Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Upaya agar Bantuan Subsidi Upah Lebih Tepat Sasaran

Bantuan sebesar Rp 600.000 akan diberikan untuk setiap penerima. Tersedia dana sebanyak Rp 9,6 triliun di kantong Menteri Keuangan untuk program ini. Adapun penyelenggaranya tentu saja Kementerian Ketenagakerjaan.

Penyaluran pertama telah dilakukan pada 12 September 2022 lalu. Sebelumnya Menteri Tenaga Kerja telah menyiapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2022 pada 5 September 2022 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah Bagi Pekerja/Buruh untuk memastikan kelancaran pembagian BSU.

BSU adalah satu dari tiga bantalan sosial untuk mengurangi beban masyarakat akibat kenaikan langsung dan tidak langsung dari keputusan pemerintah menaikkan harga BBM pada 3 September 2022.

Dua lainnya adalah bantuan langsung tunai (BLT) untuk 20,65 juta keluarga dan alokasi 2 persen dana transfer umum (DTU).

Besar BLT adalah Rp 150.000 per bulan yang diberikan selama empat bulan. Sedangkan DTU diberikan kepada pengemudi ojek, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, serta nelayan; atau dalam bentuk penciptaan lapangan kerja dan pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum.

BLT dikelola oleh Kementerian Sosial, sedangkan pengelolaan DTU oleh pemerintah daerah.

Menurut pemerintah, selain untuk meringankan beban rakyat, pemberian BSU juga menambah pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sebesar 0,06 persen dan mengurangi tingkat kemiskinan sebesar 0,04 persen (Kompas.id, 6/9/2022).

Cakupan BSU

BSU kali ini adalah program yang ketiga. Sebelumnya pemerintah membagikan BSU pada tahun 2020 untuk meringankan beban pekerja karena terdampak beban pandemi Covid-19. Program BSU dilanjutkan pada tahun 2021.

Semula pemerintah tidak berencana memperpanjang BSU pada tahun 2022 karena pandemi sudah mereda.

Namun sejak bulan April 2022, harga barang-barang kebutuhan pokok meningkat sebagai imbas tidak langsung dari perang Rusia-Ukraina. Maka pemerintah merencanakan memberikan BSU untuk ketiga kalinya.

Pemberian BSU akhirnya dipastikan oleh pemerintah pada 31 Agustus 2022 menjelang diputuskannya kenaikan harga BBM bersubsidi.

Kriteria penerima BSU adalah WNI pemilik nomor induk kependudukan (NIK), peserta aktif program jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan bulan Juli 2022; dan menerima gaji/upah paling banyak sebesar Rp 3,5 juta per bulan (Pasal 4 Permenaker 10/2022).

Bagi daerah dengan upah minimum di atas angka itu, digunakan upah minimum daerah yang berlaku sebagai kriteria.

Kota Bekasi, misalnya, dengan upah minimum Rp 4.816.921,17 (terbesar se Indonesia), maka semua pekerja yang terdaftar dalam BP Jamsostek dengan upah kurang dari Rp 4,9 juta (dibulatkan) berhak mendapat BSU.

BSU diprioritaskan kepada pekerja yang belum menerima bantuan dari program kartu prakerja, program keluarga harapan, atau program bantuan produktif usaha mikro (Pasal 5). Pegawai pemerintah, yaitu aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri tidak berhak mendapat BSU.

Tidak inklusif, tidak tepat sasaran

Tidak semua pekerja yang layak diberi bantuan secara desain menerima BSU. Mereka adalah pekerja formal yang berupah kurang dari Rp 3,5 juta per bulan namun tidak terdaftar sebagai peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan.

Walaupun wajib menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, namun tidak semua perusahaan mendaftarkan pekerjanya ke Badan Pengelola (BP) Jamsostek.

Alasannya antara lain kesulitan finansial untuk membayar upah pekerja secara rutin, atau dengan sadar tidak menjalankan peraturan ketenagakerjaan untuk tujuan efisensi keuangan perusahaan.

Ada juga kelompok pekerja yang membutuhkan BSU, namun tidak berhak menerima karena statusnya yang informal, yaitu tidak berbadan hukum, pemasukan cenderung rendah dan tidak menentu.

Jumlah pekerja informal ini diperkirakan sebanyak 60 persen dari 130 juta lebih orang yang bekerja saat ini.

Di pihak lain, ada pekerja yang tidak seharusnya menerima BSU, namun dapat menerima BSU karena tidak semua penghasilan yang diberikan kepada pekerja dilaporkan oleh perusahaan.

Tujuannya agar bisa mengurangi besaran iuran yang harus dibayar setiap bulan. Fenomena ini dikenal dengan sebutan perusahaan data sebagian (PDS) (Kompas.id, 12/9/2022).

Solusi

Semestinya pemerintah tidak menjadikan program BSU kali ini sebagai bentuk apresiasi kepada perusahaan yang mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta Jamsostek.

Justru tugas pemerintahlah untuk lebih giat lagi mendorong perusahaan-perusahaan untuk memastikan pekerjanya memenuhi kewajiban dan menerima hak-haknya sebagai pekerja sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013, ada atau tidak ada program BSU.

Pemerintah perlu lebih tegas lagi memberlakukan sanksi kepada perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta Jamsostek, baik teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

Pekerja juga perlu didorong untuk mendaftarkan dirinya sebagai peserta program Jamsostek.

Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah perlu aktif mendorong perusahaan-perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS dengan menggunakan metoda penghargaan dan sanksi (stick and carot).

Untuk itu koordinasi antara Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Dalam Negeri perlu lebih ditingkatkan.

Untuk mencegah data upah pekerja yang tidak ter-update dalam laporan yang disampaikan ke BP Jamsostek, Kementerian Ketenagakerjaan mungkin perlu membandingkannya dengan data penghasilan pekerja yang dilaporkan untuk keperluan perpajakan di Kementerian Keuangan.

Dengan upaya-upaya itu, maka program BSU akan lebih tepat sasaran dan mencapai tujuannya, yaitu mengurangi kesulitan pekerja berupah rendah dalam menghadapi penurunan daya beli akibat kenaikan harga BBM.

https://money.kompas.com/read/2022/09/17/161404126/upaya-agar-bantuan-subsidi-upah-lebih-tepat-sasaran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke