Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Baru-baru ini, berbagai platform media sosial ramai membahas perusahaan startup yang secara besar-besaran mem-PHK para karyawannya. Isu ini pun muncul kembali setelah dua tahun lalu, yaitu awal mula hadirnya pandemi Covid-19 yang berimbas ke banyak sektor.
Salah satu perusahaan rintisan yang menjadi sorotan adalah Zenius. Perusahaan rintisan berbasis teknologi dan edukasi ini menjadi sorotan karena telah memutus hubungan kerja dengan lebih dari 200 karyawannya.
Dalam siniar Obsesif musim kelima bertajuk “Ini Alasan Perusahaan Layoff Pekerja”. Mincot, admin HRD Bacot, pun menjelaskan lebih lanjut perihal alasan perusahaan rintisan ini ramai-ramai melakukan layoff atau PHK.
Apa itu PHK?
PHK yang merupakan singkatan dari Pemutusan Hubungan Kerja adalah pemberhentian status kekaryawanan oleh perusahaan karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
Ada beberapa hal yang menyebabkan PHK ini terjadi, seperti implementasi teknologi terbaru dan pengunduran diri sukarela. Akan tetapi, biasanya karena penurunan pendapatan secara drastis sehingga mau tak mau membuat perusahaan melakukan penghematan.
Sementara itu, yang dilakukan oleh para perusahaan rintisan adalah karena adanya efisiensi tenaga kerja. Menurut Mincot, hal ini dilakukan oleh perusahaan tersebut karena diprediksi mereka tak mampu membayar para karyawan sebelum terjadinya krisis.
Meskipun begitu, keputusan ini bukan dilakukan dengan sembarangan. Justru, PHK biasanya adalah pilihan terakhir yang perusahaan punya.
Sebelum memutuskan untuk mem-PHK karyawannya, perusahaan bisa saja melakukan usaha, seperti menghentikan perekrutan terbuka, efisiensi biaya nonoperasional karyawan dan menjual aset.
Jika tiga usaha itu tak mampu membantu, baru setelah itu perusahaan harus melakukan PHK dan penutupan secara permanen.
Hal-Hal yang Harus Diperhatikan
Mincot pun mengungkapkan jika, “Memutuskan PHK adalah hal yang paling sulit karena harus mempersiapkan siapa yang kena PHK, mengurus fresh money untuk keperluan hak normatif, dan mengkomunikasikannya.”
Namun, Mincot menandai bahwa komunikasi adalah yang terpenting. Hal ini disebabkan karena berbagai isu, seperti yang sedang viral ini, akan muncul di media sosial. Maka dari itu, jika prosesnya tak berjalan dengan lancar, bisa menjadi bumerang untuk perusahaan tersebut.
Pemberitahuannya pun tak boleh mendadak dan wajib dilakukan 14 hari sebelum waktu PHK.
Tak hanya itu, beberapa atasan tentu bisa saja merasa kesulitan saat diminta untuk memilih karyawan mana yang akan di PHK. Terlebih, jika hubungan keduanya sudah terjalin dengan sangat baik.
Setelah sudah melakukan hal-hal tersebut, karyawan biasanya akan menandatangani surat perjanjian bersama. Dalam perjanjian itu biasanya juga dituliskan besaran uang pesangon dan uang-uang lainnya yang akan diterima.
Semua urusan yang membahas soal PHK ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Pasal 40–45. Jadi, jika dalam prosesnya melanggar hukum, akan ada konsekuensi yang diterima perusahaan.
Bahkan, hal ini bisa sampai ke meja hijau melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini dibentuk di lingkungan peradilan umum yang bertugas untuk memeriksa, mengadili, dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.
Dengarkan informasi lengkap seputar dunia kerja bersama HRD Bacot dan SSAJ Associate hanya melalui siniar Obsesif di Spotify. Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbaru yang tayang pada Kamis dan Minggu!
https://money.kompas.com/read/2022/06/08/120000026/banyak-startup-lakukan-phk-apa-alasannya-