Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejumlah Catatan tentang Rupiah Digital

QR code tersebut bisa langsung dari layar ponsel sang sopir atau bisa juga berupa gambar QR code belaka di lembaran kertas yang menempel di punggung bangku depan taksi. Semudah itu. Ya, semudah itu bagi pengguna mobile dan digital payment, tetapi bukan bagi pengguna segala macam kartu, baik debet maupun kredit, yang kebetulan datang ke Shanghai.

Hal serupa juga akan ditemui di saat melakukan transaksi dengan pedagang kaki lima, pemilik kios kecil pinggir jalan, penjual camilan dengan gerobak dorong. Demikian juga dengan pembayaran booking hotel beberapa hari sebelum masuk ke Kota Shanghai, dan lainya.

Dengan kata lain, uang tunai renmimbi yang kebetulan sudah terlanjur ditukar di gerai money changer bandara, misalnya, boleh jadi "menganggur" di dompet atau saku selama berada di Shanghai.

Apalagi jika sempat berkomunikasi terlebih dahulu dengan kawan atau saudara yang ada di Shanghai sebelum datang ke sana. Mereka biasanya akan menggiring Anda untuk meng-install satu atau beberapa aplikasi mobile payment yang ada di China dan mengaitkan kartu debit atau kartu kredit Anda ke aplikasi tersebut atau langsung membuka akun e-wallet baru yang ada di aplikasi untuk kemudahan selama berada di Shanghai.

Digitalisasi sistem pembayaran di China masif

Digitaliasi sistem pembayaran dan fintech-isasi di China memang satu langkah lebih maju ketimbang Amerika Serikat (AS), apalagi dibanding Indonesia. Digitalisasi pembayaran semakin masif berlangsung sejak tahun 2013-2014, setelah People Bank of China (PBOC) mengeluarkan izin perbankan (banking licenses) kepada perusahaan teknologi (tech companies) seperti Alibaba (Alipay/MYbank), Tencent (Wechatpay/Webank), Beidu, bahkan Xiaomi (produsen ponsel).

Selain menjadi intermediasi pembayaran, kini perusahaan-perusahaan teknologi tersebut juga berkapasitas menjadi intermediator kredit yang sanggup menyasar kelompok masyarakat yang sebelumnya terkategori unbankable di satu sisi dan menggerakan proses digitalisasi intermediasi dan transaksi keuangan di China ke angka yang sebelumnya tak pernah terbayangkan oleh para bankir konvensional di sisi lain.

Jadi tak heran jika China kini menikmati status nomor wahid dalam daftar indeks adaptasi teknologi finansial sejak tahun 2019 bersama dengan India. China mengantongi skor yang sama dengan India (87), tapi China membukukan volume transaksi ratusan kali lipat jauh di atas India.

Dengan latar itu, People Bank of China (PBOC) kemudian memperkenalkan mata uang digitalnya tahun 2020 (sampai hari ini masih dalam masa percobaan di beberapa kota besar China), alias memperkenalkan Central Bank Digital Currency (CBDC), yang dikenal dengan E-Renmimbi, atau E-Yuan, atau E-CNY.

Dengan latar itu pula, PBOC kemudian tidak harus membangun infrastruktur digital tersendiri untuk mentransformasikan penggunaan uang kartal fisik ke uang kartal digital. Artinya, China tidak memilih opsi pendekatan langsung (one tier) di mana PBOC selain menjadi bank sentral juga sekaligus menjadi retailer uang kartal digital (nasabah langsung membuka akun pribadi di bank sentral).

China cukup menunggangi aplikasi-aplikasi digital, mobile payment dan dompet digital yang sudah ada dengan menyisipkan aplikasi mini E-Renmimbi di dalamnya (two tier approach).

Alasan utamanya, selain faktor biaya yang murah tanpa harus membangun infrastruktur digital tersendiri, China juga tidak mau mendisrupsi terlalu keras lembaga keuangan yang sudah ada, terutama perbankan konvensional, jika langsung memosisikan E-Renmimbi sebagai aplikasi kompetitor terhadap perusahaan teknologi atau aplikasi mobile banking lainya.

Nasabah mobile payment cukup menggunakan aplikasi yang sudah ada di ponsel mereka (Alipay, Wechatpay, atau aplikasi mobile banking milik perbankan, dan lainya) untuk melakukan "cash out" alias tanpa harus berpindah aplikasi terlebih dahulu ke apikasi E-yuan.

Target besarnya tentu mendorong akselerasi inklusi keuangan menuju cashless society di China via masifikasi proses digitalisasi pembayaran yang telah dimulai perusahaan-perusahaan fintech, terutama di daerah perkotaan, tanpa harus berseberangan secara agresif dengan perbankan konvensional di satu sisi dan dengan perusahaan fintech yang sudah ada di sisi lain.

China bukan yang pertama

China bukan yang pertama tentunya. Bahama dengan E-Sand Bahamas dan Swedia dengan E-Krona telah lebih dulu memperkenalkan CBDC. CBDC memang menjadi salah satu solusi dari banyak bank sentral dalam mereaksi perkembangan digitalisasi pembayaran (electronic money besutan perbankan dan fintech) di satu sisi dan munculnya cryptocurrency di sisi lain.

Menurut Bank of International Settlement (BIS), sekitar 80 persen bank sentral di dunia sedang mengekplorasi dan mendalami kemungkinan penerbitan mata uang digital milik bank sentral (CBDC) sejak pandemi Covid-19, meningkat 10 persen dibanding tahun sebelum pandemi, termasuk Bank Indonesia (BI) yang mengumumkan buku putih soal rupiah digital (E-Rupiah) di akhir tahun ini.

Perkembangan teknologi pembayaran digital memang telah mendegradasi penggunaan uang fisik (kartal) yang menjadi produk langsung dari bank sentral dan mentransformasikannya menjadi model pembayaran digital (dengan teknologi token). Namun underlying-nya tetap mengacu kepada nilai mata uang negara yang bersangkutan.

Sementara di sisi lain, cryptocurrency (dengan teknologi blockchain) jauh lebih disruptif lagi karena hadir dengan tujuan yang jauh lebih besar dan revolusioner, yakni untuk menggantikan mata uang dari bank sentral, baik fisik maupun nilai.

Crytocurrency berusaha menjalankan ketiga fungsi utama uang yang dikelola oleh bank sentral, yakni sebagai alat pembayaran (medium of exchange), satuan hitung (unit of account), dan lindung nilai dan investasi (store of value), meskipun tidak memiliki underlying yang jelas.

Di Indonesia, fungsi ketiga sangat menonjol, yakni cryptocurrency sebagai instrument lindung nilai (investasi), bahkan sebagai instrumen spekulasi, yang ditawarkan beberapa start up jasa layanan keuangan.

Di level dunia pun sebenarnya tak jauh berbeda, cryptocurrency masih jauh dari cita-cita yang diimpikan untuk menggantikan mata uang besutan bank sentral. Bahkan pada akhirnya hanya menjadi instrumen spekulasi karena nilainya yang cenderung kurang stabil,seperti Bitcoin (stabilitas nilai menjadi salah satu syarat mata uang).

Bagaimana di Indonesia?

Nah, berdasarkan fakta inklusi keuangan di Indonesia yang terbilang masih rendah, IMF menyarankan BI mengambil opsi pertama dengan menjadi ratailer langsung atas uang rupiah digital. Namun rekomendasi tersebut masih perlu dipertimbangkan secara matang.

BI bisa saja mengambil dua opsi sekaligus, dengan tetap menggandeng semua perbankan yang memiliki layanan pembayaran digital dan perusahaan-perusahaan fintech yang memiliki layanan e-wallet untuk daerah perkotaan, sembari menjadi retailer langsung untuk daerah-daerah yang masih rendah tingkat ingklusi keuangannya.

Di satu sisi, rupiah digital bisa menjadi "isi" berupa uang tunai digital di dalam dompet-dompet digital (miniapps di dalam superapps). Di sisi lain, rupiah digital juga bisa menjadi aplikasi uang digital tersendiri bagi nasabah baru yang sama sekali belum memiliki rekening bank atau e-wallet.

Atas perkembangan di atas, beberapa catatan yang terkait dengan migrasi sebagian uang rupiah tunai menjadi uang rupiah digital perlu dipahami bersama. Pertama, kehadiran rupiah digital (semestinya) tidak menghilangkan hak siegniorage untuk BI/negara (selisih antara biaya produksi dan nominal uang).

Meskipun uang kartal berubah menjadi data visual di layar ponsel atau komputer, hak siegniorage BI harus dipertahankan.

Kedua, suku bunga. Rupiah digital tidak dikenai aturan suku bunga persis seperti uang tunai yang beredar di tengah masyarakat selama ini. Meskipun nanti rupiah digital tetap tersimpan pada miniapps yang ada di dalam superapps milik fintech atau aplikasi mobile banking, selama masih berupa rupiah digital, maka aturan suku bunga tidak berlaku.

Tiga, sifat anonimitas uang akan melemah (privacy). Penggunaan uang tunai memang jamak dengan privacy alias tidak terikat secara personal dengan penggunanya (anonim). Karena itu, penggunaan uang tunai sulit terlacak. Namun perpindahan rupiah menjadi mata uang digital akan menggerus sifat anonimitas tersebut (tracable).

Memang akan ada aturan main dan perjanjian khusus, baik dengan bank sentral sebagai pemilik aplikasi langsung rupiah digital atau dengan aplikasi perantara (fintech atau mobile banking app) untuk menjaga secara ketat privasi nasabah.  Namun tidak berarti jejak digitalnya hilang. Jejak digital akan tersimpan di beberapa perusahaan teknologi terkait, mulai dari bank atau fintech terkait, sampai pada pihak ketiga dan perusahaan pengembang aplikasi yang menjadi mitra fintech dan bank terkait, termasuk merchant-merchant di mana nasabah melakukan transaksi.

Keempat, terlepas BI akan menggunakan jenis teknologi apa (blockchain atau token), tetap akan ada disrupsi secara pelan-pelan pada industri perbankan di satu sisi dan penetrasi masif perusahaan fintech atau bank digital kepada kalangan non-bankable yang selama ini belum tersentuh oleh layanan perbankan konvesional di sisi lain (pengguna uang tunai).

Kantor cabang dan mesin-mesin ATM bank-bank komersial, baik swasta maupun BUMN, akan berkurang secara gradual, seiring dengan meningkatnya penggunaan transaksi non-tunai alias penurunan permintaan uang tunai. Kemudian, pengguna e-wallet dan aplikasi pembayaran digital akan meningkat, meskipun tak memiliki rekening di bank konvensional.

Kelima, risiko dari disrupsi di atas adalah pengurangan biaya pengelolaan uang tunai (cash management cost) seiring dengan pengurangan SDM dunia perbankan yang selama ini berada di sepanjang lini cash management tersebut.

Keenam, secara moneter, penerbitan rupiah digital dalam jumlah tertentu harus didahului oleh penarikan uang rupiah kartal dalam jumlah yang sama, untuk menghindari inflasi (monetary inflation).

Terakhir, meskipun banyak bank sentral di dunia sedang mengekplorasi peluang penerbitan mata uang digital, bagaimanapun, uang fisik dan transkasi dengan menggunakan uang kartal fisik masih akan bersama kita untuk waktu yang sangat lama, bahkan boleh jadi akan tetap ada, meskipun volumenya mengecil.

Pasalnya, mata uang digital membutuhkan intermediator seperti ponsel, tablet, atau computer yang sewaktu-waktu bisa saja kebahisan energi atau rusak.

https://money.kompas.com/read/2022/12/13/095925826/sejumlah-catatan-tentang-rupiah-digital

Terkini Lainnya

Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Whats New
Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Work Smart
Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Whats New
KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

BrandzView
Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Whats New
Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Whats New
Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Whats New
HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

Whats New
Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Whats New
BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

Whats New
Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Whats New
Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Whats New
Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Whats New
Hilirisasi Nikel, Bagaimana Dampaknya bagi Pertumbuhan Ekonomi?

Hilirisasi Nikel, Bagaimana Dampaknya bagi Pertumbuhan Ekonomi?

Whats New
Bandara VVIP IKN Bakal Dioperasikan Terbatas Saat Upacara 17 Agustus

Bandara VVIP IKN Bakal Dioperasikan Terbatas Saat Upacara 17 Agustus

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke