Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melihat Perang Tarif Asuransi dari Kacamata Mahadata

Menurut OJK, perusahaan-perusahaan asuransi berlomba untuk memberikan tarif produk dengan tarif minimal untuk menarik konsumen. Hal ini terutama terjadi untuk asuransi kredit.

Perang tarif yang sebenarnya mungkin terjadi sejak lama, namun masih belum terdeteksi secara masif.

Perang tarif mulai terdeteksi ketika kasus-kasus gagal bayar dan fraud mulai mencuat ke permukaan hingga menjadi konsumsi publik secara luas.

Terlepas perang tarif ini terjadi secara spesifik di asuransi kredit atau produk asuransi lainnya, sebenarnya dalam konteks manajemen strategis, bersaing dalam hal harga atau tarif suatu produk barang dan jasa memang bisa menjadi salah satu opsi strategi perusahaan.

Menurut Michael Porter (1980), turunan dari strategi perusahaan dalam hal tarif adalah dengan strategi kepemimpinan biaya rendah atau low cost leadership strategy yang berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar dengan menekankan biaya rendah relatif terhadap pesaing.

Kepemimpinan Biaya adalah strategi yang berfokus pada membuat operasi lebih efisien dan memotong biaya sedapat mungkin.

Perusahaan yang menerapkan strategi ini berhasil melakukan efisiensi dalam skala besar, kontrol overhead yang ketat, pemilihan segmen konsumen yang cermat, standardisasi dan otomatisasi.

Kepemimpinan biaya rendah bertujuan memunculkan tarif atau harga terendah di pasar. Hal ini membuat perusahaan berada pada posisi terbaik untuk bertahan dari perang tarif dan di saat bersamaan menghasilkan margin tertinggi jika perang tarif tidak terjadi.

Di luar industri asuransi, sebagai contoh, misalnya, rantai ritel terbesar di dunia, Wal-Mart juga percaya pada strategi keunggulan biaya.

Perusahaan yang menjalankan strategi ini sering menggunakan teknologi baru dengan harapan menurunkan struktur biaya tradisional.

Kelemahan dari strategi kepemimpinan biaya ini adalah bisa memunculkan persaingan antarperusahaan sehingga sangat tidak sehat. Pada akhirnya akan memancing perang tarif di dalam suatu industri.

Dalam konteks industri asuransi, dengan premis bahwa perusahaan-perusahaan asuransi berhadapan langsung dengan risiko kerugian finansial yang tidak pasti, seharusnya penting bagi perusahaan asuransi untuk memprediksi risiko dengan menetapkan premi yang bukan hanya menguntungkan, tapi juga tepat.

Dengan demikian, seharusnya perang tarif lebih akan sulit terjadi di industri asuransi dibandingkan dengan industri lain. Premi ditetapkan sehubungan dengan risiko, untuk memastikan bahwa kerugian nasabah ditanggung.

Namun, ini tidak memperhitungkan semua tarif akhir. Seperti bisnis lainnya, perusahaan asuransi memiliki biaya sendiri dan beroperasi untuk menghasilkan keuntungan.

Premi ditetapkan tidak hanya untuk menutupi kerugian konsumen, tetapi juga untuk menutupi biaya dan mempertahankan margin yang layak.

Seperti di industri mana pun, tarif di industri asuransi juga tunduk pada hukum permintaan dan penawaran. Hal ini yang menyebabkan persentase kecil dari perubahan harga premi dapat menyebabkan konsumen berpindah perusahaan asuransi.

Seringkali perang tarif dimulai karena tindakan langsung, misalnya, memotong tarif suatu produk sebesar 10 persen untuk merespons kompetitor yang menurunkan tarif sebesar 8 persen.

Langkah ini merupakan respons atas konsep jika tidak dilakukan, pangsa pasar akan tergerus. Padahal hal yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu perang tarif yang menghancurkan keuntungan industri dalam jangka panjang.

Seharusnya dengan karakteristik industri asuransi yang unit, penetapan memungkinkan maksimalisasi keuntungan dengan memungkinkan perusahaan asuransi memperoleh pangsa pasar di segmen yang lebih menguntungkan.

Mahadata sebagai alternatif

Sebelum konsep Big Data atau Mahadata muncul, perusahaan asuransi pada umumnya, secara tradisional akan melihat tarif produk pesaing yang serupa dan mengukur nilai produk sendiri untuk menghasilkan strategi penetapan tarif terbaik untuk lini produk.

Yang harus diperhatikan dengan pendekatan manual ini adalah meskipun dapat diterapkan untuk perusahaan asuransi skala kecil dengan jumlah produk yang tidak terlalu banyak, namun sepertinya sulit untuk perusahaan asuransi besar yang mempunyai puluhan produk fitur di tiap lini.

Setiap produk memerlukan strategi terpisah dan ini berarti berpotensi hilangnya profitabilitas dalam keputusan penetapan tarif yang tidak efisien.

Untuk setiap produk asuransi, idealnya, mempertimbangkan strategi yang sangat spesifik yang akan memengaruhi tarif, dibandingan dengan nilai produk itu sendiri bagi konsumen, misalnya—dan kemudian mencapai tarif terbaik.

Memang, dengan portofolio yang tidak terlalu kompleks, pendekatan penetapan tarif semacam ini akan lebih mudah.

Permasalahan akan muncul ketika portofolio produk membengkak. Ketika hal ini terjadi maka mungkin akan sulit untuk melakukan proses yang matang untuk menentukan tarif suatu produk karena sulitnya membandingkan antara utilitas, nilai, dan biaya yang harus dikeluarkan.

Tantangan bagi perusahaan asuransi dalam menetapkan tarif yang terbaik bukan hanya tantangan analisis suatu produk, namun lebih ke arah tantangan tata kelola data.

Perusahaan asuransi perlu beralih ke strategi bagaimana menafsirkan dan mengambil langkah-langkah strategis berdasarkan tata kelola data.

Hal ini akan memunculkan kesempatan untuk mengidentifikasi bagaimana faktor-faktor yang (mungkin) sering terlewatkan seperti, misalnya, tantangan ekonomi, preferensi konsumen, dan kebutuhan di setiap segmen konsumen.

Untuk mengatasi hal tersebut, maka mungkin pasca-pandemi COVID-19 adalah waktu yang tepat untuk perusahaan asuransi mulai beralih ke konsep Big Data atau Mahadata untuk menggali, memaksimalkan, dan bahkan menemukan ceruk kesempatan baru di industri asuransi.

Jika perusahaan-perusahaan asuransi benar-benar beralih ke konsep Mahadata, sebenarnya dengan mudah dapat meredam keputusann dan kebijakan trial and error mengenai penetapan tarif, hingga kepada mengarahkan konsumen untuk membeli produk paling tepat tanpa kebisingan mengenai kecurangan dan hal-hal negatif lainnya yang saat ini marak mendera industri asuransi.

Dengan Mahadata, maka perusahaan asuransi akan mampu melihat tarif terbaik berdasarkan pola dan hubungan antara fitur produk, kebutuhan konsumen, regulasi, dan juga pergerakan kompetitor.

Pengembangan kemampuan ini akan memungkinkan perusahaan asuransi mengambil keputusan mengenai tarif lebih efektif dan di tingkat yang lebih tinggi adalah perusahaan asuransi justru akan mampu menemukan peluang baru dari tarif yang tepat tersebut.

Dari sudut pandang konsumen, Mahadata juga memberikan perusahaan asuransi kesempatan mengumpulkan data tentang preferensi dan perilaku konsumen yang berujung menemukan tarif yang tepat.

Hal ini dimungkinkan karena Mahadata memberikan perusahaan asuransi keleluasaan untuk menciptakan pengalaman konsumen yang lebih baik sehingga konsumen akan bersedia membayar tarif yang “tepat” tersebut tanpa harus berpikir panjang.

Kemampuan menemukan preferensi ini akan mencegah perusahaan asuransi berlomba menurunkan tarif hanya dengan alasan agar konsumen berpaling ke produk lain.

Sebagai penutup, penggunaan konsep Mahadata untuk perusahaan asuransi adalah sebuah keniscayaan di kala semua aktivitas konsumen sehari-hari telah terekam dengan pintu masuknya adalah segala macam gawai kekinian yang harus diakui semakin hari perangkat gawai cerdas tersebut semakin murah.

Dengan beralih ke penggunaan Mahadata untuk menentukan tarif yang tepat, maka perusahaan asuransi akan mampu melakukan analisis berbasis data untuk membantu bisnis dalam mempelajari lebih lanjut tentang kebiasaan belanja konsumen dan menerapkan strategi penetapan tarif yang tepat untuk setiap produk dan yang paling penting adalah memberikan margin keuntungan yang lebih baik.

https://money.kompas.com/read/2023/01/15/100000426/melihat-perang-tarif-asuransi-dari-kacamata-mahadata

Terkini Lainnya

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke