Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Potensi Ekonomi Kurban dan Kesenjangan Konsumsi Daging

Direktur Ideas Yusuf Wibisono mengatakan, penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku atau PMK yang marak dalam beberapa bulan terakhir berpotensi memberi tekanan pada harga hewan ternak akibat pembatasan mobilitas hewan ternak serta minimnya pasokan akibat terbatasnya hewan ternak yang bebas penyakit.

"Meski tahun ini keberangkatan jemaah haji ke tanah suci sudah kembali dibuka, namun terhambatnya pemulihan ekonomi pasca pandemi akibat krisis global, melemahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga pangan dan energi, serta penyebaran wabah PMK, menyebabkan kami mengambil estimasi kenaikan yang konservatif," katanya dalam keterangan tertulis, Senin, (4/7/2022).

Dari 2,17 juta keluarga muslim berdaya beli tinggi yang berpotensi menjadi shahibul qurban (pekurban), kebutuhan hewan kurban terbesar adalah kambing-domba sekitar 1,31 juta ekor, sedangkan sapi-kerbau sekitar 519.000 ekor.

"Dengan asumsi berat kambing-domba antara 20-80 kg dengan berat karkas 41 persen serta berat sapi-kerbau antara 250-750 kg dengan berat karkas 57 persen, maka potensi ekonomi kurban 2022 dari sekitar 1,8 juta hewan ternak ini setara dengan 106.200 ton daging," kata Yusuf.

Yusuf menyebutkan, potensi kurban terbesar datang dari Pulau Jawa, terutama wilayah aglomerasi dengan mayoritas kelas menengah muslim yang memiliki daya beli tinggi.

Potensi kurban di Pulau Jawa diproyeksi terdiri dari 396.000 sapi-kerbau dan 936.000 kambing-domba senilai Rp 18,3 triliun, atau setara 80.400 ton daging.

"Sedangkan potensi kurban Jawa tertinggi berasal dari Jabodetabek, yaitu 117.000 sapi-kerbau dan 280.000 kambing-domba, senilai Rp 5,3 triliun, setara 24.000 ton daging. Potensi kurban Jawa terbesar lainnya datang dari Bandung Raya, Surabaya Raya, Yogyakarta Raya, Malang Raya dan Semarang Raya," ucapnya.

Menurut dia, jika kurban terkelola dengan baik, semestinya mampu menjadi kekuatan ekonomi yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas bawah namun juga memberdayakan peternak rakyat yang tingkat kesejahteraannya juga rendah.

Kesenjangan konsumsi daging

Sementara itu, Askar Muhammad yang juga Peneliti Idea menjelaskan, besarnya potensi daging yang dihasilkan dalam pelaksanaan kurban berpeluang menurunkan ketimpangan atau kesenjangan konsumsi daging yang jika diukur dengan rasio gini di atas 0,6.

Pada 2021, rata-rata penduduk di persentil tertinggi (1 persen kelas terkaya) mengonsumsi 4,52 kg daging kambing dan sapi per tahun, 230 kali lebih tinggi dari rata-rata penduduk di persentil terendah (1 persen kelas termiskin) yang hanya mengonsumsi 0,02 kg daging per tahun.

"Kesenjangan konsumsi daging tidak hanya terjadi antar kelas ekonomi namun juga antar daerah. bahkan juga terjadi antar daerah di Jawa. Sebagai misal, pada 2021, konsumsi rata-rata daging di Jakarta Pusat tercatat 1,73 kg per tahun, 40 kali lebih tinggi dari konsumsi Kab. Pandeglang yang tercatat hanya 0,04 kg per tahun," kata dia.

Dengan potensi daging yang mencapai 106.200 ton, maka kurban berpotensi memperbaiki tingkat gizi dan kesehatan masyarakat jika terjadi pendistribusian daging kurban terutama kepada kelompok termiskin dan daerah minus kurban.

"Tanpa rekayasa sosial, distribusi daging kurban berpotensi hanya beredar di wilayah yang secara rata-rata konsumsi dagingnya justru sudah tinggi," lanjut Askar.

Temuan Ideas menunjukkan, daerah-daerah surplus daging kurban terbesar seluruhnya tercatat sebagai wilayah dengan konsumsi daging yang tertinggi seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Sebaliknya, daerah-daerah defisit daging kurban terbesar seluruhnya tercatat sebagai wilayah dengan konsumsi daging yang terendah seperti Kab. Temanggung, Kab. Pandeglang dan Kab. Ngawi.

"Dari simulasi kami, daerah dengan potensi surplus kurban terbesar didominasi daerah metropolitan Jawa, seperti Jakarta (7.451 ton) dan Bandung, Cimahi dan Kab. Sumedang (6.804 ton)," sebut Askar.

Daerah surplus kurban terbesar lainnya adalah Kab. Sleman dan Kab. Bantul (4.146 ton), Bogor, Depok dan Kab. Sukabumi (2.892 ton), Bekasi (2.135 ton), Kota Tangerang dan Tangerang Selatan (2.048 ton), Surabaya dan Kab. Sidoarjo (2.036 ton) dan Kota Semarang (1.369 ton).

"Sementara itu daerah dengan potensi defisit kurban terbesar didominasi daerah pedesaan Jawa, antara lain kawasan utara Jawa Timur, yaitu Kab. Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep (-2.795 ton), kawasan utara Jawa Tengah yaitu Kab. Brebes, Tegal, Pemalang, Purbalingga, dan Pekalongan (-2.612 ton), Kab. Grobogan. Blora, Pati, Jepara, dan Kudus (-2.460 ton)," ucapnya.

Daerah defisit lainnya yaitu kawasan timur Jawa Timur yaitu Kab. Jember, Bondowoso dan Probolinggo (-1.807 ton), kawasan utara Jawa Barat yaitu Kab. Karawang, Indramayu, Majalengka, dan Cirebon (-1.572 ton), serta wilayah barat Banten yaitu Kab. Tangerang, Serang dan Pandeglang (-1.526 ton).

Askar menyimpulkan bahwa ketepatan pendistribusian kurban kepada sasaran yang paling berhak menjadi krusial dan menjadi salah satu indikator terpenting pelaksanaan kurban.

"Jika dapat dilakukan perfect targeting kepada kelompok masyarakat yang paling berhak dengan diiringi pembedaan jumlah daging kurban sesuai kebutuhan mustahik, maka kemanfaatan daging kurban akan menjadi optimal. Dengan demikian, gini rasio konsumsi daging dapat diturunkan menjadi 0,4 atau ketimpangan moderat," pungkasnya.

https://money.kompas.com/read/2022/07/04/112656226/potensi-ekonomi-kurban-dan-kesenjangan-konsumsi-daging

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke