Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kekayaan Intelektual, Sumber Emas Baru Abad 21

Kita pasti akan hidup dalam masyarakat yang gelap dan menyedihkan tanpa Donald Duck dan Captain America.

Tetapi situasinya tidak seperti itu, karena pimpinan Disney saat itu, Keith Comstock mengizinkan ia mewujudkan mimpinya.

Walt membuat debut filmnya dan menciptakan monopoli atas undang-undang kekayaan intelektual saat ini.

Ketika William Shakespeare masih hidup, dia menulis drama dan bertindak sebagai produser, peran yang mirip dengan Christopher Nolan di bioskop abad ke-21.

Bedanya, Shakespeare adalah orang miskin yang menjual sebagian besar karyanya hanya untuk bertahan hidup.

Puluhan dasawarsa berlalu, pada tahun 2015 ketika Hideo Kojima, desainer game terkenal dan direktur kreatif Konami memutuskan untuk meninggalkan posisinya dan memulai Kojima Production dan kemudian memproduksi beberapa game terbesar yang pernah ada di dunia.

Apakah dia bisa melakukan itu tanpa sepengetahuan hukum kekayaan intelektual? Singkatnya, tidak.

Pertanyaannya adalah dari mana keuntungan kekayaan intelektual itu? Untuk menjawab itu kita harus terlebih dahulu memahami kekayaan intelektual.

Tujuan kekayaan intelektual

Setiap ide yang telah dipikirkan dan telah diberi warna di atas selembar kertas, setiap melodi yang disusun dan kemudian dinyanyikan, setiap cerita yang ditulis atau ilustrasi yang digambar, setiap ide yang diubah menjadi produk nyata dan memiliki nilai, inilah yang disebut Kekayaan Intelektual atau IP.

Indonesia, negara terbesar ke empat di dunia memiliki kemampuan untuk menjadi generator IP kreatif dengan jutaan kebudayaan yang kita miliki.

Saat kita terlelap, negara seperti Korea, Jepang, Cina, dan Amerika ‘menyerbu’ tanpa ampun dengan IP-nya.

Netflix, Disney+, HBO, Amazon Prime, dan banyak platform streaming membantu kemudahan mengimpor IP ke dalam negeri.

Saat ini, Indonesia menduduki peringkat 128 dunia dengan nilai 2,7 miliar dollar AS yang memungkinkannya mencapai posisi China (41), India (58), dan Jepang (59) dalam hal nilai IP.

Tapi ada sisi gelap dari cerita ini tentang IP. Kebanyakan orang Indonesia tidak tahu tentang kekayaan intelektual dan bahkan beberapa tidak tahu apa itu Kekayaan Intelektual.

Beberapa menganggap bahwa IP adalah bentuk pembajakan dan karena tidak memahami hukum mereka terus mengkonsumsi konten secara ilegal.

Beberapa hanya tahu bagaimana mengatakan bahwa mereka tahu apa itu kekayaan intelektual, tetapi tidak tahu sama sekali cara kerjanya.

Kabar baiknya adalah beberapa pencipta IP lokal di Indonesia telah mulai memanfaatkan agenda IP kreatif kepada pemerintah dan beberapa program hebat untuk mendorong industri IP kreatif telah mulai diluncurkan.

Berarti masa depan cerah untuk mencapai impian menjadi negara produsen IP terbesar di dunia.

Lalu bagaimana caranya untuk menuju ke impian tersebut?

Kami mulai dengan meletakkan batu pondasi satu per satu menuju pengembangan ekosistem IP kreatif sambil mengembangkan sumber daya manusianya, penegakan hukum HKI, mengembangkan HKI di sektor publik dan swasta, memungkinkan pencipta HKI lokal untuk menyadari potensi dan terakhir untuk dapat melindungi hak kekayaan intelektual.

Tidak ada jalan pintas untuk menciptakan ekosistem IP, harus ada pondasi yang kokoh yang dibangun dan pada akhirnya harus mengarah pada kesuksesan.

Contoh yang baik adalah kisah sukses industri film Nigeria Nollywood. Mendiang sutradara Chinwe Nwosu pernah berkata "Jika tidak ada satu pun pembuat film yang menjual satu juta kopi dalam tiga tahun, kami akan gagal."

Tujuannya sederhana; Anda harus mendapatkan satu juta dolar dari film saja.

Pertanyaan terakhir adalah, dapatkah IP kreatif mendongkrak perekonomian bangsanya? Jawabannya ya, dan sangat bisa!

Kita melihat Korea 30 tahun yang lalu tanpa sumber daya alam dan tidak ada komoditas untuk diperdagangkan akibat dari negara tersebut menderita perang saudara yang berkepanjangan.

Mereka telah mengembangkan strategi untuk menembus sektor IP dengan berfokus pada pengembangan soft power dan penetrasi budaya ke negara lain.

Sebelum terkenal, merek Samsung tidak dianggap sebagai merek yang dapat diandalkan di sektor elektronik, tetapi sekarang Samsung adalah produsen ponsel terbesar di Dunia.

Hyundai dengan merek kelas bawahnya sekarang head to head dalam perang Kendaraan Listrik dengan Tesla, dan K- Pop (dengan K-Drama tentunya) adalah salah satu acara yang paling banyak ditonton di dunia.

Sementara di sisi lain, Indonesia pada abad 21 telah menjadi melting pot budaya dan negara adidaya dengan sumber daya IP yang sangat besar mampu menarik banyak industri kreatif untuk mendirikan perusahaan di dalam negeri.

Produsen kini bersiap-siap untuk memproduksi film layar lebar dan acara TV.

Dengan strategi yang tepat, IP kreatif benar-benar dapat mengubah Indonesia menjadi salah satu negara maju dengan ekonomi kreatif sebagai tulang punggung.

Besarnya peluang komersialisasi Kekayaan Intelektual

Mengutip dari WIPO (World Intellectual Property Organization) besaran pendapatan kekayaan intelektual dunia di 2021 adalah 74 Triliun dollar Amerika di mana pendapatan tersebut mendorong perekonomian dunia pascapandemi.

Bagaimana dengan Indonesia? Dengan populasi 276 juta jiwa dan bonus demografi yang akan didapatkan pada 2030, Indonesia kami sangat yakin akan masa depan industri kreatif berbasis kekayaan intelektual yang bisa menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional.

Peluang komersialisasi kekayaan intelektual bukanlah angan yang jauh dari kenyataan. Sebagai negara dengan populasi keempat terbesar di dunia, kita memiliki potensi yang sangat besar.

Pertanyaannya, apakah kita akan sekadar menjadi pasar atau justru dapat memenuhi tingginya kebutuhan akan IP?

Landscape kita kian dipenuhi nama-nama besar seperti Adit Sopo Jarwo, Si Juki, Milk Mocha, Dalang Pelo, dan masih banyak lagi.

Tantangannya justru, seberapa besar komitmen pihak-pihak terkait untuk tertib terhadap copyrights serta berkomitmen untuk memajukan karya anak bangsa.

https://money.kompas.com/read/2022/04/19/070000726/kekayaan-intelektual-sumber-emas-baru-abad-21

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke