Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Elektrifikasi Kendaraan dan Keadilan Energi

Dengan rencana elektrifikasi kendaraan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan semua instansi pemerintah mengganti mobil dinasnya dengan jenis mobil listrik. Aturan yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022, yang terbit 13 September lalu, itu diklaim sebagai komitmen pemerintah dalam menerapkan transisi energi dari sumber fosil ke energi baru dan terbarukan.

Titah akan berlaku untuk para menteri, gubernur, bupati, wali kota, Kapolri, Panglima TNI hingga Kepala Kejaksaan Agung.

Jika dibandingkan, adopsi kendaraan listrik di Indonesia masih tertinggal di antara negara di Asia yang pangsa pasar kendaraan listriknya sedang berkembang. Masyarakat yang mengadopsi kendaraan listrik di Tanah Air hanya 0,1 persen.

Angka itu tertinggal dari Thailand dan India yang adopsinya mencapai 0,7 persen dan 0,5 persen. Adopsi EV di Malaysia bahkan masih lebih unggul, yaitu 0,3 persen, dari Indonesia (McKinsey, 2022).

Kendati demikian, adopsi kendaraan mobil listrik (E4W) di Indonesia diprediksi akan tumbuh pesat. Pasalnya, Thailand dan Indonesia sudah menjadi pusat produksi otomotif regional utama.

Permintaan kendaraan listrik dalam negeri akan terus tumbuh sepanjang 2022 seiring dengan munculnya beberapa model EV baru dan naiknya harga bahan bakar.

Sesuai peta jalan (roadmap) elektrifikasi yang disusun, populasi kendaraan listrik diestimasikan sebanyak 11.873 unit pada tahun 2022. PLN memperkirakan kebutuhan energi rata-rata EV sebesar 30,6 gigawatt per hour (GWh).

Selain itu, produksi kendaraan listrik mencapai 38.491 unit hingga tahun 2024 dengan kebutuhan energi rata-rata sekitar 99,3 GWh. Peta jalan tersebut secara tidak langsung mendorong investasi teknologi secara masif untuk percepatan elektrifikasi berbasis kendaraan.

Keadilan energi

Sayangnya, sejauh ini investasi pengembangan inovasi sosial untuk keadilan transformasi energi ini masih terbatas dan tidak disebutkan secara eksplisit dalam roadmap tersebut. Sebab, elektrifikasi tidak serta merta menciptakan sistem energi lebih adil dan merata.

Dikhawatirkan, inisiatif elektrifikasi yang dicetus, baik oleh pemerintah maupun swasta, justru secara tidak proporsional berpotensi hanya menguntungkan komunitas tertentu dan memperburuk ketidakadilan energi, ketidaksetaraan ekonomi, kesenjangan sosial, dan semakin terkonsentrasi secara politik.

Padahal, elektrifikasi dan transformasi energi berkelanjutan memiliki potensi untuk memajukan keadilan energi masyarakat kita. Dengan meningkatkan kesetaraan ekonomi dan sosial, transformasi ke sistem energi terbarukan yang terdistribusi secara adil dan merata menciptakan kompensasi ekonomi secara alami bagi mereka yang berada di komunitas terpinggirkan, yang telah mengalami kekurangan investasi dalam waktu yang relatif lama.

Menurut data Sekretariat ASEAN, selama 2019-2022 aliran investasi asing untuk industri kendaraan listrik di kawasan ASEAN paling banyak masuk ke Indonesia. , Nilai totalnya mencapai 17,8 miliar dolar AS. Di urutan setelahnya ada Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura.

Sementara negara ASEAN lainnya, yaitu Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Brunei Darussalam tidak tercatat menerima aliran investasi asing serupa.

Investasi yang kuat dalam rantai pasok kendaraan listrik diperkirakan akan terus berlanjut, mengingat sebagian besar negara anggota ASEAN mendukung pengembangan ekosistem dan pasar yang kompetitif, mendorong adopsi kendaraan listrik, dan menargetkan kebijakan nol-karbon. Investasi besar tersebut semestinya menjadi solusi ketidakadilan energi, jangan menjadi “lahan basah” bagi pihak tertentu untuk meraup keuntungan di tengah proses transisi energi.

Soalnya, kendaraan bermotor listrik dinilai masih sangat mahal. Selain harganya yang mahal, masyarakat masih enggan beralih ke kendaraan listrik karena masih tidak yakin atau belum tahu teknologi dan cara pemakaiannya.

Maka, diperlukan lebih banyak perhatian dan investasi dalam memahami perubahan sosial dan mempromosikan inovasi sosial terkait keterjangkauan bagi seluruh kelas masyarakat.

Transformasi energi yang menggunakan pendekatan inovasi sosial akan fokus pada siapa yang diuntungkan, siapa yang dirugikan, dan siapa yang termarginalkan, siapa yang terpinggirkan, sehingga akan membangun proses elektrifikasi terbarukan yang inklusif dan berkeadilan.

Perubahan sistem energi tidak boleh lagi mengabaikan keadilan sosial. Elektrifikasi harus menjadi bagian penting dalam menciptakan masa depan yang lebih adil secara sosial dan berkelanjutan.

Namun, untuk memaksimalkan potensi itu, diperlukan lebih banyak investasi untuk memahami perubahan sosial, politik, dan ekonomi untuk memperkuat demokrasi energi kita.

Maka, elektrifikasi dan energi terbarukan harus secara eksplisit dikaitkan dengan investasi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan masyarakat daripada kepentingan perusahaan besar, bukan justru membentuk kekuatan monopoli baru yang pada akhirnya menjadi distori untuk demokratisasi pasar energi terbarukan.

https://money.kompas.com/read/2022/10/25/153000226/elektrifikasi-kendaraan-dan-keadilan-energi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke