Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Membasahi Lahan Gambut, Bercocok Tanam hingga Beternak, Cara Suku Anak Dalam Jambi Cegah Kebakaran Berulang

Pascakebakaran, keadaan hutan dan lahan gambut di Muara Medak, tak lagi mampu menopang kehidupan kelompok Suku Anak Dalam untuk hidup nomaden.

Sehingga pada 2018, Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang membuat rumah layak huni untuk mereka. Bahkan tidak hanya papan (tempat tinggal) program pemberdayaan dari perusahaan plat merah ini juga menyentuh peningkatan ekonomi dan pendidikan anak-anak Suku Anak Dalam.

"Kini kami tidak lagi berpindah-pindah (nomaden) karena sudah dibuatkan rumah oleh Pertamina. Kami juga, secara bertahap dibina untuk memperbaiki ekosistem lahan gambut, yang menjadi 'rumah' bagi kami," kata Usman, warga Suku Anak Dalam Desa Muara Medak, Selasa (8/11/2022).

Ia mengatakan tidak hanya rumah, Pertamina juga membantu anak-anak Suku Anak Dalam untuk mengakses pendidikan. Sudah banyak anak-anak yang kini menempuh pendidikan di sekolah formal.

Mendorong perekonomian Suku Anak Dalam

Selanjutnya mendorong peningkatan ekonomi dengan menanam pinang, nanas dan jelutung di lahan gambut. Tanaman ini tidak rakus air, sehingga tidak merusak hutan di lahan gambut. Sebaliknya, merawat lahan-lahan tidur pascakebakaran agar kembali hijau.

Untuk meningkatkan ekonomi, kata Usman bersama gabungan kelompok tani (Gapoktan) Berkah Hijau Lestari, seluruh warga SAD mendapatkan hak untuk mengelola lahan seluas 3.500 hektar dengan skema perhutanan sosial.

Usman bersama Gapoktan Berkah Hijau Lestari menanam jelutung, pinang dan nanas di lahan perhutanan sosial tersebut. Dia menyadari menanam tanaman yang rakus air di lahan gambut akan mendatangkan bencana.

"Kami sudah trauma dengan kebakaran. Napas sesak karena kabut asap di mana-mana. Sulit mendapatkan air bersih, karena kekeringan. Padahal tempat kami ini, tempatnya air," cerita Usman.

Cegah kebakaran berulang lahan gambut

Untuk saat ini, warga SAD terlibat dalam regu peduli air (Reper) dan terlibat aktif memantau sekat kanal, sekat bakar dan tinggi muka air di lahan gambut jika memasuki musim kemarau.

Dengan pengelolaan gambut yang dilakukan selama 5 tahun terakhir, telah menunjukkan perbaikan di sisi lingkungan. Warga SAD yang sehari-hari mencari ikan, kini dengan mudah mendapatkan ikan, baik di dalam kanal maupun sungai-sungai.

"Kini sudah mudah mencari ikan. Tidak perlu jauh-jauh (sampai bermalam) di tempat mencari ikan. Penghasilannya cukup, untuk membeli kebutuhan sehari-hari," kata Usman.

Hal senada disampaikan Ketua Gapoktan Berkah Hijau Lestari, Edi Susanto. Kebakaran pada 2015 lalu di Muara Medak, memberikan dia kesadaran bahwa gambut dan air tidak boleh dipisahkan.

"Gambut dan air itu satu kesatuan. Memisahkan mereka berarti mengundang bencana. Itu artinya gambut harus tetap basah," kata Edi menjelaskan.

Kebakaran di Muara Medak pada 2015 lalu, telah menghanguskan 250 hektar lahan. Tak lama berselang, setelah masyarakat sadar dan bergotong royong menjaga lahan gambut tetap basah, kebakaran berulang yang terjadi pada 2019, hanya 5 hektar saja.

Hal itu lantaran dibantu Pertamina, masyarakat dapat membangun sekat kanal, sekat bakar dan memasang alat pengukur muka air di lahan gambut. Sehingga kekurangan air di lahan gambut dapat dideteksi secara dini.

Pemasangan sekat kanal permanen di dua titik, selanjutnya sekat kanal dengan terpal dengan daya tahan 3 bulan, telah terpasang saat musim kering sebanyak 16 titik.

Untuk sekat bakar dia memanfaatkan tanaman ramah lingkungan yaitu nanas. Saat ini sudah ditanam nanas dengan seluas 2 hektar. Nantinya, nanas akan ditanam di perbatasan lahan dengan lebar 100 meter dan panjangnya mengikuti luas lahan yang dikelola Gapoktan Berkah Hijau Lestari.

Selain itu, kata Edi juga telah dipasang menara api, untuk memantau adanya titik api dan beberapa unit alat pengukur tinggi muka air.

"Kalau kami cek, tinggi muka air sudah di bawah normal, maka kami para Reper, bisa menginap 2-3 hari di menara api, untuk berjaga-jaga adanya titik api," kata Edi.

Untuk wilayah Muara Medak pada beberapa titik terdapat kubah gambut dengan kedalaman lebih dari 10 meter. Untuk gambut yang biasa, kedalamannya hanya 3-4 meter.

Membasahi hingga merevitalisasi lahan gambut

Dengan demikian, kata Edi amat penting menjaga lahan gambut agar tetap basah. Program dari Pertamina, memungkinkan masyarakat melakukan pembasahan (rewetting) gambut, regevetasi (revegetation) dan revitalisasi (revitalization) secara sekaligus dalam waktu bersamaan.

Untuk revegetasi di lahan gambut, kata Edi para petani menanam jelutung rawa dan pinang. Untuk revitalisasi dengan tujuan peningkatan ekonomi, masyarakat mengembangan peternakan ayam dan bebek. Kemudian menanam nanas dan budidaya ikan di keramba apung.

"Kita sekarang sudah mandiri juga. Untuk pakan hewan ternak kita kembangkan budidaya magot. Jadi kami tidak usah beli," kata Edi.

Untuk mengelola lahan tidur bekas kebakaran, pihaknya juga mengolah kotoran sapi menjadi pupuk kompos. Kelompok tani sekarang dapat mandiri dalam mengelola ekosistem hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan.

Meskipun berada di kawasan hutan, ada beberapa perusahaan sawit yang telah masuk ke kawasan masyarakat di Desa Medak. Untuk mengolah limbah dari kebun sawit, para ibu-ibu Gapoktan Berkah Hijau Lestari, memanfaatkan lidi daun sawit sebagai piring.

Inah, perempuan dari Desa Muara Medak menganyam lidi sawit untuk membuat piring, yang bentuknya unik namun praktis digunakan terutama di acara hajatan pernikahan.

Inah menuturkan pembuatan kerajinan piring dari lidi sawit ini, dibuat berdasarkan pesanan. Kebanyakan pesanan datang dari usaha ketring pernikahan. Sekali pesan, dia dapat membuat sampai 120 unit.

"Kalau bahannya sudah siap. Cuma butuh waktu 30 menit, 1 kerajinan piring sudah jadi. Kalau harganya itu beragam sesuai ukuran. Mulai dari Rp70.000-100.000 per unit kerajinan," kata Inah.

https://money.kompas.com/read/2022/11/09/124505526/membasahi-lahan-gambut-bercocok-tanam-hingga-beternak-cara-suku-anak-dalam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke