Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tinggal Sebulan, Begini Cara Lapor Harta di Program Pengungkapan Sukarela

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenggat waktu Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty (pengampunan pajak) tinggal sebulan lagi, yakni hingga 30 Juni 2022. Bagi kamu yang belum melaporkan harta, segera lapor harta saat ini.

Direktur Peraturan Perpajakan I, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama beberapa waktu lalu mengatakan, pelaporan di awal waktu memitigasi WP agar tidak dikenakan denda sebesar 200 persen.

Sebab dengan melapor di awal waktu, wajib pajak (WP) bisa menyisir harta lain yang tertinggal atau belum dilaporkan. Lalu atas harta yang belum dilaporkan tersebut, WP bisa melakukan pembetulan surat keterangan (suket) atau SPPH saat masa PPS masih berlangsung.

"Kami mengingatkan jangan menunggu di akhir-akhir. Kalau (baru lapor) di 30 juni sistem kami sudah diperkuat namun tetap bermasalah, nah inilah kesempatan yang harusnya dimanfaatkan bisa terlewatkan oleh peserta PPS," kata Hestu Yoga dalam konferensi pers minggu lalu.

Dia menuturkan, denda administrasi sebesar 200 persen tersebut dijatuhkan ketika Ditjen Pajak menemukan harta yang tidak atau belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) hingga batas waktu terakhir PPS. Sanksi 200 persen itu sesuai dengan Pasal 18 ayat 3 UU Tax Amnesty (pengampunan pajak).

Khusus kebijakan I PPS, Ditjen Pajak mengenakan tarif pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan Pasal 4 PP 36/2017, yakni bagi wajib pajak badan sebesar 25 persen, wajib pajak orang pribadi sebesar 30 persen, dan wajib pajak tertentu sebesar 12,5 persen.

Rumusan sanksinya adalah tarif PP 36/2017 + sanksi UU TA 200 persen. Sementara bagi OP peserta PPS kebijakan II, tarif yang dikenakan bila telat lapor harta adalah PPh final 30 persen dari harta bersih + sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor 15 persen.

"Kita kembali ke UU TA pasal 18, itu dikenakan PPh 30 persen OP atau WP badan 25 persen plus sanksinya 200 persen dari pajak yang terutang tadi. Jadi 90 persen dari nilai harta itu akan untuk negara, ditagih oleh DJP," sebut dia.

Sebagai informasi, per 31 Mei 2022, jumlah harta yang dilaporkan Wajib Pajak (WP) dalam PPS bertambah menjadi Rp 110,47 triliun. Harta itu diungkap oleh 54.991 wajib pajak dengan 64.181 surat keterangan.

Besaran pajak penghasilan (PPh) final yang diterima negara dari tersebut pun bertambah. Negara sudah meraup PPh final Rp 11,13 triliun.

Lebih rinci, deklarasi harta dalam negeri dan repatriasi oleh wajib pajak mencapai Rp 95,46 triliun. Lalu, deklarasi harta luar negeri mencapai Rp 8,30 triliun dan harta yang diinvestasikan ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 6,69 triliun.

Cara Pelaporan Harta

Perlu kamu tahu, pelaporan harta dalam PPS dilakukan secara daring melalui website yang tersedia. Bila ada pertanyaan lanjutan, kamu bisa menghubungi nomor telepon 1500 008 atau WhatsApp di nomor 0811 1561 5008.

Saluran informasi lain yang tetap dapat dimanfaatkan, yakni live chat di www.pajak.go.id, Twitter @Kring_Pajak, atau email informasi@pajak.go.id dan pengaduan@pajak.go.id.

Berikut ini cara pelaporannya:

1. Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps.

2. SPPH dilengkapi dengan, SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang, pernyataan repatriasi dan/atau investasi.

3. Untuk peserta kebijakan II, ada tambahan kelengkapan, yakni pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum); dan Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.

4. Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.

5. Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.

6. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427, untuk kebijakan II, 428. Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk).

7. PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang).

8. Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:

a. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.

b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.

c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.

d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.

e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.

f. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).

9. Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu:

a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.

b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.

c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.

https://money.kompas.com/read/2022/06/01/120200326/tinggal-sebulan-begini-cara-lapor-harta-di-program-pengungkapan-sukarela

Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke