Pasalnya, sejumlah pihak sempat menduga, aksi korporasi yang dilakukan Telkomsel terhadap GoTo itu berpotensi melanggar prinsip good governance.
Merespons hal tersebut, Analis Pasar Modal sekaligus CEO Finvesol Consulting Fendi Susiyanto mengatakan, sebuah lembaga konsultasi investasi di pasar modal meyakini bahwa proses investasi yang dilakukan oleh Telkomsel di GoTo sudah sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku di kedua perusahaan.
Faktor Singtel
Di sisi Telkomsel, keberadaan Singtel sebagai pemegang saham, tidak akan memberikan lampu hijau jika investasi itu tidak dilakukan secara prudent, penuh kehati-hatian dan memberikan benefit yang optimal kepada perusahaan.
Apalagi, pemerintah Singapura sebagai pemilik Singtel selama ini dikenal tegas dan tidak berkompromi dalam hal pelanggaran terhadap pelaksanaan good corporate governance (GCG).
Banyak investor kelas dunia
Demikian halnya dengan GoTo, Fendi meyakini, dengan banyaknya pemegang saham seperti Google, Visa, AIA, Astra International, Blue Bird dan nama-nama besar investor kelas dunia lainnya, tentunya memiliki mekanisme yang ketat dan pasti dalam mengambil keputusan kerja sama investasi.
“Kalau dibaca di Anggaran Dasar GoTo di websitenya, jelas sekali disebutkan bahwa penambahan modal melalui pengeluaran efek bersifat ekuitas, seperti obligasi konversi yang dilakukan oleh Telkomsel ke GoTo, harus dengan persetujuan paling sedikit 2/3 pemegang saham," tutur Fendi, dalam sebuah diskusi, Selasa (12/7/2022).
"Mustahil rasanya kerja sama investasi seperti dengan Telkomsel itu hanya diputuskan oleh direksi apalagi seorang komisaris GoTo," tambah dia.
Soal potensi kerugian Telkom
Terkait potensi kerugian investasi yang dialami PT Telkom pada kuartal I-2021 sebagai akibat investasi Telkomsel di GoTo, Fendi menilai hal itu adalah mekanisme pasar biasa yang terjadi di pasar modal.
Sebab, pada akhir semester I-2022 Telkom justru berpotensi mencatat potensial gain hingga Rp2,7 triliun.
Perhitungannya, dengan asumsi jumlah saham Telkomsel sebanyak 23,7 miliar saham dan harga penutupan saham GoTo pada 30 Juni sebesar Rp 388 per saham, maka nilai investasi Telkomsel di GoTo sudah bernilai Rp 9,91 triliun.
Sementara dengan harga beli saham di kisaran Rp 270 per saham, total investasi Telkomsel di GoTo hanya sebesar Rp 6,39 triliun.
Menurut Fendi perusahaan sebesar Telkom dan Telkomsel tidak mungkin berinvestasi dalam jumlah yang besar hanya dengan motif untuk untuk mendapatkan capital gain dari naik turunnya harga saham ataupun dividen secara jangka pendek.
Ia menambahkan, dengan semakin terbatasnya ruang pertumbuhan bisnis bagi industri telekomunikasi, langkah Telkomsel masuk ke industri digital diperkirakan akan mampu mendorong kinerja perusahaan tetap tumbuh positif dalam jangka panjang.
Fendi menilai potensi nilai bisnis dari sinergi antara Telkomsel dengan GoTo sangat besar, yaitu dari sinergi operasional, sinergi pemasaran, sinergi keuangan.
Sebagai contoh, Telkomsel bisa melakukan cross-selling digital products, layanan data, konten dan iklan digital ke jutaan pengguna ataupun merchant di ekosistem GoTo.
Sementara sebagai salah satu perusahaan digital terbesar dan layanannya menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat Indonesia, GoTo butuh dukungan infrastruktur seperti yang dimiliki oleh Telkomsel.
“Inilah yang menjadikan investasi Telkomsel di GoTo menjadi sangat strategis, karena dimensinya untuk berbisnis bersama dalam jangka panjang dengan mengoptimalkan setiap peluang dalam ekosistem,” ucap Fendi.
https://money.kompas.com/read/2022/07/13/191544126/keputusan-investasi-telkomsel-di-goto-diyakini-sudah-sesuai-prosedur-ini