Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Saat Luhut Merasa Jadi "Sasaran Tembak" Polemik Harga Tiket Candi Borobudur

Belum lama ini, Luhut mengungkapkan rencana kenaikan harga tiket naik ke objek wisata tersebut jadi Rp 750.000 per orang bagi turis lokal atau domestik. Sementara bagi wisatawan mancanegara dikenakan biaya masuk 100 dollar Amerika Serikat (AS) atau Rp 1,4 juta lebih, dan untuk pelajar Rp 5.000.

Tak hanya itu, pengunjung yang diperbolehkan naik ke Candi Borobudur juga akan dibatasi 1.200 orang per hari. Hal itu dinilai perlu dilakukan untuk mencegah kerusakan parah struktur bangunan warisan budaya dunia itu.

Banjir kritik

Pernyataan Luhut soal rencana kenaikan harga tiket Candi Borobudur menuai kritik. Anggota Komisi II DPR RI Prasetyo Hadi menilai kenaikan harga tiket Candi Borobudur jadi Rp 750.000 kurang tepat karena dinilai akan membebani masyarakat.

Menurutnya, rencana itu tidak sejalan dengan prinsip pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi nasional.

Selain itu, alasan pemerintah menaikkan harga tiket karena untuk menjaga kelestarian situs bersejarah di dunia tersebut dinilai tidak logis.

Baginya, ada cara-cara yang lebih logis untuk menjaga kedisiplinan turis selama berada di area wisata agar kelestarian candi tetap terjaga dengan baik.

"Kurang tepat apabila Pak Luhut menilai kenaikan harga ini sebagai langkah pelestarian candi. Ada cara-cara yang lebih logis untuk menjamin kelestarian candi, misalnya melalui edukasi dan komitmen menjaga sikap disiplin dan tidak melanggar aturan selama berada di area candi yang tertulis di setiap lembar tiket," kata Prasetyo, seperti dikutip dari laman resmi DPR, Senin (6/6/2022).

Legislator Dapil Jawa Tengah VI tersebut mengusulkan agar wisatawan yang terbukti melanggar aturan di Candi Borobudur dikenai denda atau sanksi sosial. Ia yakin sanksi tersebut dapat diterima publik dan tidak membebani rakyat.

Kritik juga disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus. Menurut legislator PDI Perjuangan itu, pemerintah cukup membatasi jumlah pengunjung yang boleh naik ke Candi Borobudur diangka 1.200 orang, tak perlu menaikkan harga tiket.

"Lakukan saja kebijakan, siapa yang datang lebih dulu, boleh naik hingga jumlah maksimum yang ditetapkan. Atau siapa yang mendaftar lebih dulu melalui aplikasi, boleh naik. Akan lebih baik jika dikombinasikan antara yang datang lebih dulu dengan yang mendaftar lebih dulu melalui aplikasi, agar ada keadilan antara yang punya akses ke aplikasi dengan yang tidak," ujarnya.

Menurut Deddy, dengan menaikkan harga tiket Candi Borobudur, pemerintah terkesan lebih ke arah komersialisasi ketimbang konservasi. Baginya, kebijakan itu tidak berpihak ke masyarakat yang berpenghasilan pas-pasan.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai, kenaikan harga tiket Candi Borobudur bukanlah upaya konservasi seperti yang disampaikan pemerintah, melainkan untuk kepentingan komersialisasi.

Pasalnya, kenaikan tarif tiket Candi Borobudur ini dinilai terlalu tinggi sehingga tidak semua kalangan masyarakat dapat mampu membayarnya.

"Kalau tarifnya selangit seperti ini, itu bukan untuk kepentingan konservasi, tapi untuk kepentingan komersialisasi. nanti hanya orang kaya saja yang bisa masuk," ucapnya.

Menurutnya, jika manajemen Candi Borobudur memerlukan biaya operasional yang tinggi untuk melakukan konservasi candi, seharusnya dapat dilakukan dengan cara lain bukan dengan menaikan tarif tiket.

Misalnya, manajemen dapat mengeksplorasi kawasan candi dengan wahana wisata yang lain yang dapat dikomersialisasikan.

Tunda kenaikan

Saat menghadiri rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI pada Kamis (9/6/2022), Luhut menjelaskan wacana kenaikan harga tiket masuk ke Candi Borobudur.

Luhut menjelaskan, tarif Rp 750.000 bagi turis lokal tersebut berdasarkan hasil kajian dari organisasi UNESCO yang mengurusi pendidikan, sains, dan kebudayaan.

"Karena itu, Borobudur itu memang parawisatanya kop-nya di saya. Pak, ada PUPR-nya di situ (Kementerian PUPR sekarang). Mengenai Borobudur, kami bikin studi komprehensif, UNESCO itu di situ bapak ibu. Nah, angka (harga tiket Rp 750.000) itulah keluar," kata Luhut.

Lantaran mendapat kritikan berbagai kalangan, Luhut menunda kenaikan harga tiket naik ke Candi Borobudur. Ia berjanji akan kembali mempelajari hal tersebut.

"Tapi, karena ribut-ribut semua, saya bilang gitu deh tunda saja dulu. Nanti kita lihat lagi, pelajari. Tapi bapak ibu saya sekalian, saya laporkan Borobudur itu sudah mulai rusak," ucapnya.

Luhut juga mengaku akan kembali mendengarkan usulan dari masyarakat terkait dengan harga tiket Candi Borobudur. Tak menutup kemungkinan ada penurunan harga.

"Ya kami lihat nanti (peluang penurunan harga tiket). Kami dengarkan lagi pendapat masyarakat. Tapi itu sudah kami bandingkan dengan seluruh dunia, ya harganya kira kira segitu," kata dia.

Sasaran tembak

Selain itu, Luhut juga meluapkan unek-uneknya dalam rapat kerja dengan Banggar DPR tersebut. Ia menyinggung soal banyaknya pihak yang mengkritiknya, termasuk dalam rencana kenaikan harga tiket Candi Borobudur.

Luhut merasa dirinya menjadi "sasaran tembak" sejumlah pihak, termasuk anggota DPR. Ia menilai kritik tersebut disampaikan hanya untuk mencari popularitas.

Luhut mengatakan bahwa rencana kenaikan harga tiket Candi Borobudur sudah melalui proses panjang. Ia pun memberikan pesan kepada para pengkritiknya.

"Jadi ada kadang-kadang, maaf teman-teman bapak-ibu juga yang langsung kritik saya, nembak 12 pas, enggak tahu masalahnya. Kalau boleh mohon, lain kali telepon saya saja, masalahnya apa sih?," kata Luhut.

"Jadi jangan cari, mohon maaf bapak-ibu, cari popularitas dengan nyerang saya. Saya ini hanya pelaksana. Percayalah, saya enggak akan melakukan yang di luar yang semau-mau saya. Semua yang saya kerjakan basisnya studi, basis data," sambung dia.

https://money.kompas.com/read/2022/06/10/133200826/saat-luhut-merasa-jadi-sasaran-tembak-polemik-harga-tiket-candi-borobudur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke