Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bos Sampoerna Sebut Perusahaan Besar Perlu Melakukan Inovasi Disruptif

Ia menuturkan umumnya inovasi datang dari perusahaan-perusahaan baru, seperti startup. Namun, bukan berarti perusahaan besar tidak dapat melakukan hal yang sama. Justru, penting bagi perusahaan besar untuk melakukan inovasi yang disruptif demi mengantisipasi masa depan dan berinvestasi jangka panjang.

“Sains dan teknologi memiliki potensi untuk membentuk kembali suatu industri dan memberi dampak positif, termasuk bagi lingkungan. Melalui perkembangan sains dan teknologi, terdapat banyak contoh dari produk dan jasa inovatif dalam rangka menyediakan alternatif yang lebih baik bagi kehidupan sehari-hari. Inovasi mengubah cara hidup kita,” ujar Vassilis dalam siaran persnya, Selasa (29/11/2022).

Ia memberi contoh-contoh inovasi seperti kendaraan elektrik (electric vehicles/EV) dan energi terbarukan yang berpotensi mengurangi emisi karbon guna melindungi bumi.

“Kebijakan berbasis sains yang inklusif dapat berperan dalam mengakselerasi inovasi disruptif,” katanya.

Pemanfaatan sains dan teknologi juga telah dilakukan oleh perusahaan induk Sampoerna, Philip Morris International (PMI), melalui penelitian dan pengembangan untuk memperkenalkan variasi produk tembakau bebas asap.

“Sains dan teknologi memungkinkan penciptaan produk bebas asap yang merupakan alternatif lebih baik bagi perokok dewasa,” jelasnya.

Ia menguraikan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, saat ini ada sekitar 1 miliar perokok dan walaupun kampanye berhenti rokok digalakkan, populasinya masih akan tetap sama pada tahun 2025.

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa rokok terbukti jelas berdampak buruk bagi kesehatan. Kesadaran itu mendorong Philip Morris International, perusahaan induk Sampoerna, mengembangkan produk tembakau alternatif tanpa pembakaran.

"Mereka yang belum bisa berhenti merokok berhak atas alternatif yang lebih baik," kata  Vassilis.

Lewat investasi 9 miliar dollar AS serta proses riset selama lebih dari satu dekade yang melibatkan ilmuwan terkemuka dunia, PMI menemukan bahwa masalah utama dari merokok ialah akibat pembakaran. Sebab hal itu menghasilkan bahan kimia berbahaya yang terkandung dalam asap.

Di sisi lain, Vassilis menyebut bahwa nikotin bersifat adiktif dan tidak bebas risiko. Akan tetapi, nikotin bukan merupakan penyebab utama dari penyakit terkait merokok.

Oleh karena itu, produk bebas asap menghantarkan nikotin menggunakan metode lain yaitu tanpa pembakaran.

“Sedangkan produk bebas asap mengeliminasi pembakaran. Karena tidak dibakar, maka tidak ada api, tidak ada abu, serta tidak ada asap,” ujarnya.

Salah satu produk bebas asap yang dikembangkan PMI dengan mengedepankan sains dan teknologi ialah IQOS, yang merupakan salah satu platform terdepan untuk produk tembakau yang dipanaskan di dunia.

“IQOS mampu mengurangi paparan zat berbahaya atau berpotensi berbahaya hingga rata-rata 90-95 persen dibandingkan dengan rokok,” ungkap Vassilis.

Meskipun demikian, ia menekankan bahwa produk bebas asap tidak bebas dari risiko dan secara khusus ditujukan bagi perokok dewasa yang memutuskan untuk terus mengonsumsi nikotin atau mengalami kesulitan berhenti.

Inovasi itu disambut baik. Pada tahun 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat, memberikan izin pemasaran bagi IQOS sebagai produk tembakau dengan risiko yang dimodifikasi (Modified Risk Tobacco Product/MRTP).

"IQOS telah dipasarkan di 70 pasar di seluruh dunia. Sekarang sudah ada sekitar 13,5 juta orang yang berhenti merokok dan beralih ke IQOS," jelasnya.

Sebelumnya, Sampoerna telah berinvestasi untuk Fasilitas Produksi Batang Tembakau untuk IQOS dengan Merek HEETS di Karawang yang telah resmi beroperasi sejak November 2022.

Dari pengalaman di perusahaannya, Vassilis mengungkapkan, siapa pun perlu bermimpi dan berupaya menciptakan dampak positif bagi Indonesia.

https://money.kompas.com/read/2022/11/29/210100626/bos-sampoerna-sebut-perusahaan-besar-perlu-melakukan-inovasi-disruptif-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke