Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menilai hal itu sebagai praktik persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini dinilai bisa menguntungkan sekaligus bisa merugikan konsumen.
"Menguntungkan juga merugikan. Menguntungkan karena menghemat biaya tapi juga merugikan kalau sulit mendapatkan ganti rugi saat terjadi klaim," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (7/1/2023).
Terlepas dari keuntungannya, dia justru mengimbau agar nasabah lebih hati-hati saat memilih produk asuransi karena sangat berisiko gagal bayar klaim.
Nasabah dinilai perlu mencari tahu latar belakang dan reputasi perusahaan asuransi yang akan dipilih. Sebab, perusahaan asuransi yang terlalu menurunkan tarif preminya justru risiko gagal bayar klaimnya lebih besar.
"Nasabah harus waspada dengan asuransi yang jor-joran membanting tarif karena pada akhirnya tidak mampu membayar klaim," ucapnya.
Sudah berlangsung lama
Dia mengungkapkan, perang tarif premi pada industri asuransi tidak hanya terjadi kali ini saja, tetapi sudah berlangsung setidaknya lima tahun yang lalu.
Akibatnya, bukan hanya merugikan nasabah saja tetapi juga perusahaan asuransi dan reasuransi. Sebab, nasabah akan menghadapi perusahaan asuransi yang tidak mampu membayar klaim karena tidak ada dukungan reasuransi.
"Ibarat jarum jam, setelah diberlakukan tarif kemudian asuransi menangguk untung, kembali terjadi perang tarif untuk dapat bersaing. Demikian siklus terus berulang," ungkapnya.
Menurut dia, perang tarif ini terus berulang karena regulator dan asosiasi tidak tegas menindak perusahaan-perusahaan asuransi yang melakukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat ini.
Ia menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator harus beritindak tegas dengan menegur asosiasi selaku pengawas dan pemberi sanksi untuk menindak anggota yang melanggar ketentuan tarif premi dari OJK.
"Memang membingungkan. OJK mengatur tarif tapi tidak tegas. Sedangkan asosiasi yang diberi kewenangan menertibkan tidak melakukan apa-apa," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, OJK terus mencermati perkembangan perang tarif di perusahaan asuransi. Pasalnya, praktik persaingan usaha ini berkembang menjadi semakin tidak sehat.
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, perusahaan-perusahaan asuransi saling menawarkan asuransi dengan harga yang sangat rendah untuk bisa bersaing dalam menarik konsumen.
Rata-rata premi yang dibayarkan asuransi kredit sebesar kurang dari 1 persen. Sementara rata-rata tingkat gagal bayar atau default asuransi kredit di kisaran 2-3 persen.
Oleh karena itu, jika perang tarif ini dibiarkan maka dalam jangka panjang perusahaan asuransi akan tidak mampu membayar klaim yang ditagihkan bank sehingga akan terjadi gagal bayar.
"Untuk itu kami sedang mengkaji dan akan mengatur mengenai batasan minimal premi untuk asuransi-asuransi yang kami anggap tidak sehat," ujarnya saat konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK Desember 2022, Senin (2/1/2023).
https://money.kompas.com/read/2023/01/07/210000226/perang-tarif-asuransi-menguntungkan-atau-merugikan-nasabah-