Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa THR yang Diterima Tak Senilai Satu Kali Gaji Bulanan?

Saya karyawan swasta dengan masa kerja tiga tahun dan berhak atas tunjangan hari raya (THR). Setahu saya, besaran THR seharusnya setara dengan satu bulan gaji atau proporsional bagi karyawan dengan masa kerja lebih dari sebulan tetapi kurang dari 12 bulan.

Kenyataannya, nominal THR yang saya terima selalu lebih kecil dari take home pay gaji bulanan. Apakah ini karena potongan pajak THR memang lebih besar dari gaji atau bagaimana? Mohon pencerahan.

Terima kasih.

~Fithri, Jakarta~

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan Anda. Saya, Muhammad Ridho dari MUC Consulting, akan menjawab pertanyaan Anda.

Sesuai namanya, tunjangan hari raya (THR) merupakan pendapatan non-upah yang selalu dinantikan karyawan atau buruh menjelang hari raya keagamaan masing-masing. Kebijakan pemerintah ini sudah berlangsung sejak 1951.

Sesuai ketentuan yang berlaku, pengusaha atau pemberi kerja wajib membayarkan THR ke pekerja tetap maupun kontrak dengan masa kerja minimal satu bulan.

Untuk karyawan dengan masa kerja 12 bulan atau lebih maka jumlah THR yang berhak diterimanya setara dengan gaji bulanan. Adapun untuk karyawan dengan masa kerja minimal sebulan atau kurang dari setahun, besaran THR-nya diperhitungkan secara proporsional.

Lantas, mengapa jumlah THR yang diterima pekerja biasanya lebih kecil dari upah atau gaji bulanan? Pertanyaan Anda sedikit banyak mewakili itu sekaligus mengungkap jawabannya.

Dalam pemberian THR ada faktor pengenaan tarif progresif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan cara perhitungan penghasilan neto yang terpisah. Ini menyebabkan nilai THR yang diterima pekerja bisa lebih kecil dibanding nominal gaji bulanan. 

Sebelum membahas lebih lanjut tentang aspek perpajakan THR, definisi gaji menurut regulasi ketenagakerjaan juga harus dicermati.

Beda perusahaan dimungkinkan punya pengaturan dan komponen upah yang berbeda, yang itu dapat berdampak pula ke pemberian tambahan penghasilan seperti THR. 

Menurut Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, upah yang diterima pekerja dari perusahaan dimungkinkan memiliki struktur komponen:

  1. Upah tanpa tunjangan;
  2. Upah pokok dan tunjangan tetap;
  3. Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap; atau
  4. Upah pokok dan tunjangan tidak tetap.

Yang mana pun struktur komponen pengupahan yang dipakai perusahaan, ada persyaratan komposisi antar-komponen yang harus dipenuhi pula. 

Terkait detail THR, PP Nomor 36 Tahun 2021 menyatakan hal itu diatur dalam peraturan menteri. Aturan pelaksanaan dimaksud yang masih berlaku hingga saat ini adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. 

Pasal 3 Ayat (2) Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 mengatur soal besaran satu kali upah untuk pemberiaan THR berdasarkan struktur komponen upah di atas seharusnya adalah:

  1. Upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
  2. Upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Namun, ada ketentuan Pasal 4 Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 yang membolehkan perusahaan memberikan THR berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan perusahaan. Meskipun, ini dipersyaratkan besarannya melebihi ketentuan umum THR. 

Lalu, aturan turunan pemberian THR yang saat ini berlaku adalah Surat Edaran (SE) Menteri Tenaga Kerja Nomor M/1/HK.04/2022 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2022 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. SE ini tetap harus merujuk ke PP Nomor 36 Tahun 2021 dan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 di atas. 

Perpajakan THR dan cara hitungnya

Terkait perpajakan, THR bisa lebih kecil dari perkiraan berdasarkan penerimaan upah bulanan—sesuai praktik pengupahan yang dipilih perusahaan—karena pengenaan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang bersifat progresif dan cara perhitungan penghasilan neto yang terpisah.

Berdasarkan regulasi perpajakan, terdapat dua jenis penghasilan pegawai, baik yang berstatus karyawan tetap maupun kontrak, yakni penghasilan teratur dan penghasilan tidak teratur.

Dalam rezim perpajakan, penghasilan teratur merupakan pendapatan pegawai berupa gaji, segala macam tunjangan, imbalan dengan nama apa pun—termasuk uang lembur—yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja.

Adapun penghasilan tidak teratur merupakan penghasilan yang diterima karyawan sekali dalam satu tahun atau dalam periodisasi tertentu, seperti halnya THR dan bonus.

Kedua jenis penghasilan karyawan di atas merupakan objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, yang mekanisme perhitungan masing-masing berbeda.

Berikut ini adalah langkah-langkah atau cara menghitung PPh Pasal 21 atas gaji dan THR:

Tuan A dengan asumsi merupakan wajib pajak yang tidak punya tanggungan (TK0), bekerja dari Januari dan setiap bulan menerima penghasilan berupa gaji sebesar Rp 15 juta plus tunjangan kerja Rp 5 juta.

Berkenaan dengan hari raya Idul Fitri, selain mendapatkan gaji dan tunjangan tetap, Tuan A juga menerima THR dari perusahaan sebesar Rp 20 juta pada April 2022.

Perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan THR yang diterima tuan A pada April 2022 adalah sebagai berikut: 

  • Cara menghitung PPh Pasal 21 atas THR:
    • PPh 21 atas gaji yang disetahunkan + THR = Rp 24.000.000
    • PPh 21 atas gaji yang disetahunkan = (Rp 21.000.000)
    • Selisih (pajak atas THR) = Rp 3.000.000

  • Cara menghitung PPh Pasal 21 atas gaji bulanan tanpa memasukkan THR:
    • PPh 21 atas gaji yang disetahunkan = Rp 21.000.000
    • PPh 21 per bulan (PPh 21 disetahunkan dibagi 12) = Rp 1.750.000
  • Berdasarkan ilustrasi di atas, PPh atas THR lebih besar dibandingkan PPh atas gaji bulanan. Hal ini karena memperhitungkan lapisan penghasilan kena pajak (yang disetahunkan) dan tarif progresif atau berjenjang PPh Pasal 21.

    Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.

    Salaam,

    https://money.kompas.com/read/2022/05/06/155904726/mengapa-thr-yang-diterima-tak-senilai-satu-kali-gaji-bulanan

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke