Pengamat Energi UGM Fahmy Radhi menilai pengurangan subsidi energi ini tidak merugikan Pertamina karena, kompensasi dan subsidi pada dasarnya ditanggung pemerintah. Hanya saja penugasan tersebut dilakukan oleh Pertamina, dimana jika Pertamina menjual dibawah harga keekonomian, maka Peramina harus lebih dulu mengeluarkan dana talangan.
“Nantinya pemerintah akan membayarkan dana talangan pada anggaran berikutnya dan itu lebih kurang dalam jangka waktu 1 tahun. Sehingga besar kecilnya subsidi itu, secara real tidak merugikan Pertamina,” ujar Fahmy kepada Kompas.com, Kamis (18/8/2022).
Menurut Fahmy, hal yang menjadi beban bagi Pertamina adalah mengeluarkan anggaran untuk talngan tersebut. Apalagi, menurut dia, dana talangan untuk subsidi energi tersebut, sering tidak dibayarkan tepat waktu.
“Kerugian Pertamina itu menalangi dulu dan baru dibayar tahun depan, dan sering tidak tepat waktu juga. Nah, itulah beban Pertamina,” lanjutnya.
Menurut Corporate Secretary PT Pertamina (Persero) Irto Ginting, pembengkakan anggaran subsidi energi di tahun 2022, sebesar Rp 502 triliun, juga disebabkan karena kompensasi di tahun 2021 dan sebelumnya.
“Karena (subsidi energi) Rp 502 triliun di tahun 2022, kan juga termasuk dana kompensasi 2021 dan sebelumnya,” kata Irto.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan, alasan penurunan subsidi energi menjadi Rp 336,7 triliun, karena pergerakan harga minyak yang mulai menunjukkan tren penurunan, dan berada di kisaran 90 dollar AS per barrel.
“Untuk subsidi, yang mencapai Rp 502 triliun tahun ini, termasuk subsidi energi dan kompensasi. Tahun depan anggarannya adalah Rp 336,7 triliun. Artinya, harga minyak relatif lebih rendah ke 90 dollar AS per barrel lagi,” ujar Sri Mulyani.
https://money.kompas.com/read/2022/08/18/101000926/penurunan-anggaran-subsidi-energi-jadi-rp-336-7-triliun-dinilai-tidak-rugikan