Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hadapi Ketidakpastian, Bank Masih Ogah Revisi Target Pertumbuhan Kredit Tahun Ini

JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi perekonomian nasional masih dibayang-bayangi ketidakpastian dari berbagai sentimen, mulai dari potensi kenaikkan inflasi imbas perang Rusia dan Ukraina, penyebaran Covid-19, hingga kebijakan normalisasi moneter negara maju.

Terkait dengan hal tersebut, berbagai lembaga dan institusi memutuskan untuk memangkas revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini.

Bank Indonesia (BI) misalnya, yang memutuskan untuk merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional, dari semula 4,7 persen hingga 5,5 persen secara tahunan (year on year/yoy), menjadi 4,5 persen hingga 5,3 persen secara yoy.

Meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi dipangkas, bank-bank besar Tanah Air masih optimis permintaan pembiayaan tetap tinggi, oleh karenanya belum akan melakukan penyesuaian terhadap target penyaluran kredit tahun ini.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menjadi salah satu bank yang optimis penyaluran kredit pada tahun ini masih akan tumbuh pesat.

Direktur Utama BRI Sunarso menyadari, perekonomian nasional saat ini dibayang-bayangi potensi kenaikkan inflasi, imbas dari terdampaknya rantai pasok global akibat perang Rusia dengan Ukraina.

Namun demikian, Ia memastikan, kondisi likuiditas dan permodalan perseroan masih mumpuni untuk merealisasikan target pertumbuhan kredit tahun ini.

"Internal kita cukup sehat, cukup kuat, sehingga sampai saat ini kita tetap optimis kredit BRI akan tumbuh 9 persen hingga 11 persen," kata dia.

Longgarnya likuiditas dan kuatnya permodalan bank pelat merah itu terefleksikan dari loan to deposit ratio (LDR) di level 86,96 persen dan capital adequacy ratio (CAR) di level 24,61 persen per Maret 2022.

Adapun pada kuartal I-2022, bank dengan kode emiten BBRI itu menactatkan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 7,4 persen secara yoy, menjadi Rp 1.075,9 triliun.

Pertumbuhan kredit BRI masih ditopang oleh segmen UMKM, yang mengalami pertumbuhan sebesar 9,24 persen secara yoy menjadi Rp 903,29 triliun.

Pertumbuhan kredit tersebut disertai dengan manajemen risiko yang, tercermin dari rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) BRI secara konsolidasi ada di level 3,09 persen, turun dari 3,3 persen pada akhir 2021. 

Bukan hanya BRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI juga masih mempertahankan target pertumbuhan kredit perseroan tahun ini, yakni di kisaran 7 persen hingga 10 persen secara yoy.

"Kami sangat optimistis banget di kuartal II ini pertumbuhan kredit akan lebih kuat, terutama setelah Hari Raya Idul Fitri. Jadi kami tidak merevisi target, yakni di kisaran 7 persen hingga 10 persen," ujar Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar.

Royke mengatakan, saat ini permintaan kredit sudah mulai tumbuh 8 hingga 9 persen, seiring dengan terjadinya pemulihan ekonomi.

“Memang sudah mulai kelihatan banyak sekali permintaan kredit di tahun ini, kenaikannya 8 hingga 9 persen, tapi pertumbuhan ini seiring dengan mulai meningkatnya harga komoditas dan perbaikan ekonomi,” kata dia.

Adapun total baki kredit yang disalurkan BNI sepanjang kuartal pertama 2022 tumbuh 5,8 persen secara tahunan yoy menjadi Rp 591,68 triliun.

"Posisi ini sudah lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi yakni kuartal I-2020," ujar Royke.

Bank BUMN yang fokus bergerak pada segmen business banking itu mengaku masih memiliki ruang ekspansi yang besar dengan kondisi likuiditas dan permodalan perseroan saat ini.

Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) BNI tumbuh 8,4 persen secara yoy, dengan rasio dana murah atau current account and saving account (CASA) masih mendominasi dan terus meningkat menjadi 69,2 persen dari periode sama tahun lalu 67,9 persen.

Pertumbuhan dana murah tersebut mendorong perbaikan cost of fund BNI dari 1,74 persen pada akhir kuartal pertama 2021 menjadi 1,46 persen pada kuartal pertama 2022.

"Ruang untuk ekspansi pun masih terbuka. Ditunjukkan dari loan to deposit ratio yang berada pada 85,02 persen. Di sisi permodalan, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) berada pada posisi 19,3 persen, naik 120 basis poin secara yoy,” ucap Novita.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan, sampai dengan saat ini BCA belum akan melakukan revisi terhadap target pertumbuhan kredit perseroan, yakni di kisaran 6 persen hingga 8 persen secara yoy.

Namun demikian, melihat tingginya fluktuasi perekonomian global, Jahja tidak menutup kemungkinan perseroan melakukan revisi target kredit ke depannya.

"Banyak sekali faktor yang kita perhatikan, dan kalau RBB (rencana bisnis bank) itu baru Juni ya kita tunggu sampai Juni. Nanti kalau kita rasakan ini harus kita rubah, tentu ini kita rubah," katanya.

Lebih lanjut Ia mengatakan, hingga kuartal pertama tahun ini, penyaluran kredit BCA mencapai Rp 637,1 triliun, naik 8,6 persen secara yoy.

Pertumbuhan kredit BCA diikuti oleh perbaikan kualitas pinjaman, sejalan dengan kredit yang direstrukturisasi berangsur kembali ke pembayaran normal.

Bank swasta terbesar itu mencatat rasio loan at risk (LAR) turun ke 13,8 persen pada kuartal I-2022, dibandingkan 19,4 persen pada tahun sebelumnya.

"Rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga sebesar 2,3 persen, didukung kebijakan relaksasi restrukturisasi," ucap Jahja.

https://money.kompas.com/read/2022/04/27/150500726/hadapi-ketidakpastian-bank-masih-ogah-revisi-target-pertumbuhan-kredit-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke