yang dimaksud adalah sesuatu yang dirasa mengganggu, menghambat, menantang, berisiko, ketika konsumen akan, sedang atau setelah mengkonsumsi suatu produk atau menjalankan suatu aktivitas jasa.

Wirausaha harus memberikan solusi atas masalah tersebut yang lebih dari sekadar ketidaknyamanan.

Masalah yang sungguh mengganggu dan konsumen menaruh perhatian, tetapi bernilai ekonomis bagi wirausaha. Maka itulah wirausaha disebut sebagai problem solver atau solution provider.

Seorang problem solver, pasti memberikan kegembiraan bagi konsumen. Memberikan kesenangan, kelegaan, dan kedamaian (peace of mind).

Syukur-syukur tidak hanya kepada konsumen yang dituju, tetapi juga masyarakat secara luas. Bukankah itu sesuatu yang mulia, daripada sekadar fokus untuk mencari untung semata?

Ingat, awal dari kejahatan adalah hanya berpikir uang, uang, dan uang saja atau harta, harta, dan harta saja di dalam benak pikiran. Memuliakan uang dan harta. Bukan itu.

Jalan menjadi kaya

Mengutip kata-kata Deng Xiaoping tokoh pembaru ekonomi modern di China sekitar empat dekade silam, ”Menjadi kaya itu mulia” maka hal yang serupa juga terjadi bila menjadi kaya dengan berwirausaha melalui proses yang runtut dengan hasil yang riil untuk menyenangkan bahkan membahagiakan konsumen.

Jika semua wirausaha berlaku sama, memegang integritas, masyarakat akan sejahtera. Surga dunia seperti nyata adanya, bukan sekadar mimpi belaka.

Daripada mencari jalan instan untuk menjadi kaya, jika memang itu dirasa sarana untuk menggapai tujuan hidup, memilih berproses menjadi wirausaha adalah sesuatu yang terhormat.

Bukankah menjadi kaya dengan berwirusaha adalah mulia? Menyitir lirik lagu Ebiet G. Ade, “Berita kepada Kawan”, beliau akan berdendang, ”Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang, ….”

*Frangky Selamat, Dosen Tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara, Jakarta

https://money.kompas.com/read/2022/03/24/054500626/menjadi-kaya-dengan-berwirausaha-adalah-mulia

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke