Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wisata Konferensi Akademik Bersemi Kembali

IRING-iringan sepuluh bis berukuran kecil membelah jalan raya yang tidak terlalu lebar menuju destinasi wisata Garuda Wisnu Kencana di Ungasan, Bali.

Rombongan bis itu berisi para peserta konferensi akademik yang baru saja menghabiskan waktu berseminar dua hari lamanya di salah satu hotel berbintang lima dekat bandara.

Konferensi akademik atau dikenal juga sebagai seminar call for paper adalah forum di mana para akademisi berbagi informasi mengenai hasil riset terbaru, memperoleh umpan balik dari sesama akademisi dan saling belajar terkait perkembangan ilmu pengetahuan terbaru.

Pada kesempatan itu juga mereka berdiskusi dan memperluas jejaring dengan rekan akademisi lain dan juga dengan para profesional di bidangnya.

Berbeda dengan konferensi yang diselenggarakan asosiasi profesional yang mungkin “wajib” diikuti oleh semua anggotanya, para akademisi dalam konferensi akademik bebas untuk memilih seminar yang ingin dihadiri.

Karena merupakan pilihan bebas, maka banyak faktor yang patut dipertimbangkan, terutama bagi penyelenggara agar konferensi berjalan sukses.

Pertama, lokasi. Lokasi destinasi konferensi menjadi daya tarik tersendiri. Destinasi favorit seperti Bali tetap menjadi magnet bagi para akademisi untuk hadir.

Merebaknya destinasi menarik selain Bali mendorong penyelenggaraan konferensi hingga ke pelosok daerah.

Kedua, tema dan pembicara. Sebenarnya agenda pokok menghadiri konferensi selain melakukan diseminasi karya penelitian juga mendengarkan pemaparan para pakar sesuai dengan perkembangan terkini.

Tema aktual dan pembicara terkemuka menjadi hal yang menjadi pusat perhatian.

Ketiga, penyelenggara. Siapa yang menyelenggarakan acara menjadi aspek yang tidak kalah penting karena menyangkut reputasi konferensi.

Berkolaborasi dengan asosiasi profesi atau perguruan tinggi terkemuka menjadi hal yang lazim dilakukan panitia penyelenggara.

Keempat, biaya. Selain biaya registrasi, biaya transportasi, dan akomodasi menjadi aspek yang tidak dapat diabaikan.

Di tengah kenaikan biaya transportasi, alternatif hadir secara daring menjadi pilihan yang banyak diambil sejumlah kalangan walau secara emosional tidak dapat menggantikan kehadiran di tempat.

Kelima, publikasi. Kewajiban sebagai dosen untuk menghasilkan publikasi ilmiah “memaksa” penyelenggara memfasilitasi tuntutan tersebut.

Kehadiran di konferensi akademik tidak sekadar memeriahkan acara, tapi juga bagian dari pemenuhan kewajiban tersebut.

Wisata

Dalam dua tahun pandemi, konferensi akademik tetap diselenggarakan dalam format daring. Belakangan dengan situasi yang membaik, diselenggarakan dalam format hibrida, yaitu daring sekaligus luring.

Banyak yang memprediksi faktor protokol kesehatan (prokes) menjadi satu faktor penentu tambahan yang patut dipertimbangkan peserta dan penyelenggara.

Namun penelitian yang dilakukan oleh Kusumawardani dan kawan-kawan (2022) memperlihatkan bahwa safety measures seperti penerapan protokol kesehatan tidak memengaruhi keputusan untuk berpartisipasi di dalam seminar secara offline.

Safety measures memberikan pengaruh positif terhadap keputusan untuk berpartisipasi jika diikuti oleh kepercayaan (trust) terhadap penyelenggara seminar yang di dalamnya termasuk tempat seminar berlangsung.

Hasil penelitian tersebut terkonfirmasi dengan fakta di lapangan. Tidak sedikit peserta seminar yang mulai abai dengan protokol kesehatan. Sebagian tidak mengenakan masker lagi karena menganggap situasi telah aman.

Suasana riang berkumpul bersama dengan rekan akademisi menjadi bumbu yang menyemarakkan suasana.

Belum lagi acara post conference tour, mengelilingi objek wisata di sejumlah destinasi, membuat konferensi akademik makin kental dengan unsur wisata.

Penyelenggaraan satu konferensi akademik dengan jumlah peserta lebih dari 1000 orang tentu tidak bisa dianggap remeh.

Jika 1.000 peserta hadir dengan rerata biaya registrasi Rp 1,5 juta per orang, maka terkumpul senilai Rp 1,5 miliar.

Belum lagi jika dihitung pengeluaran peserta untuk makan, rekreasi, penginapan dan sebagainya selama tiga hari acara, maka perputaran uang diperkirakan bisa mencapai lebih dari Rp 5 miliar.

Dalam setahun belasan bahkan puluhan kali acara konferensi akademik diselenggarakan di berbagai daerah di Indonesia.

Walau mengedepankan kepentingan akademik, namun kontribusinya terhadap kebangkitan sektor wisata MICE (Meeting, Incentives, Conference, Exhibition) tidak boleh dipandang sebelah mata.

Di tengah kondisi pandemi yang makin terkendali, wisata konferensi akademik tampaknya telah bersemi kembali.

*Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara

https://money.kompas.com/read/2022/11/18/101615526/wisata-konferensi-akademik-bersemi-kembali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke