Berdasar kajian tersebut, 12 PLTU tersebut diidentifikasi sebagai low hanging fruits (LHF) karena secara teknis, ekonomi, dan dampak lingkungan, dinilai sangat buruk.
"Jadi semestinya sudah bisa dipensiunkan segera,” ujar Raditya Yudha Wiranegara, Senior Researcher IESR dalam acara Indonesia Sustainable Energy Week 2022, Selasa (11/10/2022) seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Berikut daftar 12 PLTU yang bisa "Pensiun Dini" menurut kajian IESR.
Dampak percepatan pensiun PLTU
Sebagai informasi, kajian IERS dan UMD mengulas asesmen kebutuhan finansial untuk rencana penghentian operasi PLTU yang dipercepat dan berkeadilan di Indonesia. Serta, kajian tekno ekonomis operasi fleksibel pada PLTU.
Kajian ini juga menganalisis cost and benefit dari pemensiunan dini PLTU. Hasilnya, benefit yang bisa diraih dari skenario pensiun PLTU yang lebih cepat ini sekitar 2 kali sampai 4 kali lebih besar dari cost yang dikeluarkan untuk memensiunkan PLTU tersebut.
“Hasil yang didapatkan lainnya, selain avoided health cost itu kita mendapati bahwa percepatan pemensiunan PLTU bisa menghindarkan kematian. Jika ditotal kematian yang terhindarkan 168 jiwa sampai 2050. Total penghematan biaya kesehatan yang bisa didapat 60 miliar dollar AS hingga 2050,” lanjut Raditya.
Biaya pensiun PLTU
Dari hasil kajian tersebut, biaya pensiun diperkirakan mencapai 4,6 miliar dollar AS hingga 2030 dan 27,5 miliar dollar AS hingga 2050.
Sekitar dua pertiga dari biaya terkait dengan pembangkit IPP dan sepertiga dengan pembangkit PLN.
Biaya dimuka yang besar untuk pensiun memerlukan dukungan internasional yang substansial, meskipun manfaat yang lebih besar diperoleh dalam jangka panjang.
Biaya penggantian PLTU
Selain memaparkan mengenai biaya pensiun IESR dan UMD juga menganalisis biaya yang diperlukan untuk mengganti pembangkit-pembangkit yang dipensiunkan dengan energi terbarukan terutama tenaga surya.
Untuk memenuhi permintaan yang meningkat, investasi yang diperlukan untuk meningkatkan energi terbarukan dan transmisi mencapai 1,2 triliun dollar AS hingga 2050. Adapun bantuan pendanaan dari internasional dapat membantu mengisi kesenjangan tersebut.
Metode kajian
Sebagai informasi tambahan, skup dari atau cakupan studi ini dibatasi hanya pada PLTU IPP maupun PLN yang terkoneksi ke jaringan nasional milik PLN. Total PLTU yang menjadi bahan kajian sekitar 72 unit dengan kapasitas total 43,4 GW dan merupakan pembangkit yang sudah ada dan direncanakan dalam pipeline RUPLT. Dalam studi ini IESR dan UMD juga membatasi minimum guarantee lifetime selama 20 tahun.
Metodologi studi ini pertama-tama menggunakan Global Change Analysis Model(GCAM) sebuah model integrated assessment yang menganalisis korelasi antara ekonomi dunia dengan sistem-sistem seperti air, lahan, penggunaan lahan, iklim, dan juga energi.
Proses selanjutnya ialah perankingan dengan memasukkan tiga parameter dari sisi teknikal profitability dan dampak ke lingkungan. Proses ini dilakukan dengan scoring untuk mendapatkan parameternya dan dikombinasikan.
Ketiga, pihaknya memperkirakan besarnya kebutuhan pembiayaan dengan menilai secara sistematis manfaat dan biaya penerapan transisi energi batubara ke energi bersih yang adil dan cepat.
Kerangka kerja dikembangkan untuk mengevaluasi hasil ekonomi, sosial, dan lingkungan yang secara langsung dan tidak langsung terkait dengan fase percepatan pembangkit listrik tenaga batubara.
(Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi)
Artikel ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul Hasil Kajian IESR: Ada 12 PLTU yang Bisa Dipensiunkan pada 2022-2023, Ini Daftarnya.
https://money.kompas.com/read/2022/10/12/070000426/daftar-12-pltu-yang-bisa-pensiun-dini-2022-2023-biaya-dan-dampaknya-menurut