Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

APEC dan Solusi Ekonomi Asia Pasifik

Risiko resesi global pada tahun 2023 meningkat, menurut Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Pembangunan Asia (ADB), dan banyak lembaga terkemuka lainnya, karena bank sentral di berbagai negara menerapkan kenaikan suku bunga secara simultan untuk memerangi inflasi.

Tekanan dari perubahan iklim

Sejak dimulainya Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) pada tahun 1989, kawasan APEC telah terkena dampak 36 persen dari total bencana alam global.

Kerugian terkait bencana di APEC, sebagian besar terkait cuaca, mencapai rata-rata 111 miliar dollar AS per tahun.

Pada sisi lain, kawasan APEC juga merupakan kontributor utama perubahan iklim. Antara tahun 1990 dan 2018, emisi gas rumah kaca kawasan ini tumbuh 1,9 persen per tahun, lebih tinggi dari tingkat rata-rata dunia sebesar 1,1 persen.

Laporan yang disusun World Bank Group (2019) berjudul ‘Climate Change in APEC’ mengungkapkan bahwa perubahan iklim menimbulkan risiko ekstrem bagi kawasan APEC.

Tanpa peningkatan tindakan dari pemerintah, suhu global diperkirakan akan meningkat lebih dari 3°C di atas rata-rata pra-industri pada tahun 2100, dengan kemungkinan 20 persen pemanasan lebih dari 4°C.

Hingga tahun 2019, sebanyak 70 persen dari bencana alam global terjadi di kawasan APEC, yang intensitas dan keparahannya diperkirakan akan meningkat dengan perubahan iklim.

Bank Dunia memperkirakan kerugian yang disebabkan oleh perubahan iklim mencapai sebesar 7,3 persen dari produk domestik bruto di seluruh APEC pada tahun 2100, yang sebagian besar akan dialami oleh negara-negara berkembang yang lebih dekat ke khatulistiwa akibat banjir pesisir.

Tekanan dari pandemi Covid-19

Perekonomian di kawasan APEC juga mendapat tekanan berat dari pandemi Covid-19 selama 2020 dan 2021.

Laporan Akhir Unit Pendukung Kebijakan (PSU) APEC, bertajuk ‘Covid-19 and Cross-Border Mobility in the APEC Region: Addressing Uncertainties at the Border’ (November 2022) menyebutkan bahwa dampak Covid-19 yang lintas batas ini sangat luas.

Pada tahun 2021, PSU APEC memperkirakan kerugian ekonomi akibat hilangnya mobilitas lintas batas selama 2020 mencapai 1,2 triliun dolar AS.

World Travel and Tourism Council (WTTC) memperkirakan kerugian global ini sebesar 4,5 triliun dollar AS untuk tahun yang sama.

Sementara PSU APEC menyebutkan pembatasan sosial terkait Covid-19 telah menyusutkan kedatangan wisatawan internasional ke negara-negara APEC pada 2020 sebesar 79,1 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2019.

Di kawasan Asia-Pasifik, total kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB mengalami penurunan sebesar 53,7 persen dari 3 triliun dollar AS pada 2019 menjadi 1,4 triliun dollar AS pada 2020.

Kontribusi sektor tersebut di kawasan Asia-Pasifik mencapai 9,9 persen dari total perekonomian pada 2019. Ini menurun menjadi hanya 4,6 persen dari total ekonomi di Asia-Pasifik pada 2020.

Jumlah pekerjaan juga anjlok dari 185,06 juta pada tahun 2019 menjadi 151,01 juta pekerjaan pada 2020, penurunan sebesar 18,4 persen dari total pekerjaan di wilayah tersebut.

Hanya tiga anggota APEC—Kanada; Meksiko; dan Amerika Serikat mengalami peningkatan kedatangan wisatawan antara 2020 dan 2021.

Untuk mengatasi krisis ekonomi akibat perubahan iklim, APEC berupaya untuk mengatasi semua tantangan lingkungan secara komprehensif, termasuk perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan bencana alam, untuk planet yang berkelanjutan, khususnya dalam hal mitigasi, adaptasi, dan ketahanan iklim.

Dalam pertemuan mengenai Bio-Circular-Green (BCG) Economy, pada 29 Agustus 2022, para menteri APEC bersepakat untuk mencari prakarsa praktis, ambisius, dan konkret untuk transisi ke ekonomi global masa depan yang tahan iklim sejalan dengan upaya global.

APEC juga berambisi meraih pencapaian Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan dan tujuan Perjanjian Paris, serta mendukung komitmen setiap anggota APEC untuk meraih net zero atau netralitas karbon.

APEC berkomitmen meningkatkan kapasitas adaptif, memperkuat ketahanan dan mengurangi kerentanan terhadap dampak buruknya perubahan iklim dan risiko melalui langkah-langkah adaptasi ke dalam kebijakan, strategi dan perencanaan, serta kesiapsiagaan dan manajemen bencana dan keadaan darurat.

APEC juga bertekad bertransformasi menjadi ekonomi hijau, seperti mengembangkan skema penetapan harga, memahami proses untuk menerapkan langkah-langkah peraturan hijau, memperkuat kolaborasi antarlembaga dan lintas ekonomi, meningkatkan kemitraan dengan sektor swasta, dan memobilisasi keuangan menuju investasi hijau.

Upaya pemulihan ekonomi pasca-Covid-19

Untuk mencapai pemulihan ekonomi pasca-Covid-19, APEC mendukung saran Presiden RI, Joko Widodo dalam KTT APEC Sesi I di Bangkok, Jumat 18 November 2022, supaya setiap anggotanya melakukan reformasi struktural yang berfokus pada pertumbuhan yang dirancang agar inklusif, berkelanjutan, dan ramah inovasi.

Dalam jangka pendek, Presiden Jokowi mendorong sesama anggota APEC untuk berkolaborasi guna mengatasi inflasi dan memastikan ketahanan pangan.

Untuk jangka panjang, Jokowi mendorong perwujudan APEC Food Security Roadmap Towards 2030 untuk memastikan ketahanan pangan melalui beberapa hal, yakni teknologi yang inovatif dan digitalisasi, peningkatan produktivitas dan efisiensi sistem pangan, serta kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan.

Ini termasuk menyiapkan lingkungan yang memungkinkan semua jenis bisnis, termasuk UMKM dan start-up berkolaborasi untuk meningkatkan peluang dan menjadi kompetitif, terspesialisasi, inovatif, dan berekspansi ke pasar internasional.

Secara bersama APEC menegaskan kembali komitmennya terhadap Enhanced APEC Agenda for Structural Reform (EAASR) dan berupaya untuk membuat kemajuan kolektif dan individu, termasuk kemudahan melakukan bisnis.

Untuk meningkatkan daya saing sektor jasa, terutama perjalanan, transportasi, dan layanan lain yang paling terpukul oleh pandemi Covid-19, APEC menegaskan kembali komitmennya untuk mempercepat pekerjaan sebagai tanggapan terhadap APEC Services Competitiveness Roadmap (2016-2025).

Sementara itu, pejabat tingkat menteri dan perwakilan tingkat tinggi APEC telah menyusun rencana pemulihan penting bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

APEC menyebut usaha kecil sebagai mesin penggerak ekonomi APEC. Sebab UMKM menyumbang 98 persen dari total bisnis di kawasan APEC dengan jumlah karyawan mereka lebih dari separuh total angkatan kerja.

UMKM memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan PDB di kawasan APEC. UMKM berkontribusi dari 20 dan 40 hingga 60 persen dari PDB lokal di sebagian besar ekonomi APEC, dan berkontribusi sekitar 35 persen dari total ekspor.

Untuk mendorong pemulihan ekonomi secara inklusif dan meraih pertumbuhan ekonomi yang tangguh dan seimbang, APEC memberikan akses pembiayaan kepada UMKM sambil melakukan restrukturisasi utang; dan membantu UMKM mengatasi lanskap pasar yang berkembang.

Saat ini, terdapat 23 proyek dan inisiatif yang dilaksanakan APEC untuk mengatasi tantangan yang dihadapi sektor UMKM dengan penekanan pada mendukung ketahanan dan pemulihan mereka di setiap aspek bisnis.

Inisiatif ini dipandu oleh visi jangka panjang APEC untuk 20 tahun ke depan—Visi Putrajaya 2040 dan Rencana Aksi Aotearoa di luncurkan di Malaysia tahun 2020 lalu.

Transformasi digital

Untuk mempercepat kemajuan ekonomi, APEC mendorong setiap anggotanya untuk mengadopsi laju kemajuan teknologi digital dan melakukan transformasi digital.

Pada tahun 2020, APEC mengesahkan Rencana Strategis APEC 2020–2024, yang mencakup empat area prioritas, dengan tujuan sebagai berikut, yaitu transformasi digital, pengembangan SDM untuk menguasai literasi digital, mengembangkan fasilitas dan daya saing travel, dan mendorong pariwisata berkelanjutan.

Di sektor bisnis, APEC telah mendorong 79 persen dari CEO di kawasan APEC mengubah fokus investasi mereka selama tiga tahun ke depan menuju transformasi digital.

Statistik terbaru dari SMEWG APEC menyebutkan, kontribusi ekonomi digital terhadap PDB global pada 2017 adalah 5 persen. Pada 2020, kontribusinya naik menjadi 20 persen, dengan 1,36 triliun dolar AS.

Meski kontribusinya masih kecil bagi ekonomi APEC, UMKM yang menerapkan transformasi digital terbukti mampu menjaga pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Selain itu, transformasi digital juga menopang APEC sehingga memiliki perekonomian yang lebih inklusif dan terus tumbuh.

Karena transformasi digitalisasi terbukti dapat menumbuhkan kewirausahaan, dan membuat UMKM mampu menawarkan suatu proposisi nilai yang terdiferensiasi kepada pelanggan, pemasok dan karyawan.

Solusi atas masalah ekonomi yang mendera kawasan Asia-Pasifik, ditegaskan kembali lewat ‘Deklarasi Pemimpin 2022’ yang dihasilkan oleh PEC Economic Leaders' Week (AELW) tanggal 12-19 November 2022.

Lewat deklarasi tersebut APEC menegaskan kembali komitmen jangka panjangnya, mendorong pertumbuhan yang kuat, seimbang, aman, berkelanjutan, dan inklusif serta komitmen mereka untuk mewujudkan Visi APEC Putrajaya.

Para pemimpin APEC juga menyatakan tekad mereka untuk menegakkan dan memperkuat sistem perdagangan multilateral berbasis aturan.

Untuk merespons dan memitigasi dampak pandemi Covid-19, para pemimpin APEC bertekad untuk mencapai pemulihan ekonomi pasca-Covid-19 dan akan memperkuat sistem untuk mempersiapkan krisis di masa depan.

Tentunya, kita berharap, melalui berbagai upaya sebagaimana dibahas di atas, dan lewat Deklarasi Pempimpin 2022, setiap anggota APEC, khusunya pemerintah Indonesia, lebih intensif mengatasi tantangan hari ini, seperti kenaikan inflasi dan krisis energi serta pangan akibat perubahan iklim, pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina.

https://money.kompas.com/read/2022/11/24/073000826/apec-dan-solusi-ekonomi-asia-pasifik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke