Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Inflasi Global Melonjak, Sri Mulyani Sebut Banyak Negara Dihadapkan Kondisi Pelik

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, dunia saat ini tengah menghadapi kondisi peliknya ketidakpastian ekonomi. Negara-negara di dunia pun dihadapkan pada keputusan yang sulit untuk bisa menjaga stabilitas ekonominya.

Ia menjelaskan, ekonomi dunia sempat terpukul sepanjang 2020 akibat pandemi Covid-19, sehinga para pemangku kebijakan di setiap negara merespons dengan kebijakan fiskal dan moneter yang berujung mulai pulihnya perekonomian di 2021. Pemulihan itu ditandai dengan meningkatnya konsumsi.

Namun, peningkatan konsumsi tersebut tak dibarengi dengan pemulihan dari sisi pasokan. Alhasil, terjadi ketidakseimbangan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) yang membuat inflasi pun mulai terkerek.

"Di 2021 tu sebetulnya sudah mulai muncul tanda-tanda ketidakseimbangan supply dan demand," katanya dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (30/8/2022).

Kondisi tersebut pun semakin diperparah dengan terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina pada Februari 2022. Kedua negara tersebut memegang peranan penting dalam rantai pasok global, yakni terkait produk pangan, pupuk, maupun energi.

Hal itu membuat terjadinya lonjakan harga pada komoditas pangan dan energi, sehingga laju inflasi pun semakin tinggi baik di negara-negara maju maupun berkembang. Sri Mulyani menyebut, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris pun mengalami inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Secara global, diperkirakan inflasi negara-negara maju akan mencapai 6,6 persen di 2022, sementara inflasi negara-negara berkembang mencapai 9,5 persen di tahun ini.

"Ini menggambarkan, bahwa risiko bergeser dari pandemi sebagai ancaman, sekarang ancamannya adalah gejolak harga komoditas, geopolitik, dan inflasi yang menjadi konsekuensi dari harga-harga komoditas," jelas dia.

Lonjakan inflasi itu pun membuat bank-bank sentral dilematis karena harus menaikkan suku bunga acuan dan pengetatan likuiditas untuk menekan gejolak harga, namun kebijakan itu juga berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi.

"Terus terang kalau membaca berita internasional, bank-bank negara maju dihadapkan situasi yang luar biasa rumit, merespons inflasi yang tinggi dengan pengetatan moneter dengan konsekuensi ancaman pelemahan ekonomi di negara tersebut, sehingga bank sentral dihadapkan pada buah simalakama yang sangat pelik," papar Sri Mulyani.

Kebijakan kenaikan suku bunga dan pengetatan likuditas bank sentral di negara-negara maju juga berdampak ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Lantaran, membuat terjadinya aliran modal keluar (capital outflow) dan melemahkan nilai tukar terhadap dollar AS.

Bendahara Negara itu pun memperkirakan kondisi ketidakpastian global ini akan terus berlanjut ke tahun 2023 mendatang. Oleh sebab itu, dia memastikan, pemerintah akan mengelola dan mendesain APBN 2023 dengan memperhatikan kondisi ekonomi global.

"Maka kami dalam mengelola dan mendesain APBN 2023 harus memahami esensi dari tantangan dan ketidakpastian ini," pungkas Sri Mulyani.

https://money.kompas.com/read/2022/08/30/194500926/inflasi-global-melonjak-sri-mulyani-sebut-banyak-negara-dihadapkan-kondisi

Terkini Lainnya

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke