Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Profil Bisnis Konglomerat Surya Darmadi, Tersangka Pemecah Rekor Korupsi Terbesar RI

KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

Tak tanggung-tanggung, Surya Darmadi disinyalir melakukan dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp 78 triliun.

Nilai itu menjadi kasus korupsi dengan kerugian negara yang terbesar sepanjang sejarah aparat penegak hukum menangani kasus korupsi di Indonesia.

Praktis, kasus korupsi Surya Darmadi memecahkan rekor dengan menyisihkan kasus korupsi terbesar sebelumnya, yakni Asabri dengan perkiraan kerugian negara Rp 22,7 triliun.

Tak sendirian, Kejagung juga menetapkan Bupati Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) periode 1999-2008, Raja Thamsir Rachman (RTR) sebagai tersangka.

Surya Darmadi sendiri saat ini berstatus sebagai DPO (daftar pencarian orang) alias buron sejak 2014 dan disinyalir bersembunyi di Singapura. Hal ini menyebabkan dia belum ditahan hingga saat ini.

Kasus yang pernah menyeret bos Darmex Agro itu adalah dugaan suap revisi alih fungsi lahan hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan yang telah menjerat Gubernur Riau saat itu, Annas Maamun, pada medio 2015 lalu.

Taipan Surya Darmadi bahkan pernah diperiksa oleh KPK untuk menjadi saksi dalam kasus itu. Namun, pada akhirnya dia dapat lolos dari jeratan hukum.

Bisnis Surya Darmadi

Dikutip dari Kontan, Surya Darmadi adalah pemilik PT Duta Palma Group. Melalui PT Duta Palma Group ini, Surya Darmadi menyerobot lahan perkebunan di Riau.

Surya Darmadi sempat masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia ke-28 menurut majalah Forbes pada 2018. Total nilai kekayaan Surya Darmadi kala itu, mencapai 45 miliar dollar AS.

Kekayaan Surya Darmadi ini tak lepas dari perusahaan miliknya, PT Duta Palma Group atau Darmex Agro Group. Berdasarkan akun resmi LinkedIn, perusahaan Darmex Agro berdiri di Jakarta pada 1987.

Melalui salah satu anak perusahaannya, PT Duta Palma Nusantara, Darmex Agro menjadi salah satu kelompok budidaya, produksi, serta pengekspor kelapa sawit di Indonesia.

Perusahaan ini berkembang dengan mendirikan pabrik dan penyulingan di kawasan Riau dan Kalimantan. Adapun klaimnya, Darmex Agro telah memiliki delapan pabrik kelapa sawit di Pekanbaru (Riau), Jambi, dan Kalimantan, dengan total produksi minyak sawit mentah (CPO) sekitar 36.000 Mt per bulan.

Dalam kasus tersebut, PT Duta Palma Group diduga membuka dan mengelola perkebunan kelapa sawit tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Demikian pula izin lokasi dan izin usaha perkebunan bagi lima perusahaan yang berada di bawah naungan PT Duta Palma Group diduga diterbitkan secara melawan hukum.

Kelimanya adalah PT Duta Palma Group, yaitu PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani.

Kerugian negara

Sementara itu dikutip dari Harian Kompas, menurut perhitungan Kejagung, korupsi PT Duta Palma Group telah merugikan negara Rp 78 triliun.

Jumlah itu merupakan akumulasi dari kerugian keuangan negara ditambah kerugian perekonomian negara. Dari jumlah itu, kerugian keuangan negara sekitar Rp 10 triliun, sedangkan sisanya adalah kerugian perekonomian negara.

Penghitungan kerugian perekonomian negara tersebut dihitung dari berbagai aspek, seperti kewajiban pembayaran yang tak dipenuhi, termasuk dana reboisasi yang selama ini tidak dibayar PT Duta Palma Group.

Selain itu, kerugian perekonomian negara dihitung juga dari nilai produksi sawit sejak perkebunan itu berdiri hingga saat ini, termasuk kerugian lingkungan akibat perambahan hutan yang diubah menjadi hutan kelapa sawit.

https://money.kompas.com/read/2022/08/03/094047826/profil-bisnis-konglomerat-surya-darmadi-tersangka-pemecah-rekor-korupsi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke