Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menilik Lahirnya Bibit Community Based Enterprise dari Situasi Bencana

DALAM beberapa waktu belakangan, kita semakin mengenal unit usaha sosial atau social enterprise.

Ini merupakan unit usaha yang lahir dari kesadaran perseorangan atau sekelompok masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup dengan melakukan strategi-strategi bisnis.

Jika ditinjau dari semangatnya, unit usaha sosial ditujukan bukan untuk kesejahteraan perseorangan seperti bisnis pada umumnya, tetapi menyasar pada kesejahteraan bersama atau masyarakat dengan memperhatikan dampak bagi lingkungan sekitarnya.

Pemicu lahirnya unit ini bermacam-macam, dimulai dengan kesadaran masyarakat maupun adanya motor penggerak dari pihak luar.

Bahkan, kesadaran ini juga bisa lahir dari kondisi yang memaksa komunitas untuk bergerak bangkit dari situasi yang tidak menyenangkan, salah satunya ketika masyarakat sedang berada pada situasi bencana.

Kondisi ini dialami oleh sekelompok warga di pinggir wilayah Pantai Barat, Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu Desa Ombo, Kecamatan Sirenja.

Desa ini berada di kabupaten Donggala dan menjadi salah satu desa yang mengalami bencana nasional gempa bumi pada tahun 2018.

Tidak jauh dari Desa Ombo, tsunami menerjang daerah pedesaan dan mengubah tatanan hidup masyarakat setempat.

Ditambah lagi ketika Pandemi Covid-19 memaksa mereka untuk tinggal di rumah dan menghambat laju pertumbuhan perekonomian.

Sehingga bangkit setelah mengalami bencana menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat yang dihadapkan dengan situasi sosial politik di daerahnya, ditambah lagi wilayah ini jauh dari ibu kota Provinsi.

Tetapi, situasi ini justru melahirkan inspirasi bagi pemuda desa Ombo untuk kreatif mencari solusi agar perekonomian desanya bangkit kembali.

Ighal adalah salah satu pemuda lokal yang menyadari desanya memiliki potensi pertanian jagung untuk dikembangkan secara kolektif bersama dengan warga setempat.

Langkah awal yang dilakukannya adalah bertemu dengan tokoh masyarakat seperti kepala dusun dan pemuka masyarakat untuk menghidupkan kelompok tani “Rahmat Tani” sebagai wadah penggerak perekonomian berbasis komunitas di Desa Ombo.

Ide ini disambut baik, dan ditindaklanjuti dengan mengajak warga setempat terlibat. Namun, ternyata tidak mudah mengajak warga ikut bertani.

Warga masih memiliki keengganan karena bencana alam yang dialami tahun 2018 dan dan bencana non-alam pandemi Covid tahun 2020.

Realitasnya, menggerakkan warga tidak cukup dengan sosialisasi atau ajakan. Ighal dan pemuka masyarakat harus mau turun langsung ke lapangan, menjalani program secara konsisten sehingga dapat menjadi percontohan bagi warga lainnya.

Mereka juga harus menyebar ke berbagai kelompok masyarakat, seperti ke Karang Taruna untuk berdiskusi dan menggandeng generasi muda bergabung dalam gerakan Rahmat Tani.

“Kami tidak mengajak, tapi kami hanya membuka supaya menjadi contoh bagi masyarakat. Jadi memecah ke Karang Taruna ini justru untuk sosialisasi, tapi semuanya di bawah payung Rahmat Tani,” terang Kepala Dusun Ombo yang ditemui Januari 2022 lalu.

Akhirnya, program bisa berjalan awal 2020, dimulai dengan menggarap 1 hektar lahan hingga tahun 2022 bisa menggarap 80 hektar lahan.

Bahkan, Desa Ombo disampaikan oleh Bupati sebagai lumbung pangan kedua di Kabupaten Donggala berkat hidupnya gerakan bertani di sana.

Bersama dengan Rahmat Tani, warga kini perlahan dapat meningkatkan kualitas hidup dan perekonomiannya dari hasil bertani jagung.

Lebih lanjut, keberadaan Rahmat Tani juga menjadi wadah diskusi dan saluran komunikasi warga untuk menggali potensi lain dari desa.

Setidaknya ada lima potensi desa yang dipetakan oleh Rahmat Tani guna meningkatkan perekonomian desa, yaitu pertanian dengan mengolah lahan jagung, perikanan dari nelayan desa, pengolahan hasil hutan, ternak, dan wisata edukasi.

Komunikasi partisipatif 

Upaya yang dilakukan oleh pemuda desa Ombo bersama dengan pemuka masyarakat merupakan gambaran dari pentingnya komunikasi partisipatif dalam meningkatkan kesejahteraan komunitas dari dalam komunitas itu sendiri.

Gagasan utama komunikasi partisipatif adalah memberikan suara kepada seluruh pihak yang terlibat dalam membahas suatu isu kompleks di masyarakat.

Pada proses ini, kelompok masyarakat melakukan identifikasi secara mandiri mengenai permasalahan yang dihadapi sampai pada solusi yang mungkin dilakukan.

Setiap anggota masyarakat diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan yang bisa membantu mereka keluar dari situasinya (Kheerajit & Flor, 2013).

Penerapan praktik komunikasi ini juga bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat atas kondisinya.

Kemudian, bermula dari kesadaran itu mereka akan bisa memetakan peluang dan pilihan apa yang mereka miliki untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.

Dengan demikian, masyarakat bisa merencanakan perubahan dan pembangunan berkelanjutan.

Ini dipraktikan oleh pemuka masyarakat desa Ombo yang berfokus pada membangun kultur diskusi di kalangan warga untuk bersama-sama mencari solusi dari permasalahan ekonomi pascabencana.

Partisipasi hanya dapat divalidasi dari 'action' atau tindakan yang artinya bahwa mengkomunikasikan suatu pembangunan di tengah komunitas adalah dengan melakukan aksi atau tindakan bersama-sama (Freire, 1972).

Pemuka masyarakat tidak akan bisa mengubah kesadaran warga desa Ombo, jika hanya dengan ajakan kosong.

Namun dengan membuka diskusi, memberikan contoh, dan ikut melaksanakan pertanian bersama dengan warga, maka semakin banyak warga yang kemudian ikut terlibat.

Ini kemudian menjadi catatan penting bahwa mendorong kemajuan di tengah masyarakat, akan bisa konsisten dan berkembang apabila masyarakat terlibat aktif.

Keterlibatan dimulai dari membangun pemahaman bersama (sense making), sampai pada melaksanakan program kerja di komunitas.

Mungkin ini yang disebut sebagai blessing in disguise, keterpurukan kondisi ekonomi pascabencana justru menghadirkan geliat untuk memetakan potensi wilayahnya dan menemukan solusi kreatif dari sana.

Sebagai hasil dari proses komunikasi yang dilakukan, Rahmat Tani kemudian menjadi wadah kegiatan pertanian warga dan menjadi bibit lahirnya community based enterprise di Desa Ombo, Donggala, Sulawesi Tengah.

Keberadaan wadah ini rupanya menarik sejumlah lembaga, baik pemerintah maupun NGO untuk ikut membatu pengembangan Rahmat Tani.

Berawal dari situasi bencana, melahirkan gagasan dari warga lokal yang dikembangkan bersama-sama, kini Desa Ombo telah memiliki jaringan yang dikelola secara mandiri demi kesejahteraan komunitas di sana.

*Caecilia Santi Praharsiwi, M.A, Dosen FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta

https://money.kompas.com/read/2022/06/26/151824926/menilik-lahirnya-bibit-community-based-enterprise-dari-situasi-bencana

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke