Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perilaku Rela Menanggung Rugi Kunci Sukses Melewati Badai Krisis

WALAU pandemi belum dinyatakan resmi berakhir, kehidupan telah kembali normal seperti sedia kala. Roda bisnis kembali berputar.

Yang belum sepenuhnya pulih menggapai asa untuk bangkit. Yang sempat berhenti atau tutup mencoba memulai lagi dengan semangat baru.

Di balik bisnis yang bertahan mengarungi badai krisis, terungkap sejumlah fakta yang mungkin bisa mengurai pertanyaan mengenai perilaku selama dua tahun terakhir.

Sebutlah Budi, bukan nama sebenarnya, yang tetap berdagang makanan di pasar dalam dua tahun pandemi meski keuntungan merosot dibandingkan kondisi normal.

Baginya tidak ada pilihan lain yang lebih baik untuk menyambung hidup selain berdagang.

Dalam kondisi sulit dia telah menghitung risiko yang siap ditanggung, yaitu kerugian jika barang dagangannya tidak laku. Bahkan hingga jumlah detail kerugian yang masih sanggup ia tanggung.

Jika dirasa telah jauh melampaui kemampuan menanggung rugi, Budi mungkin sudah “melempar handuk”.

“Tapi pilihan lain apa?” tanyanya pada diri sendiri sambil menggelengkan kepala.

Maka setiap hari Budi berjuang keras agar kerugian itu tidak terjadi atau seminimal mungkin. Atau jika tak terhindarkan lagi, Budi telah siap cara moril dan materil.

Sekarang dengan kondisi pandemi yang telah berangsur membaik dan pemulihan ekonomi yang terjadi, usaha Budi dan juga usaha-usaha kecil menengah lainnya, terus berjalan. “Hantu” kerugian tidak lagi menjadi momok menakutkan.

Selalu ada risiko yang harus dihadapi, tetapi dengan tingkat ketidakpastian yang lebih rendah.

Perilaku rela menanggung rugi

Perilaku Budi atau pemilik usaha lain yang siap atau rela menanggung kerugian dikenal sebagai affordable loss.

Perilaku ini didefinisikan sebagai apa yang mampu oleh pengusaha dan apa yang bersedia mereka hilangkan (loss) dalam investasi kewirausahaan (Dew dkk, 2009).

Pengusaha yang menerapkan pendekatan affordable loss memperhatikan kerugian dari investasi daripada memprediksi keuntungan finansial di masa depan.

Hal ini bukan tanpa alasan. Situasi penuh ketidakpastian memaksa pengusaha memperhatikan hal ini terlebih dahulu.

Investasi dalam batas kemampuan seseorang adalah pilihan yang lebih disukai bagi pengusaha karena informasi tentang kerugian investasi lebih mudah diakses dan berada dalam kendali pengusaha (Dew dkk, 2009).

Sebaliknya informasi tentang keuntungan dari investasi kewirausahaan bersifat tidak pasti, tidak dapat diandalkan dan di luar kendali pengusaha.

Maka perilaku affordable loss sejalan dengan logika bahwa pengusaha yang efektif berusaha untuk memengaruhi atau menciptakan masa depan daripada memprediksinya (Sarasvathy dan Dew, 2003).

Memang penerapan affordable loss adalah bagian dari kognisi pengusaha yang telah ahli dan berpengalaman daripada pengusaha pemula. Dengan akumulasi pengalaman dan pengetahuan, mereka berpikir secara berbeda.

Pengusaha pemula biasanya belum memiliki konsistensi logis ke dalam tindakan mereka daripada pengusaha yang berpengalaman.

Efek penerapan

Penerapan affordable loss terkait positif dengan kecepatan perusahaan baru ketika mengembangkan tingkat inovasi yang lebih tinggi (Garonne dan Davisson, 2010).

Selanjutnya, Fisher mengemukakan kendala sumber daya sebagai sumber perilaku affordable loss.

Sejumlah penelitian empiris menunjukkan tidak ada hubungan antara affordable loss dan kinerja usaha baru yang lebih tinggi.

Mendukung hal tersebut Read dkk (2009) dan Smolka dkk (2016) juga menemukan, bahwa perilaku affordable loss berhubungan negatif dengan kinerja usaha.

Penjelasannya adalah bahwa komitmen sumber daya diperlukan untuk kinerja usaha (George 2005; Wiklund dan Shepherd 2003).

Jadi, berfokus pada meminimalkan potensi kerugian berdampak buruk bagi kinerja.

Roach dkk. (2016) menemukan hubungan yang kontradiktif antara affordable loss dan kinerja perusahaan, meskipun tidak memprediksi inovasi produk atau jasa.

Singkat kata, walau perilaku affordable loss tidak selalu didukung karena dianggap tidak berdampak positif terhadap kinerja usaha dalam situasi yang dianggap stabil, namun situasi dua tahun pandemi yang sarat ketidakpastian, memperlihatkan perilaku tersebut yang justru menopang pengusaha untuk bertahan.

Dibutuhkan daya juang yang tinggi dan perilaku rela berkorban agar usaha dapat bertahan hingga kini.

Dua tahun krisis karena pandemi telah memberikan pengalaman “mahal” tentang perlunya perilaku rela menanggung kerugian sampai batas tertentu. Kepahitan yang perlahan berbuah manis.

*Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara, Jakarta.

https://money.kompas.com/read/2023/02/15/112217926/perilaku-rela-menanggung-rugi-kunci-sukses-melewati-badai-krisis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke