Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemerintah Pertimbangkan Ubah Skema Subsidi BBM dan Elpiji

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Edy Priyono mengatakan, rencana pengubahan skema subsidi ini bertujuan agar penyalurannya tepat sasaran.

"Pemerintah mempertimbangkan untuk melakukan transformasi skema subsidi, dari subsidi terhadap barang menjadi subsidi terhadap orang atau sistem tertutup. Agar lebih tetap sasaran, hanya mereka yang miskin atau rentan miskin yang menikmati,” ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (27/5/2022).

Menurutnya, dengan skema subsidi terbuka seperti saat ini, dikhawatirkan volume subsidi bisa menjadi tidak terbatas, karena masyarakat yang harusnya tidak masuk kategori penerima subsidi yakni tidak miskin atau rentan miskin justru ikut menikmatinya.

Terkait implementasi trasnformasi skema subsidi energi, Edy bilang, akan disesuaikan dengan waktu, terutama melihat kondisi perekonomian terkini. Pemerintah juga masih menunggu kesiapan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

“Ini untuk menjaring masyarakat yang berhak mendapat subsidi dan tidak menggangu daya belinya,” kata dia.

Pemerintah mencatat hingga April 2022, realisasi belanja negara untuk subsidi BBM dan Elpiji mencapai Rp 34,8 triliun. Jumlah ini lebih tinggi 50 persen dibandingkan periode yang sama di 2021 yang sebesar Rp 23,3 triliun.

Adapun Kementerian Keuangan telah mengusulkan tambahan subsidi dan kompensasi energi untuk sepanjang 2022 sebesar Rp 291 triliun ke DPR RI, sehingga menjadi Rp 443,6 triliun dari alokasi awal Rp 152,5 triliun. Usulan ini telah disetujui oleh DPR RI.

Secara rinci, khusus anggaran subsidi energi ditambah Rp 74,9 triliun, dari semula hanya Rp 134 triliun menjadi Rp 208,9 triliun. Terdiri dari penambahan subsidi BBM dan Elpiji Rp 71,8 triliun, serta subsidi listrik bertambah Rp 3,1 triliun.

Sementara khusus anggaran kompensasi energi naik Rp 216,1 triliun, dari semula Rp 18,5 triliun menjadi Rp 234,6 triliun. Terdiri dari penambahan kompensasi BBM Rp 194,7 triliun, yang mencakup solar Rp 80 triliun dan Pertalite Rp 114,7 triliun, serta penambahan kompensasi listrik Rp 21,4 triliun.

Edy mengatakan, kenaikan subsidi BBM dan Elpiji merupakan dampak dari tingginya harga komoditas energi di pasar global, terutama minyak mentah dan gas. Hal ini mengingat sebagian besar kebutuhan energi Indonesia masih dipenuhi dari impor.

"Kita masih banyak mengimpor migas, sehingga ketika harga beli naik dan kita ingin mempertahankan harga, subsidi harus naik,” ungkapnya.

Ia bilang, pemerintah telah memutuskan mempertahankan harga jual BBM jenis Pertalite dan Elpiji 3 kilogram di pasaran. Ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga-harga komoditas, imbas dari ketidakpastian global.

Menurutnya, pemerintah sebenarnya bisa saja mencabut subsidi dan melepas BBM jenis Pertalite serta Elpiji 3 kilogram dengan harga keekonomian demi menjaga stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun opsi tersebut tidak dipilih dan pemerintah justru menambah anggaran belanja untuk subsidi energi. Oleh sebab itu, ia menekankan, perlu adanya transformasi skema subsidi ke sistem tertutup agar penyalurannya tepat sasaran.

"Sebenarnya disadari, bahwa subsidi energi, khususnya Elpiji, banyak yang kurang tepat sasaran, karena banyak dinikmati oleh kelas menengah-atas," kata dia.

https://money.kompas.com/read/2022/05/27/220423126/pemerintah-pertimbangkan-ubah-skema-subsidi-bbm-dan-elpiji

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke