Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Di Tengah Pandemi, Kekayaan Konglomerat Dunia Naik Dua Kali Lipat

JAKARTA, KOMPAS.com - Para konglomerat di dunia diketahui menjadi semakin lebih kaya, jauh lebih cepat dari orang lain dalam dua tahun terakhir.

Laporan ketidaksetaraan tahunan Oxfam menyebutkan, sebanyak satu persen populasi yang jadi kelompok terkaya telah meraup kekayaan baru sebanyak hampir 2 kali lipat dari seluruh dunia selama dia tahun terakhir.

Akumulasi kekayaan konglomerat itu, dipercepat selama pandemi Covid-19.

Dilansir dari CNN, kekayaan 1 persen kelompok tersebut melonjak sebesar 26 triliun dollar AS. Sementara, 99 persen sisanya hanya mengalami pertumbuhan kekayaan sebesar 16 triliun dollar AS.

Laporan dari Oxfam itu mengacu pada data yang dikumpukan oleh Forbes, dan bertepatan dengan dimulainya pertemuan Forum Ekonomi Dunia tahunan di Davos, Swiss, sebuah pertemuan elit dari beberapa orang terkaya dan pemimpin dunia.

Di sisi lain, makin banyak orang di dunia yang justru sedang berjuang. Tercatat sekitar 1,7 miliar pekerja tinggal di negara yang tingkat inflasinya melebihi pertumbuhan upah kerja.

“Sementara orang biasa berkorban setiap hari untuk hal-hal penting seperti makanan, orang super kaya bahkan telah mengalahkan impian terliar mereka,” kata Direktur Eksekutif Oxfam International Gabriela Bucher, dikutip Senin (16/1/2023).

"Hanya dalam dua tahun, dekade ini akan menjadi yang terbaik bagi para miliarder," imbuh dia.

Laporan tersebut juga menemukan, meskipun kekayaan para konglomerat dunia sedikit menurun selama setahun terakhir, miliarder global masih jauh lebih kaya daripada saat awal pandemi.

Menurut Oxfam, kekayaan bersih mereka mencapai 11,9 triliun dollar AS. Meskipun turun hampir 2 triliun dollar AS dari akhir 2021, angka itu masih jauh di atas 8,6 triliun dollar AS yang dimiliki miliarder pada Maret 2020.

Direktur Keadilan Ekonomi Oxfam America Nabil Ahmed mengatakan, orang kaya diuntungkan oleh tiga tren.

Pertama, saat awal pandemi pemerintah global terutama negara kaya mengelontorkan triliunan dollar ke sektor ekonomi untuk mencegah keruntuhan. Hal ini secara tidak langsung mendorong tumbuhnya saham dan aset lain.

"Begitu banyak dari uang segar itu berakhir dengan orang-orang yang sangat kaya, yang mampu mengatasi lonjakan pasar saham ini, ledakan aset ini," kata Ahmed.

Kedua, kinerja beberapa perusahaan memang menunjukkan kinerja yang baik. Berdasarkan catatan mereka, sekitar 95 perusahaan makanan dan energi memperoleh keuntungan lebih dari dua kali lipat pada tahun 2022. Inflasi turut mendorong harga beberapa komoditas naik, dan hasil dari kenaikan tersebut dibayarkan kepada pemegang saham.

Selain itu, tren jangka panjang dari pencabutan hak-hak pekerja dan konsentrasi pasar yang lebih besar meningkatkan ketimpangan.

Sebaliknya, kemiskinan global meningkat pesat di awal pandemi. Meskipun beberapa kemajuan dalam pengentasan kemiskinan telah dibuat sejak saat itu, tetapi diperkirakan terhenti pada tahun 2022.

Sebagian dari keputusan ini dilakukan karena perang di Ukraina, yang memperburuk harga pangan dan energi yang tinggi. Oxfam menyebut, ini adalah pertama kalinya kekayaan ekstrem dan kemiskinan ekstrem meningkat bersamaan dalam 25 tahun terakhir.

Untuk mengatasi ketimpangan yang semakin meningkat ini, Oxfam menyerukan kepada pemerintah untuk menaikkan pajak bagi penduduk terkaya di negaranya.

Oxfam mengusulkan pajak kekayaan satu kali dan pajak rejeki untuk mengakhiri pencatutan dari krisis global, serta meningkatkan pajak secara permanen pada 1 persen penduduk terkaya menjadi setidaknya 60 persen pendapatan dari tenaga kerja dan modal.

Oxfam percaya, tarif di atas 1 persen harus cukup tinggi untuk secara signifikan mengurangi jumlah dan kekayaan mereka. Dana tersebut kemudian harus didistribusikan kembali.

https://money.kompas.com/read/2023/01/16/141500426/di-tengah-pandemi-kekayaan-konglomerat-dunia-naik-dua-kali-lipat

Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke