Fenomena itu tentu membawa keuntungan bagi lembaga jasa keuangan di Indonesia, salah satunya dengan adanya peningkatan tingkat inklusi keuangan. Namun demikian, percepatan adopsi teknologi digital juga berpotensi merugikan, dengan semakin nyata dan beragamnya ancaman kejahatan finansial.
Hasil studi Report to The Nations pada 2020 oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mengungkapkan, Indonesia menjadi negara dengan kasus fraud/penipuan keuangan terbanyak dari sebanyak 16 negara Asia Pasifik yang diteliti. Dalam setahun, kasus fraud keuangan di Indonesia mencapai 36 kasus, lebih tinggi dari China sebanyak 33 kasus, dan Australia 29 kasus.
Merespons hal tersebut, Business Development Director GBG Indonesia Stephen Tjokro menekankan, penguatan sistem manajemen anti fraud di lembaga jasa keuangan menjadi semakin penting. Pasalnya, beragam jenis kejahatan finansial akan terus bermunculan seiring dengan semakin masifnya adopsi teknologi digital di lembaga jasa keuangan.
"Lembaga keuangan perlu untuk melakukan atau mengimplentasi sistem fraud detection yang bisa melakukan analisa, melakukan deteksi, terhadap jenis-jenis fraud," ujar dia, di Jakarta, dikutip Jumat (29/7/2022).
Pengambilalihan data nasabah menjadi salah satu jenis kejahatan finansial yang marak terjadi. Ini bisa dilakukan pelaku melalui berbagai cara, mulai dari social engineering, serangan malware, hingga phising.
Untuk mengatasi hal tersebut, GBG menawarkan serangkaian solusi yang bisa membantu organisasi unutk memvalidasi dan memverifikasi identitas dan lokasi nasabah secara cepat. Hal ini dilakukan melalui teknologi, data, serta keahlian yang dimiliki GBG.
Stephen menjelaskan, salah satu keunggulan yang dimiliki pihaknya ialah GBG Intelligence Center. Yakni, sebuah platform dinamis ini terhubung ke jaringan teknologi eksternal serta mitra-mitra data yang ahli dalam bidang verifikasi identitas.
"Kita tidak bisa sendirian dalam menangani kasus fraud ini," kata dia.
Selain ancaman kejahatan finansial yang semakin masif, Bank Indonesia melalui PBI Nomor 23/7/PBI/2021 juga telah mewajibkan adanya prosedur dan sistem pengelolaan fraud bagi penyelenggara infrastruktur sistem pembayaran. Oleh karenanya, adopsi dan penguatan sistem manajemen anti fraud di lembaga jasa keuangan menjadi semakin perlu dilakukan.
"GBG melihat secara garis besar sistem perlindungan perbankan di Indonesia sudah cukup bagus, namun implementasi penanganan fraud pada tiap bank berbeda-beda, sehingga hal ini perlu dikaji kembali bersama-sama," ucap Stephen.
https://money.kompas.com/read/2022/07/29/073000426/manajemen-anti-fraud-makin-dibutuhkan-di-tengah-digitalisasi-perbankan