Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Komitmen Menyelamatkan Garuda Indonesia

Pada saat itu, saya akan memulai perjalanan ke London, Inggris, untuk kepentingan melanjutkan studi.

Saya memutuskan untuk terbang bersama Garuda. Dengan harap agar biaya penerbangan tersebut nantinya akan menjadi deviden negara.

Jika boleh jujur, keputusan ini agak tidak masuk akal sebenarnya, mengingat selisih harga tiket dari Garuda dengan maskapai internasional lainnya yang lebih mahal dua hingga tiga kali lipat.

Selain itu, jika maskapai lain untuk rute penerbangan dari Jakarta-London hampir setiap hari, namun Garuda hanya menawarkan satu minggu sekali setiap hari Kamis. Itu pun hanya sampai Amsterdam.

Dan ironisnya, ketika di dalam pesawat, banyak sekali kursi yang tidak terisi.

Situasi ini nampak jelas sebenarnya: tidak perlu menggunakan kalkulasi ekonomi untuk menjustifikasi bahwa penerbangan internasional Garuda yang saat itu saya tumpangi sudah semestinya merugi. Tidak mungkin tidak.

Namun pertanyaannya, apa yang sebenarnya menyebabkan situsi kritis dihadapi oleh Garuda?

Situasi yang dihadapi Garuda itu ibarat serangan stroke yang boleh jadi pada level yang parah. Namun, dengan ketekunan, kesabaran dan komitmen tinggi, upaya penyembuhan tetap bisa dilaksanakan.

Lantas bagaimana kita melihat situasi ini? Membiarkannya untuk benar-benar terpuruk hingga bangkrut ataukah melakukan upaya perombakan secara menyeluruh untuk mempertahankan kebanggaan maskapai yang dimiliki Indonesia?

Mengurai akar persoalan

Sebagaimana sebagian pihak berargumen, bahwa nasib Garuda bisa dikatakan berada pada ujung tanduk kegagalan.

Sampai saat ini utang emiten ini membengkak sebesar 7 miliar dollar AS atau setara dengan R[ 100,5 triliun.

Ini jelas jumlah utang yang tidak mungkin negara lepas tangan begitu saja, mengingat perusahaan ini berplat merah.

Beberapa pihak menilai bahwa sengkarut persoalan yang mengakar dalam tubuh Garuda, jika ditinjau dalam pengelolaan manajemen, salah satunya dikarenakan pembengkakan penyewaan pesawat kepada lessor yang harganya bisa mencapai empat kali lipat dari harga umumnya (Kompas.com, 09/06/2021).

Keputusan manajemen untuk menyewa beragam jenis pesawat juga sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari semangat ekspansi pembukaan rute baru sebagai sebuah tujuan positif dalam kerangka bisnis.

Sayangnya, ini malah menyebabkan kerugian karena pertimbangan yang kurang matang.

Beberapa rute penerbangan yang dibuka tidak didukung oleh airport yang memiliki jumlah penumpang yang stabil. Dan, kondisi ini diperburuk karena Pandemi Covid-19.

Dalam beberapa tahun terakhir, pandemi memaksa pesawat untuk sementara waktu parkir di hanggar karena pembatasan perjalanan.

Setidaknya selama pandemi Garuda Indonesia terpaksa merugi Rp 36,2 triliun (Media Indonesia, 18/07/2021).

Namun di luar persoalan manajerial di atas, akar masalah lainnya yang juga menjadi isu krusial di dalam internal Garuda ialah inefektivitas manajemen dan korupsi.

Baru-baru ini, Kejagung RI telah mengumumkan tentang keterlibatan beberapa eks pejabat internal Garuda dalam kasus rasuah. Beberapa kasus dugaan korupsi dilakukan sudah sejak tahun 2011 hingga sekarang (Tempo.co, 25/04/2022).

Menurut hasil temuan dari pihak berwajib, hampir sebagian besar kasus korupsi yang terungkap dari persoalan pengadaan pesawat baru.

Kehadiran beberapa jenis pesawat ini dalam rangka membuka rute penerbangan baru yang sebenarnya tidak memiliki feasibility study. Artinya, kebijakan tersebut terkesan mengada-ada.

Alhasil situasi tersebut memaksa perusahaan plat merah ini berada di tepi jurang kebangkrutan.

Banyak pihak menilai, dengan hutang yang begitu menggunung hampir mustahil untuk diselamatkan.

Komitmen

Namun demikian, tak bijak sama sekali membiarkan Garuda berhenti terbang. Sebab sepelik apapun krisisnya, asal para pihak terkait punya komitmen, masih terdapat jalan keluar.

Publik mengetahui bahwa Garuda akhirnya kini berproses dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU yang dikabulkan akhir 2021 lalu.

Dengan PKPU yang masih berjalan saat ini, persoalan yang merundung Garuda menemui kejelasan penyelesaiannya.

Para pihak dalam persoalan ini, yakni Garuda sebagai debitur dan para kreditur dan lessor, punya mekanisme legal yang pasti dalam berbagai upaya menyelesaikannya.

Jelas akan berlangsung ‘kompleks’, negosiasi dan upaya perdamaian dari para pihak perlu terus diupayakan lewat PKPU ini.

Proses ini menunjukkan adanya titik terang dan angin segar untuk menyelamatkan Garuda.

Diketahui, pascaperpanjangan kedua kalinya dikabulkan, proses PKPU jatuh tempo pada 20 Mei 2022 nanti.

Melalui perpanjangan ini, para pihak perlu mengambil langkah hati-hati untuk menyelesaikan krisis yang dialami Garuda.

Dan, patut menjadi perhatian selalu para pihak atau para stakeholders untuk duduk bersama mencari jalan keluar.

Upaya ini memang tidak bisa hanya ditinjau dari sektor bisnis ataupun fungsi komersil lainnya.

Pada akhirnya, kehadiran maskapai Garuda juga memiliki fungsi diplomatis dan representasi identitas kebangsaan Indonesia.

Anggapan ini memang nampak seperti klise, tapi beberapa prestasi internasional yang didapatkan Garuda dalam berbagai kategori penghargaan dari Skytrax patut dijadikan pertimbangan.

Penghargaan ini menjadi apresiasi bahwa Garuda punya aset tak terlihat yang kaya yakni kultur layanan yang prima dan diakui secara global.

Namun, pertanyaan besarnya ialah lantas seperti apakah langkah selanjutnya yang harus disiapkan oleh pemerintah dan internal manajeman Garuda Indonesia ketika perusahaan plat merah ini berhasil diselamatkan?

Tentu ini tugas besar mendatang dan jalannya masih panjang.

Para stakeholders perlu terus memiliki komitmen yang sungguh-sungguh untuk membenahi manajemen dan operasional perusahaan ini, sebab bisa jadi perpanjangan kedua PKPU ini adalah momen krusial dalam menyelesaikan krisis di tubuh Garuda.

Tentu saja, komitmen tersebut tak boleh hanya sebatas kata-kata ‘manis di bibir’. Komitmen para pihak harus benar-benar ditunjukkan untuk melakukan perubahan dan perbaikan total manajemen Garuda.

Harapannya, nanti muncul berbagai kebijakan yang memprevensi munculnya kesalahan-kesalahan serupa sebelumnya, misalnya terjadinya korupsi dan keputusan-keputusan buruk yang berujung kerugian besar terhadap perusahaan.

https://money.kompas.com/read/2022/05/10/063000226/komitmen-menyelamatkan-garuda-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke