Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memperkokoh Independensi Bank Sentral

Secara konseptual, independensi berupa pemisahan wewenang bank sentral dengan pemerintah.

Dalam situasi ketidapastian akibat gejolak global seperti saat ini, independensi kian penting bagi bank sentral seperti BI dalam menetapkan berbagai target di sektor moneter dan keuangan. Guna mencapai efektivitas instrumen kebijakan moneter dan keuangan tersebut, BI harus bebas dari kepentingan politik.

Independensi secara politik dapat dimaknai bahwa seluruh kebijakan BI bebas determinasi, arahan, atau kendali baik dari eksekutif maupun legislatif.

Kedudukan BI kian kuat berbasis economic independence, yakni mampu menggunakan semua instrumen kebijakan moneter secara bebas. BI memiliki kontrol penuh atas akumulasi dan distribusi sumber daya finansial dan memutuskan kebijakan moneter dan stabilitas harga.

Selain economic independence, BI memiliki instrumental independence yakni kendali bagi setiap instrumen dan faktor yang memengaruhi tingkat inflasi serta financial independence.

Independensi finansial merujuk pada BI yang memiliki akses sumber finansial yang cukup dan memiliki kontrol penuh terhadap anggaran internal.

Memperkokoh Independensi

Menjelang akhir September lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setuju untuk melanjutkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) alias Omnibus Law Keuangan sebagai inisiatif Komisi XI menjadi RUU usulan DPR.

Persetujuan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR ke 5 masa persidangan I tahun sidang 2022-2023. Dengan omnibus law itu nanti, sektor keuangan diatur terintegrasi yang bertujuan menyempurnakan regulasi, menata kewenangan semua lembaga keuangan, serta penguatan koordinasi dan mekanisme penanganan sektor jasa keuangan.

Sejumlah pihak mengkhawatirkan RUU PPSK itu. Pasalnya, independensi BI terancam karena terbuka kemungkinan kader partai politik (parpol) dapat dipilih menjadi anggota Dewan Gubernur BI.

Padahal dalam regulasi saat ini ditegaskan bahwa anggota Dewan Gubernur tidak berasal dari parpol.

Peluang bagi anggota parpol itu tertuang dalam draf RUU yang menghapus Pasal 47 huruf c UU Nomor 3/2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 23/1999 yakni anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama dilarang menjadi pengurus dan/atau anggota parpol.

Dalam kadar yang lebih tinggi, berdasarkan draft itu kader parpol pun berhak menjabat Gubernur BI.

Sebetulnya goyangan terhadap independensi BI terjadi dalam berbagai kesempatan. Pada saat menyusun kebijakan sektor keuangan tahun lalu, preferensi pemerintah dan DPR condong mengarah pada pengurangan independensi bank sentral.

Tatkala membahas revisi UU BI misalnya, ketentuan Pasal 9 dihapus dan kemudian ditambahkan substansi kewenangan bagi Dewan Moneter dalam draf naskah perubahan. Padahal jelas bahwa Pasal 9 UU BI menyatakan pihak lain dilarang melakukan intervensi terhadap tugas dan kewenangan BI.

Penolakan terhadap segala bentuk intervensi dari semua pihak guna menjaga integritas sesusai undang-undang pun terancam. Kala itu, draf revisi yang diusulkan pemerintah ada pasal yang menegaskan soal indenpendensi BI justeru dihapus.

Secara interpretatif, UU amendemen BI mengesankan pemerintah dan DPR cenderung memperkuat Dewan Moneter. Dewan Moneter yang diusulkan sebagai penentu kebijakan moneter dikoordinasi Menteri Keuangan sekaligus sebagai anggota.

Anggota lain terdiri satu orang menteri bidang ekonomi, Gubernur BI, dan Deputi Gubernur Senior BI, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Untungnya, revisi UU BI tersebut dibatalkan atas inisiatif pemerintah yang mengajukan Omnibus Law Keuangan pada tahun 2020. Rumusan yang diajukan kemudian tetap mengakomodasi perubahan UU tentang BI.

Di dalam Omnibus Law atau RUU PPSK tersebut kembali diteguhkan independensi otoritas moneter. Sedihnya, upaya menggoyang independensi BI kembali terjadi dalam rumusan naskah terbaru RUU PPSK sebagai inisiatif DPR.

Secara substansial, dalam naskah tersebut diakomodasi berbagai ketentuan tentang seluruh aspek bisnis hingga penataan lembaga keuangan, termasuk kewenangan dan independensi BI. RUU PPSK menjangkau semua lembaga yang bergerak di sektor keuangan dengan target penyelesaian pembahasan tahun 2023.

Niat bermuatan politis tersebut tampak dari dihapusnya huruf dalam Pasal 47 UU BI terkait jabatan puncak di BI.

Sementara masyarakat paham bahwa tahun 2023 merupakan akhir periode jabatan Gubernur BI sekaligus momen memanasnya mesin politik menyambut Pemilu 2024.

Kita berharap semua produk hukum baru mampu memperkokoh independensi BI dan tak melahirkan masalah baru. Regulasi nantinya mampu mengatasi berbagai masalah moneter dan keuangan.

RUU PPSK sebagai stimulus pemulihan kondisi lebih cepat dan tangguh pasca-pandemi. Sistem keuangan yang sudah terbagun dan tata kelola pengawasan sektor keuangan saat ini berjalan efektif melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak diperlemah kepentingan berorientasi sesaat.

Kepentingan jangka panjang harus ditempatkan pada piroritas utama sehingga mampu memberikan kontribusi positif bagi sektor keuangan dan moneter sehingga dapat berjalan rasional dan efektif.

Independensi BI sebagai bank sentral melekat di dalamnya berupa kepercayaan masyarakat harus pula menjadi pertimbangan utama.

Kehadiran RUU PPSK positif tatakala menghasilkan keselarasan antar aturan yang ada serta mampu menyederhanakan kompleksitas regulasi. Iklim moneter dan keuangan nasional akan makin kondusif jika ditopang independensi bank sentral yang kian kokoh.

https://money.kompas.com/read/2022/10/07/111112426/memperkokoh-independensi-bank-sentral

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke