Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Picu Kemarahan Bupati Meranti, Apa Itu Dana DBH Migas?

KOMPAS.com - Polemik dana bagi hasil atau DBH antara Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Muhammad Adil dan Kementerian Keuangan belum kunjung usai. Untuk menyelesaikannya, Kementerian Dalam Negeri akan memanggil Muhammad Adil pada Selasa, 20 Desember 2022.

Adil menilai, DBH yang diberikan Kemenkeu terhadap lifting minyak di daerahnya tidak sesuai. Lifting minyak merupakan minyak hasil produksi yang telah diolah dan siap untuk digunakan atau dijual.

Protes itu disampaikannya dalam rapat koordinasi Pengelolaan Pendapatan Belanja Daerah se-Indonesia di Pekanbaru, Riau, pada 8 Desember 2022.

Mengenal DBH

Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan, DHB adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang kemudian dialokasikan kepada daerah berdasarkan persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DBH adalah dana dari APBN yang digunakan sebagai instrumen pemerintah pusat untuk pemerataan dan keadilan bagi seluruh daerah di Indonesia.

Sederhananya, suatu daerah yang miskin sumber daya alam akan tetap menerima DBH yang dikumpulkan negara dari daerah lain yang kaya sumber daya alam.

Namun demi keadilan, daerah dengan sumber daya alam yang dieksploitasi, akan menerima DBH dengan persentase lebih besar.

DBH juga merupakan bagian dari dana transfer ke daerah (TKD). Pemerintah tidak hanya memberikan dukungan untuk daerah berupa TKD lewat DBH.

Adapun instrumen lainnya dari TKD adalah dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) yang terdiri dari fisik dan nonfisik, dana otonomi khusus, dana desa, dan insentif fiskal.

Tujuan diberikannya DBH adalah kebijakan fiskal yang berpihak pada penurunan ketimpangan, kemiskinan, dan penguatan kapasitas daerah.

Hal ini juga telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Macam-macam DBH

DBH dikategorikan ke dalam DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). DBH Pajak terdiri dari DBH Pajak Penghasilan, DBH Pajak Bumi dan Bangunan, serta DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT).

Sementara DBH SDA terdiri atas DBH Kehutanan, DBH Mineral dan Batubara, DBH Minyak dan Gas Bumi, DBH Panas Bumi, dan DBH Perikanan.

Alokasi DBH juga berbeda-beda untuk tiap jenisnya dengan mempertimbangkan eksternalitas atau dampak, peran daerah, dan kebutuhan perimbangan untuk menjamin pelayanan publik.

Awal mula kemarahan

Awalnya, Muhammad Adil mengeluhkan kalau Meranti merupakan salah satu daerah termiskin di Indonesia dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,68 persen.

Padahal wilayah ini merupakan penghasil minyak mentah yang beberapa waktu belakangan harganya melambung.

Namun dia menyebut, dana bagi hasil yang didapatkan wilayahnya tak sebanding dengan produksi dan kenaikan harga minyak.

Adil menyebut, lifting minyak Meranti saat ini mencapai 7.500 barel per hari, dari sebelumnya hanya di kisaran 3.000-4.000 barel per hari.

Sementara asumsi harga minyak dalam anggaran negara naik menjadi 100 dollar AS per barel dari sebelumnya 60 dollar AS per barel. Tapi dana bagi hasil yang diterimanya untuk tahun ini sebesar Rp 115 miliar, hanya naik sekitar Rp 700 juta dari sebelumnya.

"Meranti itu daerah termiskin se-Indonesia, penghasil minyak, termiskin, ekstrem lagi. Pertanyaan saya, bagaimana kami tidak miskin, uang kami tidak dikasihkan," ungkap Adil.

Melihat kondisi yang menurutnya kontras itu, Adil sempat bersurat ke Menteri Keuangan Sri Mulyani agar dana bagi hasil bisa bertambah karena kenaikan harga minyak.

Namun respon yang diterimanya dinilai kurang baik, ia pun mengaku cukup emosi karena suratnya yang dikirimkan sebanyak 3 kali hanya dijawab dengan rapat online.

"Saya sudah berulang kali sampai tiga kali menyurati Bu Menteri (Keuangan) untuk audiensi, tapi alasannya Kementerian Keuangan mintanya online, online, online. Kalau dituntut untuk pendapatannya bertambah, untuk kami sudah bertambah cukup besar," kata dia.

Dari situlah awal mula kekesalannya terhadap instansi bendahara negara itu. Ia menilai, Kemenkeu tidak terbuka dalam perhitungan bagi hasil.

"Saya di 2022 dapat dana bagi hasil Rp 114 miliar. Waktu itu hitungannya 60 dollar AS per barel di perencanaan pembahasan APBD 2022. Di 2023, pembahasan APBD kami dapat mengikuti nota pidato Pak Presiden Agustus lalu, 1 barel 100 dollar AS," ujar Adil.

"Kemarin waktu lewat zoom dengan Kementerian Keuangan, (mereka) tidak bisa menyampaikan dengan terang. (Setelah) didesak-desak baru lah menyampaikan dengan terang bahwa 100 dollar AS per barel," bebernya.

Tak mendapat jawaban memuaskan, Adil juga mengadukan persoalan dana bagi hasil ini ke Kementerian Dalam Negeri.

"Kami ngadu ke Kementerian Dalam Negeri kok bisa offline. Terima kasih Pak Menteri Dalam Negeri (Tito Karnavian) karena menerima kami, tapi untuk di (Kementerian) Keuangan susahnya nggak ketulungan.

Ia mengaku tak putus asa memperjuangkan kenaikan dana bagi hasil. Di Bandung, ia lagi-lagi menanyakannya kepada pihak Kementerian Keuangan.

"Sampai ke Bandung saya kejar orang Kementerian Keuangan juga tidak dihadiri oleh yang kompeten, yang hadir waktu itu entah staf, tidak tahu lah. Sampai waktu itu saya ngomong 'ini orang keuangan isinya iblis atau setan'," kata dia.

"Hari ini saya kejar bapak, saya mau tahu kejelasannya. Pertama apakah penyusunan APBD 2023 pakai asumsi 60 dollar AS, atau 80 dollar AS yang bapak sampaikan, atau 100 dollar AS seperti di pidato Pak Jokowi yang benar. Ini ada tiga saya cermati tadi," ucap Adil.

Dengan data yang disampaikan Kementerian Keuangan dinilai membingungkan, Adil pun menyebut lebih baik pemerintah pusat berhenti menyedot minyak di Meranti.

"Jadi kalau seandainya kami naik, tapi penghasilan yang besar dianggap penurunan, saya mengharapkan nanti Bapak keluarkan surat untuk penghentian pengeboran minyak di Meranti," kata Adil.

"Jangan diambil lagi minyak di Meranti itu. Tidak apa-apa, kami juga masih bisa makan daripada uang kami dihisap sama pusat," tambahnya.

https://money.kompas.com/read/2022/12/18/211940126/picu-kemarahan-bupati-meranti-apa-itu-dana-dbh-migas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke