Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Covid-19 dan Bitcoin

Covid-19 yang mulai terkendali dalam jangka waktu dua tahun merupakan angin segar untuk meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi.

Saat Covid-19 terjadi, seluruh dunia mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dan finansial.

Hal tersebut terjadi karena pembatasan kegiatan dan aktivitas yang dibatasi guna menghentikan penyebaran Covid-19.

Ketika kegiatan dan aktivitas dibatasi, maka mengakibatkan permintaan (demand) menjadi turun.

Saat permintaan turun, maka produsen akan mengurangi jumlah produksinya (supply). Akibat dari produksi menurun, maka omset otomatis juga akan ikut menurun.

Sementara para pengusaha/produsen memiliki beban (cost) untuk menanggung biaya seperti biaya modal, sewa gudang, maupun gaji karyawan yang harus tetap dibayarkan walau menurunnya omset.

Mau tidak mau para pengusaha UMKM, menengah maupun besar harus memiliki strategi agar usahanya tetap dapat bertahan.

Kondisi ini mengakibatkan pemerintah di seluruh negara harus turun tangan agar dapat tetap menjaga perekonomian di negaranya.

Salah satu cara turun tangan pemerintah adalah dengan melakukan kebijakan moneter berupa quantitative easing (injeksi likuiditas).

Quantitative easing adalah stimulus ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah untuk menambah jumlah uang yang beredar dengan cara membeli aset keuangan dari institusi swasta atau bank komersial maupun surat berharga jangka panjang milik pemerintah di pasar terbuka.

Dengan membeli aset keuangan dari institusi swasta maupun milik pemerintah di pasar terbuka, mengakibatkan meningkatnya supply uang di masyarakat.

Dengan meningkatnya jumlah uang yang beredar, maka akan berakibat menurunnya suku bunga.

Sehingga diharapkan dapat meningkatkan jumlah konsumtifitas masyarakat. Dan pada akhirnya roda perekonomian terus dapat berputar dan dijaga kestabilannya.

Namun, quantitative easing bukanlah kebijakan ekonomi tanpa memiliki risiko. Quantitative easing yang terlalu berlebih akan berdampak kepada inflasi, hyper inflasi atau bahkan stagflasi.

Selain itu, quantitative easing juga akan mengakibatkan instrumen investasi seperti obligasi dan deposito tidak lagi menarik bagi masyarakat maupun investor karena menurunnya jumlah suku bunga.

Oleh sebab itu, beralihlah para investor ke instrumen lainnya, berupa cryptocurrency seperti Bitcoin dan teman-temannya.

Hal ini mengakibatkan meningkatnya market cap mata uang digital (cryptocurrency) pada saat pandemi hingga mencapai All Time High Bitcoin yang hampir menyentuh Rp 1 miliar.

Hal ini terlihat juga dari jumlah pengguna atau member dari salah satu platform crypto exchange, yaitu Indodax yang mencapai 4,8 juta member pada tahun 2021.

Selain jumlah member yang melesat, total transaksi yang dilakukan dalam platformnya tumbuh sekitar 700 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Mengapa hal ini dapat terjadi ?

Tidak lain karena tidak menariknya instrument investasi maupun market saham yang ada karena adanya menurunnya daya konsumsi masyarakat saat covid-19 dan berdampak langsung kepada omset pengusaha.

Dengan turunnya omset, maka akan turun pula keuntungan yang akan didapat dan mengakibatkan kurang menariknya berinvestasi di saham saat itu.

Namun, keperkasaan harga Bitcoin tidaklah bertahan lama. Hal ini diakibatkan adanya Profit Taking yang dilakukan oleh para pemegang Bitcoin dan ancaman dari negara-negara yang menolak penggunaan Bitcoin sebagai sarana transaksi yang legal.

Di luar itu juga karena sudah mulai terkendalinya Covid-19 yang mengakibatkan pengambilan kebijakan moneter dengan mulai mengurangi Quantitative easing yang sebelumnya dilakukan.

Hal ini juga bertujuan meningkatkan kembali konsumtifitas masyarakat.

Turunnya harga Bitcoin yang disebabkan profit taking dan mulai meningkatnya konsumtifitas masyarakat, mengakibatkan mulai beralihnya kembali investor masuk ke pasar modal.

Terbukti dengan IHSG yang menyentuh All Time High pada bulan April hingga mencapai lebih dari 7.300 point.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa meningkatnya harga cryptocurrency pada tahun 2021 adalah sebuah tren yang terjadi karena tidak menariknya pasar saham dan instrument investasi lainnya.

Walau cryptocurrency masih dipertanyakan konsistensinya untuk investasi oleh para investor senior, namun setidaknya saat ini cryptocurrency menjadi salah satu pilihan dalam mendapatkan capital gain selain di pasar modal.

https://money.kompas.com/read/2022/06/13/160313626/covid-19-dan-bitcoin

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke