KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Salin Artikel

Berpikir Strategis

SALAH satu kompetensi yang biasanya selalu ada dalam evaluasi penilaian para eksekutif perusahaan adalah kemampuan berpikir strategis. Banyak orang menganggap bahwa mereka yang mampu menduduki posisi tinggi serta berpengalaman cukup lama dengan keterampilan dan pengetahuan di lapangan seyogianya memiliki kemampuan berpikir strategis yang memadai.

Namun, dalam kenyataannya, banyak individu begitu sibuk berkutat dalam operasional sehari-hari sehingga lupa untuk mengambil jarak dari pekerjaan hariannya. Bahkan, mereka tidak sempat memikirkan langkah-langkah strategis yang mampu membawa organisasinya untuk tidak sekadar maju, tetapi juga melompat lebih tinggi sehingga bisa mengungguli lawan-lawannya dengan lebih cepat.

Dalam beberapa penelitian yang dilakukan Zenger Folkman, ditemukan bahwa keterampilan berpikir strategis adalah kompetensi yang paling kuat dalam membedakan antara kelompok eksekutif yang high potential dan kelompok need development.

Penelitian tersebut menemukan bahwa dalam sebuah organisasi yang melakukan pengurangan tenaga kerja, para eksekutif yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) ternyata memiliki skor persentil 22 poin lebih rendah dalam hal kompetensi berpikir strategis jika dibandingkan para eksekutif lain yang dipertahankan. Adapun kompetensi ini diukur melalui evaluasi 360.

Para eksekutif yang terkena PHK itu dinilai hanya mampu melakukan peran-peran mikro dan kesulitan mengarahkan organisasinya untuk menjalankan langkah-langkah yang lebih strategis.

Penelitian tersebut juga menemukan bahwa terdapat keterampilan-keterampilan lain yang perlu dibangun untuk meningkatkan kompetensi berpikir strategis pada individu.

Salah satu keterampilan penting untuk mendukung peningkatan kemampuan berpikir strategis seseorang adalah keterampilan berkomunikasi.

Keterampilan tersebut menentukan bagaimana individu mampu untuk mendengarkan, mengumpulkan, dan menyebarkan informasi yang akan mendukung kemampuan berpikir strategis.

Untuk diketahui, kemampuan berbicara, mendengarkan, dan memahami kebutuhan, baik dari rekan kerja, atasan, bawahan, maupun pelanggan, akan sangat membantu individu dalam menemukan informasi-informasi berharga. Berbagai informasi ini dapat digunakan untuk memikirkan langkah strategis yang mungkin tidak terpikirkan oleh kompetitor.

Sudah menjadi tugas eksekutif perusahaan untuk melihat gambaran besar, pola-pola yang terjadi, dan membuat inovasi yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, bahkan sebelum mereka menyadarinya. Ia juga harus bisa membuat seluruh insan dalam organisasi mampu melihat gambaran organisasi sebagaimana yang ada dalam benaknya agar dapat bersama-sama bekerja mewujudkannya.

The Harvard Business Review menggambarkan kemampuan berpikir strategis sebagai strategic people create connections between ideas, plans, and people that others fail to see.

Para pemikir strategis memiliki gambaran menyeluruh terhadap organisasi dan ekosistemnya, termasuk hubungannya dengan para pemangku kepentingan. Mereka pun punya kebiasaan untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi dan mengidentifikasi kesempatan yang muncul.

Pemikir strategis juga biasanya tak bisa diam. Ia akan terganggu kalau perusahaan atau organisasi tidak bergerak ke arah lebih baik.

Jadi, apakah kita bisa menjadi pemikir strategis?

Menjadi lebih strategis

Pertama, kita sering merasa bahwa orang yang kuat melakukan eksekusi adalah eksekutif yang piawai. Namun, banyak hal membuktikan bahwa eksekutif yang terlalu sibuk melompat dari satu rapat ke rapat lain serta berkutat pada operasional sehari-hari justru kesulitan untuk berpikir lebih strategis. Pasalnya, fokus mereka lebih banyak pada apa yang ada di depan mata saja.

Untuk itu, kita sebenarnya perlu belajar mendelegasikan tugas dengan benar sehingga bisa mengambil jarak sejenak dan memikirkan masa depan dengan jernih.

Bill Gates sering mengambil cuti seminggu penuh tanpa berhubungan dengan pekerjaannya untuk menjernihkan pikirannya dari hal-hal operasional. Kalau Bill Gates saja menganggap hal ini penting, apalagi kita.

Kedua, kita perlu belajar membuat prioritas yang benar. “Genting” adalah musuh dari “penting”. Kalau kita terbiasa melakukan firefighting, itu berarti selama ini kita tidak bisa melihat pola-pola kesalahan. Kita pun tidak bisa berpikir inovatif untuk mencari celah perbaikan yang dapat menjadi solusi menyeluruh, baik untuk saat ini maupun masa mendatang.

Ketiga, pemikir strategis perlu menyadari bahwa ia tidak bisa mendapatkan solusi sendirian. Ia perlu berlatih untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik pemikiran pihak lain. Diversity of thought adalah kuncinya.

Kita dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan, seperti “Kemungkinan-kemungkinan apa yang Anda lihat? Berdasarkan pengalaman Anda, apa saran untuk langkah selanjutnya?”

Berdiskusi dengan orang lain mengenai situasi, ide-ide, dan perspektif yang berbeda akan membuat imajinasi kita meluas dan wawasan melebar. Oleh karena itu, seorang pemikir strategis yang bijaksana perlu keluar dari meja dan ruangannya, melihat keluar, dan bertemu dengan banyak orang untuk merasakan kemajuan yang sudah terjadi di luar sana. Bila ingin berpikir strategis, kita harus keluar dari zona nyaman.

Keempat, seorang pemikir strategis adalah mereka yang mampu mencapai kinerja tinggi tanpa harus mengorbankan diri dan tim sampai menderita. Ia perlu mengambil risiko, tetapi juga pandai menghitung kekuatan timnya. Ia dapat mencari jalan keluar yang “win-win” bagi semua pihak.

Kelima, seorang pemikir strategis harus bisa belajar menginterpretasikan pola dan mengidentifikasikan hubungan antara berbagai hal-hal.

“Connecting the dots,” kata Steve Jobs.

Setiap kali ada gejala baru, Jobs akan mempertanyakan, “What do I see?” Apakah ada suatu kesamaan ataupun hubungan?

Para pemikir strategis juga harus menyadari kemungkinan adanya bias dan asumsi. Oleh karena itu, mereka perlu berlatih untuk tetap obyektif.

Dari kelima langkah tersebut, tidak ada satu langkah yang lebih penting dari yang lain. Semua langkah harus dilakukan bersamaan demi penerapan pendekatan strategis. Ingatlah bahwa kebiasaan akan membawa pada kepiawaian. Jadi, buatlah berpikir strategis sebagai kebiasaan Anda.

“Kunci keberhasilan adalah rasa syukur dan totalitas dalam bekerja dan kebersamaan, saling peduli.” – Jakob Oetama.

https://money.kompas.com/read/2023/02/04/080000326/berpikir-strategis

Bagikan artikel ini melalui
Oke