Mengutip Bloomberg, West Texas Intermediate ditutup pada level 81,54 dollar AS per barrel atau naik 0,3 persen. Sementara itu, Brent turun 0,8 persen menjadi 88,4 dollar AS per barrel. Harga minyak mentah juga dibayangi oleh fluktuasi pasar saham setelah ekuitas jatuh pada pembukaan perdagangan.
Fluktuasi pasar saham yang terjadi, dinilai merupakan dampak dari rencana The Fed yang akan melipatgandakan suku bunga hingga akhir tahun ini. Di sisi lain, anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya berencana menurunkan produksi minyak yang akan dibicarakan dalam pertemuan pekan depan.
John Kilduff, mitra pendiri di Again Capital mengatakan, rencana OPEC+ itu menjadi sentimen pada harga minyak mentah berjangka di tengah sentimen risk off yang terjadi di kalangan investor. Harga minyak juga dibayangi potensi resesi serta nilai tukar dollar AS yang terus mengalami penguatan sehingga kurang menarik di mata investor.
“Ini merupakan isu makro yang berkembang akhir-akhir ini, baik dalam dinamika penawaran atau permintaan. Apa yang dilakukan bank sentral dalam menekan inflasi, kini menjadi sentimen pasar secara keseluruhan,” kata John Kilduff.
Pada saat yang sama, struktur pasar telah menguat dalam beberapa hari terakhir, menunjukkan pasokan yang lebih ketat. Uni Eropa mengumumkan babak baru sanksi terhadap Rusia yang melarang perusahaan-perusahaan Eropa mengirimkan minyak produsen OPEC+ ke negara-negara ketiga, yang membeli di atas batas harga yang ditetapkan secara internasional.
Ketegangan meningkat setelah jaringan pipa gas alam rusak akibat dugaan sabotase. Kebocoran keempat itu ditemukan pada hari Kamis di jaringan pipa Nord Stream di Laut Baltik. Sementara itu, pabrik penyulingan AS telah mengurangi produksi bahan bakar jet untuk memprioritaskan produksi diesel setelah kebijakan Eropa tersebut.
https://money.kompas.com/read/2022/09/30/071500126/dibayangi-kekhawatiran-perlambatan-ekonomi-harga-minyak-mentah-dunia-variatif