Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Saatnya Negara "Detoks" Subsidi BBM

Melansir keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada acara Sapa Indonesia Pagi Kompas TV pada Rabu (07/09/2022), kenaikan harga BBM merupakan pilihan terakhir yang harus ditempuh demi kredibilitas dan kesehatan APBN.

Harga minyak dunia sudah merangkak naik mulai akhir 2021 kemudian semakin diperparah dengan meletusnya perang Rusia-Ukraina pada awal 2022.

Pemerintah bisa menahan kenaikan harga BBM sampai awal September 2022 karena Indonesia masih punya ruang fiskal dari windfall kenaikan harga komoditas sebesar Rp 420 triliun.

Total subsidi dan kompensasi energi pada Perpres 98 tahun 2022 dianggarkan sebesar Rp 502,4 triliun atau 16,17 persen total pagu belanja APBN. Dipastikan total anggaran subsidi akan habis pada bulan Oktober 2022.

Menkeu mengestimasikan subsidi energi akan tetap membengkak walaupun harga BBM sudah dinaikkan karena harga minyak dunia masih akan meningkat menjelang winter.

Konsumsi BBM masyarakat juga diestimasikan akan melewati perhitungan APBN 2022 seiring dengan peningkatan aktivitas masyarakat dan pulihnya ekonomi pascapandemi Covid-19 di Indonesia.

Pada perhitungan APBN 2022, volume konsumsi pertalite sebesar 23 juta kilo liter dan solar 15 juta kilo liter.

Volume konsumsi pertalite diprediksikan akan melonjak hingga menjadi 29 juta kilo liter dan solar menjadi 17,44 juta kilo liter sampai dengan akhir 2022.

Inflasi

Kenaikan harga BBM biasanya akan mengerek inflasi. BBM termasuk bagian dari kelompok administered price dalam komponen pembentuk Indeks Harga Konsumen (IHK).

Dalam artikel “Pengaruh Penyesuaian Harga Jual Bahan Bakar Minyak (BBM) Tehadap Konsumsi BBM dan Inflasi”, Analis Kebijakan APBN-Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Aep Soleh (2020), menemukan bahwa setiap kenaikan Rp 1.000/liter bensin subsidi akan meningkatkan 1,10 persen tingkat inflasi, ceteris paribus.

Oleh karena itu, kenaikan pertalite sebesar Rp 2.350 akan berkontribusi terhadap kenaikan 2,59 persen tingkat inflasi apabila faktor lain tidak berubah. Sementara itu, kenaikan solar tidak signifikan pengaruhnya terhadap inflasi.

Inflasi yang terlalu tinggi akan menggerus nilai riil uang yang dipegang masyarakat. Dengan kata lain, garis kemiskinan juga akan meningkat karena peningkatan harga-harga barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat akibat dari inflasi.

Risiko paling tinggi adalah terjadinya stagflasi (stagnasi sekaligus inflasi). Kenaikan harga barang/jasa akan menurunkan permintaan sehingga produsen akan menurunkan produksinya.

Penurunan produksi berarti penurunan utilisasi faktor produksi, terutama tenaga kerja.

Apabila inflasi yang terjadi terlalu persisten dan berlarut-larut, produsen tidak punya pilihan lain selain melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang berakibat pada peningkatan pengangguran.

Untuk meminimalisasi risiko kenaikan harga BBM terhadap perekonomian dan membantu masyarakat tidak mampu, pemerintah mengalokasikan bantuan sosial dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 12,4 triliun untuk 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang tercatat di dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Pemerintah juga mengalokasikan anggaran Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 9,6 triliuan untuk 16 juta pekerja yang tercatat di BPJS Ketenagakerjaan dengan gaji kurang dari Rp 3,5 juta per bulan.

Detoks subsidi BBM

Apabila ada istilah detoks medsos, maka sudah saatnya kita juga detoks subsidi BBM. Faisal Basri dalam artikel Kebijakan Subsidi BBM: Menegakkan Disiplin Anggaran menyatakan bahwa subsidi BBM ini bagaikan candu.

Ketergantungan masyarakat atas subsidi BBM perlu direhabilitasi sehingga APBN bisa dialokasikan ke belanja yang lebih produktif seperti infrastruktur, perlindungan sosial, dan pendidikan.

Direktur Penyusunan APBN Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan juga menyatakan bahwa pengurangan subsidi BBM memang perlu dilakukan secara bertahap karena subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh golongan mampu.

Menkeu menyatakan golongan mampu mengkonsumsi 80 persen volume pertalite dan 98 persen volume solar subsidi.

Dalam konferensi pers pada Jumat (26/08/2022), Menkeu menyatakan bahwa anggaran subsidi energi sebesar Rp 502,4 triliun tersebut jika dialokasikan ke sektor kesehatan dapat membangun 3.333 rumah sakit kelas menengah atau 41.666 puskesmas.

Apabila dialokasikan ke sektor pendidikan, anggaran tersebut bisa membangun 227.886 sekolah dasar. Kemudian jika dialokasikan ke infrastruktur bisa menjadi 3.501 ruas tol baru.

Apabila kita kembali melihat rincian APBN dalam Perpres 98 tahun 2022, banyak sekali beban masyarakat yang dapat terbantu dari realokasi anggaran subsidi BBM yang sebesar Rp 502,4 triliun tersebut.

Sebagai contoh, kita dapat menggratiskan kuliah untuk seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia dengan menghapuskan pungutan PNBP pendidikan sebesar Rp 15,83 triliun.

Selain itu, kita juga bisa mengirimkan lebih banyak generasi penerus bangsa untuk kuliah ke perguruan tinggi ternama dunia dengan menambahkan dana abadi pendidikan yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Alokasi subsidi ini juga bisa digunakan untuk membantu masyarakat miskin yang belum mendapatkan akses program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Melansir CNN Indonesia (22/10/2021), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) mencatat ada sekitar 10,8 juta penduduk miskin yang belum menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

Sesuai dengan Perpres 64 tahun 2020, pemerintah membayarkan iuran PBI sebesar Rp 42.000 per peserta per bulan atau Rp 504.000 per tahun.

Dengan kata lain, pemerintah hanya perlu menambah anggaran bansos PBI sebesar Rp 5,44 triliun per tahun untuk meng-cover iuran jaminan kesehatan 10,8 juta penduduk miskin tersebut.

Substitusi BBM

Sebagai net importir BBM, Indonesia perlu mengakselerasi implementasi energi baru terbarukan (EBT). Langkah paling memungkinkan adalah penggunaan bahan bakar nabati (BBN) B100 (biofuel 100 persen).

Sebagai eksportir minyak sawit terbesar dunia, Indonesia bisa menaikkan DMO (domestic market obligation) minyak sawit untuk dikonversi menjadi BBN sehingga biaya produksi B100 terhindar dari risiko fluktuasi harga CPO (crude palm oil) dunia.

Indonesia juga merupakan eksportir batubara terbesar ketiga di dunia, Indonesia bisa memanfaatkan sumber daya alam tersebut menjadi alternatif bahan baku BBM dan BBG melalui proses likuifaksi dan gasifikasi batubara.

Momen kenaikan harga BBM ini juga bisa menjadi akselerator rencana migrasi ke kendaraan listrik, terutama segmen sepeda motor listrik.

Apalagi pemerintah sudah memberikan stimulus melalui UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) dengan menghapus pajak dan bea balik nama untuk kendaraan listrik dan kendaraan lain yang menggunakan EBT.

Dengan harga yang semakin mendekati sepeda motor bermesin pembakaran internal serta bebas pajak, sepeda motor listrik dapat menurunkan biaya transportasi secara signifikan.

Sebagai contoh, kita hanya membutuhkan Rp 2.380 untuk mengisi penuh baterai motor listrik dengan kapasitas 1,4 kw apabila menggunakan asumsi tarif listrik tertinggi golongan rumah tangga 3 (R3) sebesar Rp 1.700/kwh.

Dalam satu kali cas biasanya sepeda motor listrik dapat menempuh jarak 50-60 km. Dengan kata lain, kita hanya perlu mengeluarkan biaya Rp 40 - Rp 50/km.

Jika dibandingkan dengan motor matik pembakaran internal yang paling irit sekali pun yang bisa menempuh 40-50 km/liter bensin, kita perlu mengeluarkan uang lima kali lipat lebih banyak sebesar Rp 200-Rp 250/km dengan harga pertalie saat ini yang sebesar Rp 10.000/liter.

Selain lebih hemat, kendaraan listrik juga lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan gas buang.

Kenaikan harga BBM merupakan pilihan terakhir bagi pemerintah karena APBN sudah tidak mampu lagi meredam shock dari kenaikan harga minyak dunia.

Sudah saatnya Indonesia beralih ke bahan bakar alternatif, terutama EBT seperti BBN. Kenaikan harga BBM ini juga bisa menjadi momentum untuk mempercepat migrasi ke kendaraan listrik.

Penurunan konsumsi BBM, selain dapat menyehatkan APBN dan menyediakan ruang fiskal lebih besar untuk belanja-belanja produktif juga lebih ramah bagi lingkungan.

https://money.kompas.com/read/2022/09/15/121103826/saatnya-negara-detoks-subsidi-bbm

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke