Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kondisi global yang bergejolak disebabkan oleh masih berlangsungnya perang Rusia dan Ukraina yang tidak diketahui kapan akan berakhir.
Kemudian, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali memanas dan karantina wilayah (lockdown) di China hingga Semester I 2023 juga turut menambah ketidakpastian global.
Terlebih, harga energi dan pangan masih tinggi serta pasokan dan distribusi barang masih tersendat menambah ketidakpastian ini sehingga dapat menyebabkan resflasi atau resesi dan inflasi.
"Risiko stagflasi dan bahkan resflasi. Persepsi risiko investor global negatif," ujarnya saat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2022 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (30/11/2022).
Oleh karenanya, pada 2023 BI mewaspadai 5 permasalahan yang tengah terjadi pada ekonomi global, yaitu perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat risiko resesi di AS dan Eropa meningkat, inflasi tinggi akibat harga energi dan pangan global, tren suku bunga tinggi, penguatan dollar AS, serta penarikan dana investor global dan mengalihkan ke aset likuid akibat risiko yang tinggi.
Selain itu, di tengah gejolak global BI juga perkuat sinergi dan koordinasi kebijakan dengan pemerintah dan stakeholder terkait agar ekonomi indonesia pada 2023 dan 2024 akan menunjukkan pemulihan.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI akan cukup baik di 2023 yaitu di kisaran 4,5-5,3 persen dan terus meningkat menjadi 4,7-5,5 persen di 2024.
"Selain ekspor, konsumsi dan investasi meningkat, hilirisasi, infrastruktur, penanaman modal asing, pariwisata, dan lainnya," kata dia.
Dia juga optimistis tingkat inflasi yang saat ini masih tinggi akan kembali ke sasaran 3 persen di 2023 dan terus turun menjadi 2,5 persen di 2024.
"Kebijakan pemerintah dan BI yang sangat kuat khususnya fiskal dan moneter perlu dipertahankan dan dilanjutkan untuk tetap bertahan menghadapi gejolak global, memperkuat optimisme, dan tetap waspada. Ekonomi akan semakin pulih dan bangkit menuju Indonesia maju," tuturnya.
https://money.kompas.com/read/2022/11/30/160640626/dunia-masih-bergejolak-gubernur-bi-waspadai-resflasi