Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemerintah Sebaiknya Pastikan Waktu Pembayaran Kompensasi ke Pertamina

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra PG Talatov, mengatakan, pencairan kompensasi atas pengadaan dan pendistribusian BBM oleh Pertamina jangan hanya di atas buku, tapi harus direalisasikan langsung.

“Dari sisi audit lama atau pencairan, itu semua harusnya transparan. Untuk lima bulan 2022 saja sudah mencapai Rp 100 triliun. Mengapa tidak segera dicairkan padahal sudah diaudit BPK?” ujar Abramelalui keterangannya, Jumat (20/5/2022).

Pemberian kompensasi kepada Pertamina adalah konsekuensi atas subsidi untuk BBM jenis Solar dan LPG 3 Kg. Serta, keputusan pemerintah menetapkan Pertalite masuk Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBBKP) pada Maret 2022 yang berlaku surut.

Pertamina menyediakan Pertalite dengan harga pasar tapi dijual dengan harga Rp 7.650 per liter. “Makanya, selisihnya menjadi kompensasi yang wajib ditutup pemerintah,” lanjut Abra.

Reputasi Pertamina

Menurut dia, keterlambatan pemerintah membayar utang kompensasi akan mempengaruhi reputasi Pertamina dalam mencari investor saat menerbitkan obligasi. Karena itu, Pemerintah diminta untuk memikirkan hal itu.

Kalau peringkat kredit turun karena pemerintah terlambat bayar utang, Pertamina terkena penambahan biaya bunga. “Ada inefisiensi dalam penerbitan obligasi, ada tambahan biaya cost of fund yang disebabkan keterlambatan pembayaran piutang oleh pemerintah,” kata Abra.

Abra setuju kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menambah anggaran subsidi bagi Pertamina. Pasalnya, Pertamina tidak diberikan keleluasaan menyesuaikan harga di sisi lain harga jual jauh dibawah keekonomian. “Tambahan subsidi mendesak memang,” ujarnya.

“Tapi kalau dibiarkan semisal APBN nantinya ngga bisa tutup suabidi, jadi bom waktu juga. Pemerintah tak bisa terlena harus percepat reformasi subsidi energi. Jadi nanti tambahan subsidi kompensasi bisa ditekan,” lanjut Abra.

Konsekuensi penetapan Pertalite jadi BBM Penugasan

Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata, sepakat bahwa perlu ada solusi agar keuangan Pertamina tidak terganggu karena ditugaskan menyediakan dan mendistribusikan BBM dan LPG ke seluruh wilayah Indonesia.

Menurut Josua, penetapan Pertalite sebagai BBM Penugasan memiliki konsekuensi sendiri yakni harus adanya kompensasi yang memang sudah dijanjikan oleh pemerintah. Dari kondisi tersebut, terlihat bahwa Pertamina yang akan menanggung defisit dari harga yang dijual saat ini dengan harga keekonomian dari Pertalite.

“Kondisi tersebut akan berdampak pada kinerja keuangan Pertamina pada 2022. Pemerintah pun perlu mengalokasikan anggaran untuk mengompensasi selisih harga yang dibebankan ke Pertamina," katanya.


Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, mengatakan penugasan BBM seperti sekarang pada dasarnya bertujuan menjaga agar negara hadir dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat.

Skema kompensasi yang diberikan kepada Pertamina pun dinilai sudah tepat. “Tapi yang harus jadi perhatian adalah waktu pembayaran kompensasi,” katanya.

Menurut Mulyanto, masyarakat harus mengetahui bahwa Pemerintah menjanjikan adanya kompensasi ketika harga BBM dibawah harga keekonomian, akan tetapi mekanisme pembayarannya kerap jadi masalah. Ujungnya yang harus menerima dampaknya tentu badan usaha yang ditugaskan dalam hal ini Pertamina.

"Sekarang ini masalahnya, waktu pembayaran kompensasi yang tidak reguler. Karenanya saya mendesak pemerintah agar waktu untuk membayar dana kompensasi ini sama seperti membayar dana subsidi, secara reguler dan tepat waktu," katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, PT Pertamina (Persero) harus menanggung arus kas negatif sekitar 12,98 miliar dollar AS atau Rp 190,8 triliun (kurs Rp 14.700) hingga akhir tahun.

Defisit arus kas itu terjadi karena tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan bila tidak ada tambahan kompensasi dari pemerintah.

"Pertamina tadi kita lihat, arus kas defisit estimasi (hingga akhir tahun 2022) mencapai 12,98 billion dollar AS," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Kamis (19/5/2022).

Keputusan menahan harga Pertalite di tengah lonjakan harga minyak mentah (Indonesian Crude Price/ICP) membuat perusahaan pelat merah itu harus menanggung selisih antara harga jual eceran (HJE) dengan harga keekonomian.

Adapun HJE sebesar Rp 7.650 per liter, sementara harga keekonomian Rp 12.556 per liter dengan asumsi harga minyak mentah di kisaran 100 dollar AS per barrel.

"Maka tidak heran arus kas operasional Pertamina semenjak Januari constantly negatif, karena Pertamina harus menanggung perbedaan (antara Harga Jual Eceran dengan harga keekonomian)," ucap Sri Mulyani.

https://money.kompas.com/read/2022/05/20/122927326/pemerintah-sebaiknya-pastikan-waktu-pembayaran-kompensasi-ke-pertamina

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke