Terkait hal tersebut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengungkapkan keprihatinannya.
“Ada yang terjadi dalam beberapa hari ini membuat kami sedih, petani sawit TBS itu harganya di bawah Rp 1.600 per kg, bahkan ada yang di bawah Rp 1.000 per kg. Tentu ini kami prihatin, oleh karena itu, kita cari cara agar ini bisa selesai,” kata Zulhas di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Zulhas mengatakan masalah penjualan TBS ke Malaysia terjadi karena pabrik–pabrik minyak sawit memiliki kendala memasarkan produksinya. Hal ini membuat TBS petani tidak bisa diserap di dalam negeri akibat tangki pabrik yang masih penuh.
“Tapi kalau tangkinya masih penuh, membeli juga pastinya sedikit karena enggak bisa mengolahnya. Saya juga sedih lihat petani kita mempertaruhkan dirinya membawa (menjual) TBS ke negara tetangga (Malaysia). Yang dekat mungkin bisa, tapi kalau yang jauh bagaimana?,” kata Zulhas.
Di sisi lain, Zulhas meminta agar pabrik membeli TBS dengan harga Rp 1.600 per kg. Namun Mendag menyadari hal ini akan membuat pengusaha membeli TBS dalam jumlah lebih sedikit karena terbatasnya keuangan perusahaan.
“Kuncinya adalah distribusi, dan harga TBS itu terkait dengan kelancaran ekspor. Kalau ekspornya lancar, pabrik–pabrik TBS tangkinya kosong, dan bisa membeli sawit rakyat. Kalau sawit banyak yang membeli, hukum pasar sedikit demi sedikit harganya akan naik,” ujar Zulhas.
Sementara itu, Plt. Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengatakan, rendahnya rasio DMO dan juga persetujuan ekspor (PE) membuat stok CPO dalam negeri menumpuk. Pada Juni 2022, stok tangki CPO mencapai 6,2 juta ton atau 100 persen.
“Seharusnya bisa normal kembali di akhir Juli 2022, dengan rasio PE CPO sebesar 8,5 kali lipat. Stop tangki penuh, kalau ini tidak berjalan maka pengambilan TBS kurang. Saya perkirakan rasio 1:8,5 dalam 2 bulan selesai sehingga bisa kita tarik TBS,” ujar Sahat.
https://money.kompas.com/read/2022/07/06/161203326/mendag-zulhas-saya-sedih-petani-jual-sawit-ke-malaysia