KOMPASIANA---Setelah ramai di media sosial, kini permainan latto-latto makin banyak dimainkan oleh anak-anak hingga orang dewasa.
Bagi anak-anak yang baru memainkan pasti terus berusaha agar lihai, sedangkan orang dewasa cukup mengingatnya lagi: karena mungkin dulu ada yang bisa memainkan.
Akan tetapi, bagaimana nasib permaianan ini setelah makin banyak orang yang memainkan?
Belum lagi apakah permaianan ini aman dan ramah untuk anak-anak bila dimainkan tanpa pengawasan orangtua?
Berikut ini beberapa tanggapan dan opini Kompasianer terkait permaianan latto-latto.
1. Lato-lato di Hari Pertama Masuk Sekolah
Ada yang berbeda di pandangan Kompasianer Neni Hendriati pada hari pertama sekolah: dari kejauhan sudah terdengar bunyi tok-tek-tok-tek bersahut-sahutan.
"Suaranya riuh terdengar, beberapa kelompok terlihat asyik memainkan lato-lato dan ditonton oleh yang lainnya. Kukeluarkan HP, kufoto mereka." tulisnya.
Tidak hanya satu kelompok, tapi dari beberapa tempat di sudut sekolah juga ada yang memainkan.
Nanti, lanjutnya, anak-anak akan bertepuk tangan bila ada temannya yang bisa memainkan lebih lama dari teman lainnya. (Baca selengkapnya)
2. Mengenal Dampak Positif dan Negatif Permainan Lato-Lato
Kompasianer Nina Sulistiati beranggapan, cara bermain lato-lato ini tidak terlalu mudah.
"Cara memainkan lato-lato membutuhkan teknik dan konsentrasi yang tinggi agar kedua bola yang ada dalam permainan itu dapat berayun dan saling berbenturan secara bersamaan," tulisnya.
Akan tetapi, nilai positif yang bisa diambil melainkan lato-lato yakni mampu meningkatkan fokus seseorang.
Namun, ada satu hal yang jadi perhatian Kompasianer Nina Sulistiati setelah latto-latto makin ramai dimainkan: justru terjadi polusi suara di mana-mana. (Baca selengkapnya)
3. Bijak Menyikapi Ekspansi Latto-Latto di Sekolah
Sebagaimana Kompasianer Neni Hendriati, apa yang dilihat oleh Kompasianer Akbar Pitopang pun serupa: anak-anak sekolah di tempatnya mengajar pun banyak yang memainkan latto-latto.
Sebagai pengajar, Kompasianer Akbar Pitopang berpendapat kalau bermain latto-latto boleh dimainkan oleh siswa, tapi setelah proses belajar-mengajar di sekolah.
"Ketika siswa mendengar bunyi latto-latto ketika dimainkan di sekolah maka hal itu jelas sekali akan mempengaruhi konsentrasi siswa ketika sedang mengikuti pembelajaran di kelas," tulisnya.
Adapun yang paling diwanti-wanti adalah latto-latto bisa melukai siswa, seperti kepala bengkak, gigi atau rahang berdarah, dan seterusnya. (Baca selengkapnya)
4. Lato-Lato, Bukan Sekadar Mainan Viral
Fenomena lato-lato bukan sekadar mainan yang kembali viral.
Apalagi di era media sosial, menutut Kompasianer Grii Lumakto, viralitas trend memiliki ciri khas, Citayam Fashion Week, misalnya.
Namun, sepemantauan Kompasianer Giri Lumakto, ada 5 fenomena lain yang muncul dari demam lato-lato.
"Pertama, lato lato mengembalikan anak ke dunia nyata. Pas saat momen liburan anak akhir tahun kemarin, untung lato-lato viral," tulisnya.
Menurutnya, alih-alih anak terpaku di layar smartphone bermain gim online, Lato-lato justru mengembalikan esensi bermain yang melibatkan fisik, emosi, dan komunikasi antar anak-anak sepermainan. (Baca selengkapnya)
***
Untuk membaca beragam opini maupun reportase lainnya mengenain permainan latto-latto bisa dilihat lewat Topik Pilihan Kompasiana: Maianan Jadul.
https://money.kompas.com/read/2023/01/15/213013726/kurasi-kompasiana-setelah-latto-latto-kian-ramai-dimainkan