Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Urgensi Transformasi Asuransi

Sebuah media merangkum setidaknya 10 kejadian paling mengguncang industri asuransi, mulai dari kasus sengketa nasabah unit-link yang melibatkan sejumlah perusahaan asuransi; program restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) memasuki babak akhir yang ditandai dengan rencana pengalihan portofolio (polis), aset, dan liabilitas dari Jiwasraya kepada IFG Life; kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau lebih dikenal dengan Wanaartha Life (PT WAL) berlanjut dengan keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT WAL.

Kejadian lain adalah pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 mendapatkan titik terang pembayaran klaim yang belum juga terselesaikan dalam lima tahun terakhir; sejumlah industri asuransi umum di Tanah Air kembali mengingatkan kepada masyarakat pentingnya memiliki asuransi bencana alam, salah satunya asuransi gempa bumi.

Peristiwa lainnya yaitu OJK mengumumkan 13 perusahaan asuransi berada dalam pengawasan khusus atau bermasalah. Perusahaan-perusahaan tersebut terdiri dari tujuh perusahaan asuransi jiwa dan enam perusahaan asuransi umum, termasuk reasuransi.

Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan omnibus law keuangan atau Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) untuk menjadi Undang-Undang (UU) pada 15 Desember 2022. UU P2SK bertujuan antara lain menjaga kestabilan sistem keuangan dalam rangka penguatan jaring pengamanan sistem keuangan.

Ruang lingkup UU itu mencakup program penjaminan polis, usaha bersama, konglomerasi keuangan mikro, hingga koperasi di sektor jasa keuangan. UU PPSK juga mengamanatkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadi penjamin polis asuransi.

Dalam UU itu dijelaskan tujuan penyelenggaraan program penjaminan polis adalah melindungi pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya akibat mengalami kesulitan keuangan.

Penyelenggaraan program penjaminan polis mulai berlaku 5 tahun terhitung sejak UU ini diundangkan atau pada 2027 mendatang.

Tata Kelola

Permasalahan utama bisnis asuransi adalah good corporate governance atau tata kelola usaha asuransi. Tugas pembenahan usaha asuransi harus didahului oleh niat baik para pelaku usahanya meski peran pengawasan lembaga resmi semacam OJK tentu tak bisa dikesampingkan.

Beberapa tahun terakhir kita dikejutkan oleh kasus yang menimpa industri asuransi di Indonesia. Sebut saja kasus Bakrie Life, Bumiputera , Jiwa Sraya, ASABRI, Kresna Life, dan kasus terakhir yang menimpa Wana Artha Life.

Kita sadari bersama bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melaksanakaan tugasnya sebagai pengawas sudah melakukan bagiannya sebagaimana amanat undang undang. Organ perusahaan dan instansi pemerintah yang berfungsi melakukan pengawasan juga sudah sedemikian banyak dan berlapis .

Ada satuan pengawas intern sebagai internal audit, ada kantor akuntan publik sebagai eksternal audit, ada organ komite audit, ada dewan komisaris, ada BPK, BPKP, kejaksaaan dan aparat kepolisian. Belum lagi KPK dan DPR sebagai pengawas ekstern.

Ditambah pula uji kepatutan dan kelayakan atau fit & proper test bagi setiap calon direksi dan komisaris perasuransian. Termasuk kewajiban mengungkapkan hubungan persaudaraan di antara sesama direksi dan komisaris dan larangan rangkap jabatan lebih dari dua perusahaan dengan tidak boleh merupakan perusahaan sejenis.

Akan tetapi seperti kita saksikan bersama masih juga terjadi perusahaan asuransi yang gagal bayar. Sikap mental para pelaku bisnis ini dari mulai agen hingga level direksi harus menjadi lebih baik. Bukankah pengawasan terbaik dimulai dari sikap mental diri sendiri?

Enam Pilar Transformasi

Untuk itu ada enam pilar transformasi praktik bisnis asuransi di Tanah Air yang perlu dijadikan agenda aksi ke depan.

1. Top line to bottom Line

Selama ini bisnis asuransi banyak diukur dari perolehan premi asuransi yang berhasil dibukukan sebagai penjualan (top line oriented). Sejumlah rating asuransi oleh media keuangan menggunakan kategori premi bruto sebagai dasar pemeringkatan.

Sangat sedikit perhatian asuransi pada perolehan laba (bottom line oriented) . Dengan orientasi pada perolehan premi sebanyak-banyaknya terkandung biaya akuisisi atau komisi yang besar diberikan kepada pihak ketiga sebagai sumber bisnis atau agen asuransi.

Hal ini tampak pada rasio BOPO (biaya operasional pendapatan operasional ) asuransi umumnya lebih besar dibandingkan dengan rasio BOPO industri keuangan lainnya misalnya perbankan.

Merujuk data perbankan per Mei 2021, perbankan Indonesia dapat dikatakan masih cukup efisien, ditandai dari rasio BOPO yang berada pada level 85,49 persen. Tingkat efisiensi ini membaik ketimbang awal pandemi yaitu Maret 2020 yang berada pada level 88,70 persen, dibandingkan BOPO rata-rata bank di negara ASEAN berkisar 40 – 60 persen.

Data riset sebuah media atas neraca publikasi asuransi 2021 menunjukan rasio beban (klaim, usaha, dan komisi) terhadap pendapatan premi neto asuransi umum rata-rata tercatat sebesar 107 persen dan asuransi jiwa rata rata 118, 02 persen.

Indikator rasio beban digunakan untuk mengukur efisiensi core business asuransi. Secara umum dapat dikatakan, makin kecil angka rasionya, semakin bagus karena operasional perusahaan lebih efisien.

Rumusnya adalah beban klaim ditambah komisi, ditambah beban usaha, dibagi pendapatan premi neto, dikalikan 100 persen. Rasio terbaik di bawah 100 persen.

2. Cash flow underwriting to prudent actuarial underwriting

Dorongan kompetisi yang ketat di pasar asuransi membuat perusahaan asuransi kerap abai pada proses akseptasi underwriting penilaian risiko yang didasarkan statistik aktuarial.Perusahaan lalu hanya mengejar perolehan cash flow pendapatan premi.

Cash flow underwriting ditandai dengan penetapan harga atau pricing yang tidak memadai, pencadangan yang tidak tepat dan terms and conditions yang sangat longgar dan agresif (Delil Khairat, 2022 )

3. Overseas placement to domestic placement

Undang-Undang Perasuransian mengatur, obyek asuransi di Indonesia hanya dapat diasuransikan pada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah di Indonesia dan penutupan obyek asuransi tersebut harus memperhatikan optimalisasi kapasitas perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah dalam negeri.

Guna mengimbangi kebijakan tersebut, pemerintah dan atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan upaya untuk mendorong kapasitas asuransi dan reasuransi dalam negeri. Peraturan tersebut tertuang dalam POJK Nomor 39 /POJK.05/2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.05/2015 Tentang Retensi Sendiri Dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri. Bahwa perusahaan asuransi wajib memperoleh dukungan reasuransi seratus persen dari reasuradur dalam negeri untuk pertanggungan yang memiliki risiko sederhana.

Namun acapkali perusahaan asuransi justru mendahulukan penempatan risiko di luar negeri daripada di dalam negeri. Akibatnya telah lama kita ketahui terjadi pelarian devisa asuransi ke luar ngeri dengan akibat terjadinya defisit neraca pembayaran asuransi kita dengan luar negeri karena kecilnya claim recovery diperoleh dari luar negeri.

Berdasarkan data Bank Indonesia, neraca pembayaran jasa asuransi dan dana pensiun pada 2019 tercatat defisit 709 juta dolar AS. Catatan impor jasa asuransi dan pembiayaan senilai 875 juta dolar belum dapat diimbangi oleh ekspor jasa tersebut senilai 167 juta dolar.

Defisit neraca pembayaran 2019 tercatat meningkat dibandingkan dengan 2018 sebesar 567 juta dolar

4. Price competition to service competition

Bisnis asuransi di dalam negeri perlu lebih mengedepankan persaingan dalam hal pelayanan dibanding dengan persaingan harga. Persaingan dalam pelayanan kerap diabaikan dengan banyaknya pengaduan nasabah asuransi baik karena klaim yang tidak dibayar maupun kebutuhan pelayanan lain.

Klaim asuransi baru menjadi perhatian perusahaan asuransi bila menyangkut public figure, selebritas, artis dan pejabat pemerintah, serta menjadi viral di sosial media.

5. Proteksi ketimbang Investasi

Perusahaan asuransi didorong kembali fokus pada fungsi utama, yakni sebagai lembaga keuangan yang menawarkan proteksi. Perusahaan asuransi agar mulai mengurangi penjualan Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) seperti unit link.

Persoalan-persoalan yang membelit industri asuransi selama ini sebagian besar dipicu oleh produk PAYDI. Pemahaman masyarakat yang masih rendah terhadap produk investasi seperti unit link mendorong kekeliruan dalam penjualan unit link atau misselling.

Ini yang membuat masyarakat merasa terjebak atau tertipu. Diperlukan moratorium penjualan produk unit link untuk mencegah lebih banyak korban yang merasa tertipu di tengah rendahnya literasi asuransi masyarakat pada umumnya.

Penurunan kinerja asuransi jiwa di tahun 2022 mengindikasikan perusahaan asuransi tengah melakukan konsolidasi dan penyesuaian terkait dengan ketentuan yang berlaku di dalam SE OJK Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI), khususnya dalam hal pemasaran dan pengelolaan PAYDI yang dilakukan secara prudent, fair, dan transparan.

6. Sinergi menguntungkan dengan bank

Sektor perbankan telah jauh berpengalaman melalui berbagai krisis perbankan sejak 1998 dan 2008, sehingga bank menjadi ukuran dan panutan dalam menjalankan tata kelola yang baik. Ke depan untuk mewujudkan kemitraan yang seimbang antara bank dan asuransi dalam mengembangkan sektor keuangan, perlu bagi beban dan tanggung jawab yang lebih proporsional dalam mengalihkan risiko kredit ke industri asuransi.

Dalam hal ini OJK yang tengah menggodok peraturan terkait bancassurance perlu mendapat masukan dari berbagai stakeholders keuangan. Tidak cukup hanya meniadakan fee base income untuk bank dari praktik penjualan asuransi, tetapi perlu tanggung jawab yang lebih besar dari bank dalam hal terjadi misselling atau misconduct produk asuransi oleh bank.

Praktik pemasaran produk unit link yang disalurkan melalui bank atau bancassurance juga harus dibenahi. Banyak anggota masyarakat awalnya ingin menabung atau membuka deposito di bank malah menemukan uangnya ditempatkan di produk unit link karena dijanjikan keuntungan lebih tinggi. Padahal banyak orang yang belum paham tentang cara kerja unit link.

Menjadi ironis, masyarakat yang menaruh kepercayaan dengan menempatkan dananya di bank menjadi takut dananya dialihkan ke produk lain yang bukan produk bank dan lebih ironis karyawan bank sendiri yang membujuk untuk mengalihkannya dari bank.

Dengan enam pilar transformasi di atas diharapkan industri asuransi dapat kembali meraih kepercayaan masyarakat secara resilien dan berkesinambungan

https://money.kompas.com/read/2023/01/04/092636726/urgensi-transformasi-asuransi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke