Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pelita Air Service: Welcome To The Jungle

Dalam siaran pers-nya, maskapai yang merupakan anak perusahaan dari BUMN Pertamina ini memastikan telah siap mengembangkan bisnis dan memperluas layanannya ke segmen penerbangan komersial berjadwal (regular flight).

Memang sebetulnya PAS telah hadir di Indonesia sejak tahun 1963 sebagai bagian unit usaha Pertamina.

Kemudian tahun 1970 dipisah menjadi perusahaan tersendiri di bawah Pertamina dengan jenis usaha maskapai penerbangan tidak berjadwal.

Tahun 2021 - 2022 ini, PAS mengurus Surat Izin Usaha Angkutan Udara (SIUAU) dan air opertor certificate (AOC) baru dan memastikan diri menambah jenis usaha yang lain, yaitu sebagai maskapai penerbangan berjadwal. Jadi bisa dikatakan, ini maskapai baru tapi lama.

Tingkat keselamatan

Sebagai maskapai yang berangkat dari jenis usaha tidak berjadwal, PAS mempunyai satu keuntungan yang dapat dinikmati oleh penumpang jika hal tersebut dipertahankan.

Keuntungan itu adalah dalam hal keselamatan penerbangan.

Sesungguhnya, keselamatan penerbangan semua maskapai penerbangan haruslah sama. Karena dalam penerbangan terdapat prinsip yang tidak bisa diubah dan dibolak-balik urutannya.

Yang pertama adalah keselamatan, kedua keamanan dan ketiga pelayanan. Artinya, keselamatan adalah kewajiban atau mandatory bagi setiap maskapai penerbangan.

Aturan-aturan keselamatan seluruh penerbangan di dunia semua sama dengan mengacu pada aturan dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).

Namun sama bukan berarti selalu setara. Hal tersebut karena pengaruh banyak hal, salah satunya adalah budaya keselamatan yang dikembangkan di maskapai masing-masing.

Menurut Profesor Patrick Hudson dari Centre for Safety Science, Leiden University, ada lima tingkatan budaya keselamatan di maskapai penerbangan berturut-turut dari tingkat bawah hingga atas, yakni pathology, reactive, calculative, proactive dan generative.

Maskapai penerbangan tidak berjadwal atau charter, sebagian besar budaya keselamatannya berada di tataran atas. Hal ini karena selain diawasi dan dikendalikan oleh otoritas penerbangan setempat.

Maskapai ini juga akan selalu diaudit oleh penyewanya yang biasanya adalah perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di bidang pertambangan, oil & gas dan lain-lain.

Auditnya menyeluruh, mulai dari aspek manajemen, SDM, hingga operasional dan perawatan pesawat.

Tujuannya tentu saja untuk melindungi kepentingan perusahaan penyewanya, misalnya melindungi karyawannya dari kecelakaan.

Jika budaya keselamatan penerbangan sebagai maskapai carter bisa dipertahankan oleh Pelita saat menjadi maskapai berjadwal, tentu akan sangat menguntungkan bagi penumpang karena mendapatkan maskapai yang tingkat keselamatannya tinggi.

Rimba bisnis penerbangan

Namun Pelita juga harus waspada saat memberanikan diri terjun ke bisnis penerbangan komersial.

Walaupun pangsa pasarnya sangat besar, sifat bisnisnya sangat berbeda, terutama terkait aturan dan tingkat persaingan yang sangat tinggi.

Jumlah lalu lintas penumpang pesawat domestik atau dalam negeri pada tahun 2018 adalah 102 juta dan tahun 2019 sebanyak 79,5 juta.

Saat pandemi Covid-19 tahun 2020, jumlah lalu lintas penumpang domestik turun hingga tinggal 35,4 juta.

Di saat pandemi sudah berakhir dan masyarakat sudah diperbolehkan bebas terbang, diperkirakan jumlah penumpangnya akan kembali lagi bahkan bisa saja lebih besar dari sebelum pandemi.

Namun dengan satu syarat, yaitu jumlah pesawat untuk mengangkutnya juga tersedia.

Seperti diketahui, selama pandemi, banyak maskapai yang mengandangkan dan mengembalikan pesawatnya kepada lessor.

Sehingga kekuatan maskapai penerbangan nasional Indonesia saat ini hanya berada di kisaran 30-50 persen dibanding sebelum pandemi.

Dengan jumlah pesawat yang makin sedikit itu tentu saja jumlah penumpang yang dapat diangkut juga berkurang.

Rute yang jumlah penumpangnya sedikit akan ditinggalkan dan dialihkan ke rute padat penumpang.

Dan sesuai dengan hukum ekonomi, jika permintaan masyarakat lebih besar dari penawaran maskapai, maka harga akan naik.

Dengan demikian, kehadiran maskapai baru seperti Pelita Air dengan sejumlah armada barunya tentu sangat menggembirakan karena diharapkan dapat menambah jumlah penawaran kepada masyarakat.

Sampai tahun 2021, jumlah maskapai berjadwal nasional tercatat 13 maskapai. Namun jika dilihat lebih dalam, sejatinya hanya terdapat tiga group maskapai yang mempunyai pangsa pasar lebih dari 5 persen, dan sisanya maskapai-maskapai yang pangsa pasarnya kurang dari itu.

Tiga group maskapai tersebut adalah Lion Group (Lion, Batik, Wings, Super Air Jet) dengan pangsa pasar sebelum pandemi sebesar 51 persen.

Garuda Group (Garuda dan Citilink) 35 persen dan Sriwijaya Group (Sriwijaya dan NAM) 10 persen.

Selama pandemi tahun 2020, Lion Group bahkan pangsa pasarnya mencapai 60 persen, Garuda Group 28 persen dan Sriwijaya Group 6 persen.

Jika dilihat dari sini, memang seperti telah terjadi monopoli oleh satu group maskapai karena mempunyai pangsa pasar lebih dari 50 persen.

Namun hal ini bukan tanpa sebab. Aturan-aturan bisnis dan operasional penerbangan yang dibuat pemerintah bisa dikatakan ikut berkontribusi.

Contohnya dalam pengaturan jenis maskapai dan tarifnya serta aturan terkait frekuensi penerbangan di tiap rute.

Di Indonesia, tiap-tiap maskapai dibagi pemerintah menjadi tiga jenis berdasarkan layanan, yaitu full service, medium dan no frill atau dikenal sebagai LCC.

Semuanya mempunyai tingkatan tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) sendiri-sendiri seperti diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan no. PM 20 tahun 2019.

Namun TBA dan TBB maskapai itu saling berimpitan. Dari satu tarif per rute, maskapai full service tarifnya 100 persen (TBA) dan 35 persen (TBB), medium 90 persen-25 persen dan LCC 85 persen-20 persen.

Maskapai full service tentu lebih diuntungkan karena bisa menjual tarif sebesar 70 persen, padahal tarif sebesar itu seharusnya sudah masuk dalam ranah tarif medium dan LCC.

Jika full service menjual harga 70 persen tentu saja medium dan LCC akan menjual di bawahnya, karena jika tidak, penumpangnya akan beralih.

Dan yang paling terkena dampaknya adalah medium service karena kalah bersaing dengan pada layanan dengan full service dan pada harga rendah dengan LCC.

Selain itu, dalam hal pemberian frekuensi penerbangan, sebenarnya pemerintah telah memperhitungkan kemampuan pasar di tiap-tiap rute.

Namun pemerintah tidak mengatur maskapainya mana saja yang boleh terbang ke rute tersebut, seperti pada Keputusan Menteri Perhubungan no. KM 25 tahun 2008.

Alhasil dalam satu rute slot penerbangannya bisa saja dikuasai oleh satu group maskapai tertentu.

Bahkan dalam aturan terbaru, yaitu Peraturan Menteri Perhubungan no. PM 35 tahun 2021, aturan terkait kemampuan pasar juga dihapus, sehingga tiap-tiap maskapai bebas menambah frekuensi penerbangan tanpa mempertimbangkan tingkat keterisian pesawat rata-rata di rute tersebut.

Aturan baru ini tentu saja berpotensi melegalkan terjadinya monopoli oleh maskapai atau group maskapai, tidak saja di satu rute tapi di semua rute komersial.

Dalam kondisi yang seperti ini, iklim bisnis penerbangan di Indonesia memang bak rimba belantara.

Persaingan antargroup maskapai sangat tajam, baik dari sisi tarif dan penguasaan frekuensi penerbangan.

Hal inilah yang menyebabkan banyak maskapai berhenti beroperasi. Sebelum pandemi menyerang, hampir semua keuangan maskapai sudah memprihatinkan.

Bahkan Sriwijaya Group pada tahun 2018 secara terbuka pernah menyatakan kesulitan keuangan.

Lion dan Garuda group bisa bertahan dan berkembang di antaranya karena mempunyai modal dan jumlah armada yang besar.

Dengan demikian mereka bisa menawarkan harga tiket yang beragam dan mengembangkan jaringan penerbangannya.

Kita berharap Pelita Air Service bisa bertahan dan berkelanjutan menjalankan bisnisnya dan dapat memberikan pelayanan terbaik pada penumpang.

Sambil berharap pula pemerintah memperbaiki iklim bisnis di penerbangan nasional sehingga penumpang mendapatkan keselamatan, kemanan dan pelayanan serta konektivitas yang baik dalam penerbangan.

https://money.kompas.com/read/2022/04/14/165634826/pelita-air-service-welcome-to-the-jungle

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke