Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Upah Minimum 2023 Naik di Tengah Bayang-bayang Badai PHK akibat Resesi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ancaman resesi global membuat seluruh dunia ketar-ketir serta waspada, termasuk Indonesia. Dampaknya resesi tentu merembet ke ekonomi.

Para pengusaha di Tanah Air pun telah mengungkapkan, turunnya permintaan akan produksi barang mereka dari negara luar, terutama pasaran ke Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS).

Curhatan pengusaha tersebut diungkapkan Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit saat melakukan rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022).

"Efeknya langsung itu adalah kami di persepatuan, di tekstil, itu di persepatuan order menurun 50 persen rata-rata Bu. Ada yang 70 persen, ada yang kurang dari itu, tergantung pasarnya di mana," katanya dalam raker tersebut.

"Kalau pasarnya Amerika dan Uni Eropa itu yang drastis menurun tetapi pasar Asia masih bagus. Bukan hanya sepatu dan TPT, ternyata karet pun itu mengalami penurunan 40 persen kurang lebih. Ini akan efek lebih berat lagi karena menyangkut karet rakyat," sambung Anton.

Dengan permintaan produksi yang menurun, tentu saja efek negatif berikutnya adalah perusahaan bakal membuat keputusan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau merumahkan pekerja/buruhnya.

500.000 Karyawan Terancam Di-PHK

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menyebutkan, 500.000 karyawan terancam dirumahkan atau terpaksa mengalami PHK. Hal itu akibat tertekannya keuangan perusahaan oleh tekanan ekonomi global.

Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat terus memberikan dukungan bagi dunia usaha dan sektor industri lewat insentif. "Salah satunya melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal ke industri-industri yang merupakan motor penggerak perekonomian Indonesia," ujarnya.

Gelombang PHK telah terjadi di berbagai wilayah akibat tekanan ekonomi global. Di Jawa Barat misalnya, setidaknya 18 pabrik garmen terpaksa tutup sehingga para pekerjanya kehilangan pekerjaan.

Kadin pun juga mengungkapkan, industri dan produk tekstil kini tengah anjlok kinerjanya akibat menurunnya permintaan ekspor akibat perlambatan ekonomi, kenaikan inflasi, dan tekanan pasar lokal.

Sektor padat karya lainnya yang menunjukkan penurunan kinerja secara signifikan adalah industri hasil tembakau. Profitabilitas perusahaan rokok terus mengalami penurunan akibat beban cukai yang terlalu tinggi di saat situasi ekonomi yang tidak pasti.

Sejumlah perusahaan rokok besar yang biasanya meraih cuan kini terpaksa mengalami penurunan laba bersih yang signifikan. Dengan tekanan yang sangat tinggi di sektor ini, Kadin menyebut sebanyak 500.000 karyawan terancam dirumahkan atau terpaksa mengalami PHK.

Upaya Cegah PHK

Meski bakal ada 500.000 pekerja dirumahkan atau ter-PHK, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengingatkan kepada para pengusaha agar keputusan PHK menjadi pilihan terakhir dalam situasi sulit.

Peringatan Kemenaker mendorong alternatif pencegahan PHK diatur dalam Surat Edaran Menaker Nomor SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal.

Namun sebelum membuat keputusan tersebut, pemberi kerja harus melakukan berbagai upaya mencegah PHK terlebih dahulu. Salah satunya mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas.

"Beberapa upaya yang bisa kita lakukan antara lain mengurangi upah dan fasilitas pekerja pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan tingkat direktur," sebut Menaker Ida Fauziyah.

Alternatif lainnya, lanjut Menaker yakni mengurangi shift, membatasi atau menghapuskan kerja lembur, mengurangi jam kerja, mengurangi hari kerja, meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergilir untuk sementara waktu, tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya, dan memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

"Ini pemilihan beberapa alternatif saya kira yang bisa digunakan untuk menekan tidak terjadinya PHK," ujarnya.

Menurutnya, semua alternatif yang dilakukan harus dilandasi oleh dialog bipartit antara pemberi kerja dengan serikat pekerja/serikat buruh. Dengan dialog tersebut, pekerja akan mengerti bagaimana kondisi di perusahaan atau industri tempatnya bekerja.

Tidak Bekerja, Tidak Dibayar

Berupaya cegah PHK, pengusaha berusaha membujuk pemerintah dan DPR RI agar menerbitkan serta merestui aturan tentang jam kerja fleksibel. Tujuannya agar pengusaha bisa menerapkan skema no work no pay (tidak bekerja, tidak dibayar).

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anne Patricia Sutanto mengatakan, bila diterbitkannya aturan tersebut maka perusahaan bisa memberlakukan jam kerja minimal 30 jam seminggu.

"Saat ini kan undang-undang kita menyatakan 40 jam seminggu. Untuk mengurangi jumlah PHK supaya fleksibilitas itu ada dengan asas no work no pay pada saat tidak bekerja," kata Anne.

"Itu izin bapak/ibu (anggota Komisi IX) di sini menyampaikan bagaimana kita bisa mengurangi dampak pengurangan tenaga kerja," lanjut dia.

Permintaan yang sama juga disampaikan Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Anton J Supit yang berharap dapat dipertimbangkan adanya permenaker yang mengatur fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay.

"Sebab, kalau tidak ada itu memang kalau kita dengan order menurun 50 persen atau katakanlah 30 persen kita enggak bisa menahan, 1-2 bulan masih oke, tapi kalau sudah beberapa bulan atau setahun saya kira pilihannya ya memang harus PHK massal," ungkap Anton.

Upah Minimum 2023 Naik

Meski terjadi tekanan ekonomi global, anjloknya penurunan permintaan produksi, serta ancaman karyawan yang dirumahkan atau ter-PHK, justru pemerintah melalui Kemenaker menyampaikan angin segar, yakni kepastian upah minimum 2023 naik.

Upah minimum 2023 naik tersebut masih mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Upah minimum dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum yang memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Jika kita melihat kedua indikator ini, pada dasarnya sudah dapat dilihat bahwa upah minimum tahun 2023 relatif akan lebih tinggi dibandingkan dengan upah minimum tahun 2022," kata Menaker.

Dengan data pertumbuhan ekonomi dan inflasi, lanjut Menaker, penetapan upah minimum juga meliputi penyesuaian upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK).

Penyesuaian UMP dan UMK ini kata Menaker, meliputi 20 jenis data yang didapat Badan Pusat Statistik (BPS), kemudian diserahkan kepada Kemenaker.

"Kementerian Ketenagakerjaan kami sampaikan nantinya kepada seluruh gubernur seluruh Indonesia. Selanjutnya, kami juga telah melakukan serangkaian persiapan dalam rangka penetapan upah minimum tahun 2023 yang dimulai dengan melakukan beberapa kegiatan," ucapnya.

https://money.kompas.com/read/2022/11/09/064000126/upah-minimum-2023-naik-di-tengah-bayang-bayang-badai-phk-akibat-resesi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke