Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Segera Evaluasi Penerbangan Nasional

Namun di sisi lain, Presiden Direktur Lion Air Group Capt. Daniel Putut Kuncoro Adi, menyatakan dalam kondisi ini maskapai masih tidak bisa untung.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI pada 28 Juni lalu, Daniel menyatakan kurs dollar AS yang tinggi menyebabkan biaya perawatan dan harga avtur melonjak tinggi.

Juga ada inefisiensi layanan di bandara dan navigasi yang memengaruhi operasional penerbangan sehingga waktu tempuh pada rute-rute tertentu menjadi lebih lama dan memerlukan bahan bakar lebih banyak.

Padahal bahan bakar avtur ini mempunyai porsi sekitar 35 persen dari biaya operasional penerbangan.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Bukankah seharusnya jika harga tinggi maka produsen akan mendapatkan untung?

Perlukah evaluasi total terhadap penerbangan nasional untuk mengetahui akar masalah dan memperbaikinya?

Penerbangan sarat dengan aturan dan kebijakan pemerintah, baik yang dibuat sendiri maupun adopsi dari aturan internasional.

Mulai dari keselamatan, keamanan, bisnis hingga sumber daya manusia semua diatur pemerintah.

Pengaturan bisnis, misalnya, pada tarif, flight approval, rute, slot dan frekuensi penerbangan.

Jadi bola panasnya sekarang ada di pemerintah. Pemerintah tidak lagi bisa memakai paradigma lama yang menganggap penerbangan hanya untuk masyarakat kelas menengah ke atas.

Karena saat ini penerbangan merupakan kebutuhan vital bagi seluruh masyarakat, mengingat penduduk Indonesia tersebar di ribuan pulau yang efektif dihubungkan dengan penerbangan.

Pemerintah juga harus selalu tanggap dan terus melakukan inovasi terkait aturan penerbangan.

Menurut Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), penerbangan sangat rentan terpengaruh krisis yang terjadi, baik di internasional maupun nasional atau istilahnya perennial crisis.

Jika terjadi krisis terkait ekonomi, politik, perang, penyakit dan sebagainya, akan berdampak krisis pula pada penerbangan.

Tarif dan finansial maskapai

Evaluasi mungkin bisa dilakukan mulai dari pengaturan tarif penerbangan. Baik itu mengenai tata cara pengolahan tarif hingga penerapan tarif pada maskapai dan masyarakat.

Tarif merupakan pendapatan terbesar dari maskapai dan bagian terbesar dari harga tiket pesawat. Selain itu ada asuransi, pajak dan biaya layanan bandara. Pada kondisi tertentu juga ada biaya tambahan bahan bakar.

Perlu dilakukan penelitian apakah besaran tarif yang sekarang ini benar-benar membebani daya beli masyarakat? Ataukah masyarakat hanya merasa harga sekarang lebih mahal dari harga yang dulu?

Hal ini mengingat bahwa sebenarnya tarif pada harga tiket sekarang masih dalam koridor aturan tarif dari pemerintah.

Hanya saja dulu terjadi perang tarif antarmaskapai sehingga harga tiket murah. Saat sekarang maskapai tidak lagi perang dan mulai menerapkan harga normal, masyarakat merasa harga tiket mahal.

Kemudian terkait keluhan maskapai sulit untung, juga harus diteliti apakah memang benar demikian?

Pemerintah bisa meminta laporan keuangan maskapai saat ini dan mengevaluasinya, apakah benar ada dampak dari kenaikan kurs dollar AS yang mengakibatkan kenaikan harga avtur dan biaya perawatan.

Pemerintah jangan terlalu reaktif dengan klaim dari salah satu maskapai. Namun demikian juga tidak boleh abai karena pada kenyataannya finansial maskapai terdampak parah oleh pandemi Covid-19 selama lebih dari dua tahun.

Jika finansial benar-benar buruk dan maskapai ambruk, tentu yang rugi adalah bangsa Indonesia.

Di dunia internasional, mayoritas negara tidak melakukan pengaturan tarif penerbangan secara rinci, baik untuk domestik maupun internasional.

Kebijakan ini bisa diadopsi sebagian oleh Pemerintah Indonesia, yaitu menerapkan pengaturan tarif pada rute-rute tertentu dan melepaskan tarif sesuai mekanisme pasar pada rute-rute tertentu.

Tarif bisa tidak diatur pada rute yang substitusi transportasinya sudah sangat baik. Misalnya saja pada rute-rute di dalam Pulau Jawa dan sebentar lagi bisa di Pulau Sumatera.

Hal ini karena sudah ada substitusi transportasi yang sangat baik seperti kereta api dan jalan tol serta tingkat perekonomian masyarakat yang tinggi.

Biarkan pesawat bersaing dengan kereta dan transportasi darat. Dengan demikian terjadi penyesuaian persaingan antarmoda dan perusahaan transportasi bisa beroperasi lebih efektif dan efisien.

Pemerintah hanya perlu mengawasi sisi keselamatan dan keamanan dipenuhi oleh tiap moda transportasi.

Di sisi lain, untuk rute-rute antarpulau, pemerintah harus mengatur tarif penerbangan karena substitusi transportasi yang ada hanyalah kapal laut.

Padahal di dunia internasional saat ini, transportasi laut lebih banyak digunakan untuk pengangkutan barang. Kapal penumpang masih ada, namun terbatas karena waktu tempuhnya lama dan banyak dipengaruhi oleh kondisi cuaca.

Pengaturan tarif antarpulau ini juga perlu dilakukan agar jangan sampai dipakai oleh maskapai untuk subsidi silang dari tarif yang diterapkan untuk bersaing di rute intra Pulau Jawa- Sumatera.

Dengan pengaturan yang demikian, akan diperoleh keadilan bagi masyarakat di Pulau Jawa – Sumatera dan pulau lainnya.

Operasional penerbangan

Terkait keluhan waktu tempuh di rute-rute tertentu menjadi lebih lama dari sebelumnya, ada kemungkinan karena operasional di bandara yang belum maksimal sehingga terjadi macet dan antre pesawat. Tentu saja ini mengakibatkan penggunaan bahan bakar pesawat menjadi lebih banyak.

Memang selama masa pandemi Covid-19, demi efisiensi biaya operasional, banyak pengelola bandara yang mengurangi operasionalnya. Baik itu penggunaan sarana dan prasarana, jam buka bandara hingga SDM.

Misalnya, di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, runway selatan dan beberapa terminal penumpang untuk sementara ditutup dan jumlah personelnya disesuaikan.

Pengelola bandara tentu saja tidak bisa begitu saja mengoperasikan kembali sarana dan prasarana karena terkait dengan biaya operasional.

Diperlukan peran pemerintah untuk menjembatani kebutuhan maskapai dan pengelola bandara.

Apakah perlu diberikan subsidi kepada pengelola bandara, atau mungkin ada kebijakan lain yang menguntungkan semua pihak.

Evaluasi SDM

Tidak kalah pentingnya adalah evaluasi sumber daya manusia pemerintah sebagai regulator penerbangan.

Kementerian Perhubungan harus berbesar hati untuk mengevaluasi diri. Mengingat bahwa penerbangan nasional sarat dengan aturan dan kebijakan yang tentunya dibuat oleh pemerintah.

Dunia penerbangan yang selalu mengalami perennial crisis memerlukan sumber daya yang kompeten, inovatif dan tangguh.

Bisa cepat menganalisa, melakukan tindakan hingga evaluasi dan sosialisasi dalam hal pengaturan, pengawasan dan pengendalian terutama pada bisnis penerbangan.

Analisa bisa dilakukan pada laporan keuangan dan fenomena operasional penerbangan sehingga diketahui kondisi riil maskapai dan kondisi iklim bisnis penerbangan nasional. Selanjutnya bisa dilakukan pengaturan, pengawasan dan pengendalian yang lebih tepat.

Laporan keuangan maskapai yang sudah diaudit, menurut Undang-Undang Penerbangan wajib diserahkan kepada Meneri Perhubungan satu tahun sekali.

Namun sepertinya tidak dilakukan analisa yang baik sehingga tidak terdeteksi maskapai yang kondisi finansialnya buruk dan penyebab-penyebabnya.

Seperti diketahui, beberapa tahun sebelum pandemi Covid-19 sebenarnya kondisi penerbangan nasional sudah tidak baik.

Finansial maskapai turun, terjadi perang tarif hingga mengakibatkan saat ini iklim bisnis penerbangan nasional tidak sehat karena terjadi penguasaan pangsa pasar oleh satu group maskapai.

Jika ingin memperbaiki penerbangan sehingga berdampak baik untuk masyarakat, industri penerbangan serta perekonomian nasional, sudah saatnya dilakukan evaluasi total pada penerbangan nasional dengan melibatkan maskapai, perwakilan masyarakat serta para ahli dan analis penerbangan nasional.

https://money.kompas.com/read/2022/06/30/102027626/segera-evaluasi-penerbangan-nasional

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke