Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perokok di Indonesia Tembus 65 Juta, Pemerintah RI Perlu Belajar dari Jepang, Inggris dan Swedia

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO), Dimas Syailendra menjelaskan angka perokok di Indonesia sudah menembus lebih dari 65 juta orang. Tingginya angka perokok tersebut dapat berdampak terhadap kualitas kesehatan masyarakat.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah memerlukan pendekatan yang berbeda dengan memanfaatkan penggunaan produk tembakau alternatif. Pemanfaatan produk tembakau alternatif ini sudah diterapkan oleh Inggris, Jepang, dan Swedia. Berkat ragam produk tersebut, angka perokok di ketiga negara tersebut mengalami penurunan.

"Keberhasilan Inggris, Jepang, dan Swedia dalam mengurangi prevalensi merokok dapat menjadi acuan bagi Pemerintah Indonesia untuk menerapkan strategi serupa sebagai pelengkap dari berbagai program yang telah dijalankan selama ini. Kehadiran produk tembakau alternatif dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (23/1/2023).

Berkat pemanfaatan produk tembakau alternatif, jumlah perokok di Inggris pada 2021 mencapai sebesar 13,3 persen atau setara 6,6 juta jiwa. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2020 yang mencapai 14 pereen.

Sementara di Jepang, prevalensi merokok pada 2020 mencapai sekitar 20,10 persen, mengalami penurunan 0,40 persen dari 2019. Selain itu, pada 2022, prevalensi merokok di Swedia menurun menjadi sekitar 5,6.persen dari total populasi.

Hal ini membuat Swedia menjadi negara dengan tingkat prevalensi merokok paling rendah di Uni Eropa, bahkan salah satu yang terendah di dunia.

Sebagai langkah awal dalam pemanfaatan produk tembakau alternatif, pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait, seperti kementerian/lembaga, perguruan tinggi, akademisi, pelaku usaha, dan komunitas perlu memberikan edukasi bagi masyarakat.

Khususnya perokok dewasa, mengenai informasi yang akurat tentang produk tersebut. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perbedaan dan profil risiko produk tembakau alternatif dengan rokok.

Berdasarkan hasil sejumlah kajian ilmiah di dalam dan luar negeri, produk tembakau alternatif memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok karena tidak melalui proses pembakaran. Karena tidak melalui proses pembakaran, produk tembakau alternatif tidak menghasilkan asap yang mengandung TAR yang dapat memicu berbagai penyakit berbahaya bagi penggunanya.

"Masih banyak misinformasi yang beredar di masyarakat yang menyebutkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko yang lebih tinggi daripada rokok. Hal ini salah. Faktanya, karena tidak melalui proses pembakaran, produk tembakau alternatif tidak menghasilkan asap dan memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok," kata Dimas.

https://money.kompas.com/read/2023/01/23/191000826/perokok-di-indonesia-tembus-65-juta-pemerintah-ri-perlu-belajar-dari-jepang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke