BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Unilever
Salin Artikel

Wujudkan Mimpi Jadi Sociopreneur, Yuk Simak 5 Insight Menarik dari Mentor di Every Does Good Heroes Summit 2023

KOMPAS.com – Tren profesi sociopreneur atau pebisnis sosial di Indonesia perlahan tapi pasti mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari laporan yang dikeluarkan Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-ESCAP) bersama British Council pada Desember 2018.

Meski riset yang dilakukan sudah lama, setidaknya bisa menjadi gambaran kondisi sociopreneurs di Indonesia. Berdasarkan laporan tersebut, kegiatan sociopreneur mengalami peningkatan hingga 70 persen dalam kurun periode 2013-2018.

Laporan itu juga mencatat, 67 persen dari 1.388 unit usaha sosial dipimpin oleh generasi milenial dan Z. Sektor yang menjadi favorit bagi sociopreneurs meliputi industri kreatif 22 persen, pertanian dan perikanan 16 persen, pendidikan 15 persen, serta layanan 13 persen.

Adapun, masih dari laporan yang sama, sumbangan usaha sosial terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 1,91 persen atau setara Rp 19,4 miliar. Meski belum besar, sektor usaha sosial masih bisa digarap dan memberi dampak pada perekonomian masyarakat.

Potensi tersebut mendasari PT Unilever Indonesia Tbk untuk menciptakan sociopreneurs baru di Indonesia melalui program Every U Does Good Heroes yang telah diselenggarakan sejak 2021.

Head of Communication Unilever Indonesia Kristy Nelwan menjelaskan bahwa sebagai perusahaan yang purpose-led dan future-fit, Unilever berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menciptakan Indonesia yang lebih hijau, sehat, sejahtera, adil, dan inklusif, melalui generasi muda sebagai penentu bangsa.

“Melalui program Every U Does Heroes, kami mendukung semangat milenial dan generasi Z untuk membuat perubahan dengan menyediakan ekosistem yang membantu memperkuat dan merealisasikan ide, serta membuka peluang kolaborasi,” ujar Kristy dalam siaran pers yang diterima Kompas, Senin (13/2/2023).

Tahun ini, program Every U Does Good Heroes Summit telah diselenggarakan secara hibrida pada Sabtu (28/1/2023) dan Minggu (29/1/2023). Sebanyak 100 finalis yang terdiri dari 54 laki-laki dan 46 perempuan dari berbagai wilayah dan latar belakang terpilih mengikuti pembekalan.

Kristy menambahkan, Unilever Indonesia kagum dengan tekad dan semangat yang ditunjukkan oleh peserta dalam memperjuangkan isu-isu lingkungan dan sosial.

“Melihat hal ini, kami percaya prinsip heroes grow heroes yang ingin kami ke depankan melalui kegiatan ini dapat terwujud,” tuturnya.

Kamu juga bisa menjadi sociopreneur berikutnya seperti 100 peserta terpilih. Untuk memotivasi mewujudkan mimpi sebagai sociopreneur, Kompas.com rangkumkan lima insight menarik yang dibagikan mentor pada Every U Does Good Heroes Summit.

1. Bekal mindset dan resilience

Untuk menjadi seorang sociopreneur, kamu perlu memiliki bekal mindset dan resilience. Dua bekal ini dikedepankan oleh Nicky Clara dalam sesi Mindset and Resilience.

Nicky sendiri merupakan perempuan penyandang disabilitas. Meski begitu, keterbatasan tidak menghalanginya dalam menjadi sociepreneur. Berbekal mindset dan resilience, ia bisa membangun 9 usaha sosial, yakni Tenun, Renjana, Berdaya Bareng, Setara Bareng, Kamu Wear, Sama Consulting, Alunjiva, Sando Seraya by Sunyi, dan Astama Journey.

Menurut Nicky, mindset dan resilience penting dimiliki oleh sociopreneur. Mindset merupakan keyakinan untuk melakukan sesuatu yang dipercaya dan diimplementasikan dalam setiap kegiatan. Sementara, resilience merupakan daya lenting atau ketangguhan seseorang dalam menjalankan kegiatan tersebut.

Untuk memastikan mindset dan resilience yang kuat, ia menggunakan diagram ikigai. Pertama, tetapkan alasan memulai menjadi sociopreneur. Jika ada permasalahan apa pun, selalu ingat kembali alasan tersebut.

Kedua, tanya kepada diri sendiri, apakah menjadi sociopreneur adalah passion? Seberapa siap untuk merasakan sakit dalam menjalankannya? Apa misi yang dimiliki serta apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh dunia?

“Ketiga, faktor internal yang tak kalah penting adalah meyakinkan diri, sejauh apa kita bisa membuat upaya menjadi bridge of hope (jembatan harapan) bagi target yang dituju?” tuturnya.

Nicky pun mengingatkan, ketika terjun menjadi sociopreneur, pastikan bahwa usaha sosial yang dijalankan bisa membiayai kehidupan dan sustain. Pasalnya, usaha sosial bukan merupakan kegiatan filantropis.

2. Buat sustainable value framework

Sociopreneurs perlu membuat sustainable value framework pada bisnis atau organisasi yang dijalani agar bisa berdampak terhadap lingkungan dan sosial.

Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari Gita Syahrani dalam sesi Sustaining an Impactful Business menjelaskan untuk membuat sustainable value framework, calon pengusaha sosial wajib memahami skema bisnis lestari.

Adapun, jelas Gita, bisnis lestari memiliki perbedaan ketimbang bisnis biasa. Bisnis lestari menitikberatkan pada keberlanjutan lingkungan dan sosial. Dengan kata lain, bisnis jenis ini tidak hanya dijalankan untuk meraup keuntungan, tetapi juga memberi dampak kepada lingkungan dan sosial.

Untuk membuat sustainable value framework, Gita memberikan contoh dengan pengaplikasian empat kuadran bisnis lestari.

Ada empat aspek yang dibagi dengan dua garis. Garis horizontal membagi aspek internal dan eksternal bisnis lestari. Sementara, garis vertikal membagi fase yang dijalani bisnis lestari, yakni saat ini dan masa depan.

Kuadran pertama adalah aspek internal pada saat ini. Bisnis yang lestari turut memperhatikan keterlibatan tenaga kerja. Ini berarti, dalam menjalankan bisnis, pelaku usaha harus ikut menyejahterakan karyawan sehingga mereka tetap loyal.

Kuadran kedua adalah aspek eksternal pada saat ini. Reputasi baik pada bisnis lestari ditentukan oleh rantai nilai dari masyarakat. Sebagai contoh, bisnis lestari yang mendukung pemberdayaan masyarakat setempat bisa mendapatkan reputasi baik dari konsumen.

Kuadran ketiga adalah aspek internal di masa mendatang. Pada kuadran ini, bisnis lestari yang dibangun oleh pengusaha sosial diharapkan bisa membuat inovasi dan model bisnis baru yang tetap mengedepankan nilai keberlanjutan.

“Di situ, artinya, pekerja akan semakin pintar dan dari sisi inovasi semakin banyak ide yang didapatkan,” tuturnya.

Kuadran keempat adalah aspek eksternal untuk masa mendatang. Di kuadran ini, bisnis lestari harus dapat mengidentifikasi pasar, jasa, dan konsumen baru dari kacamata kelestarian. Contohnya, tren ekspor di masa depan.

3. Buat strategi kolaborasi

Hal lain yang dibutuhkan sociopreneurs adalah membangun kolaborasi. Pada sesi Collaboration Strategi, Co-founder Indonesia Tempe Movement Driando Ahnan Winarno mengatakan, kolaborasi dengan pihak lain dapat mendorong penyegaran dalam bisnis maupun organisasi.

Dengan berkolaborasi, pengusaha sosial bisa mendapatkan ide dan gagasan berbeda dari berbagai kolaborator yang kembali menghidupkan semangat bisnis.

Pria yang akrab disapa Ando itu menjelaskan, dalam suatu bisnis, kolaborasi diibaratkan sebagai deretan domino yang bersusun sehingga memberi efek lebih kuat ketimbang satu keping domino.

Sebelum mulai berkolaborasi, Ando menyarankan kepada pengusaha sosial untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki calon pihak yang hendak diajak kerja sama.

“Kolaborasi juga seperti permainan tukar kartu sehingga kita perlu memahami apa yang dipunya dan tidak punya, serta yang orang lain punya dan tidak punya,” tuturnya.

Adapun hal-hal yang bisa ditukar atau dikerjasamakan adalah ide, konten, eksekusi, jaringan, pendanaan, dan pandangan.

Ando pun menjelaskan tiga strategi dalam berkolaborasi. Pertama, sociopreneur dan pihak yang diajak bekerja sama harus saling terbuka.

“Orang itu lebih cerdas daripada yang kita kira karena semua orang punya good feeling. Jadi, dari awal lebih baik terbuka,” ujarnya.

Kedua, berkolaborasi dengan santai. Terkadang, kolaborasi yang baik dibangun dengan cara santai atau nonformal, seperti dengan teman dekat. Ketiga, kolaborasi formal. Ini merupakan kolaborasi yang bersifat lebih serius.

“Satu nasihat penting yang saya dapat dari ibu saya. Saat kita punya cita-cita membantu orang banyak, pintu-pintu akan terbuka. Sekarang, saya baru sadar bahwa itu adalah pintu-pintu kolaborasi,” ujarnya.

4. Buat gerakan berdampak dengan pendekatan bisnis

Agar bisnis sosial berhasil, sociopreneur perlu membuat gerakan berdampak. Founder Waste4Change dan Greenation Indonesia Mohamad Bijaksana Junerosano pada sesi How to Create an Impactful Movement with a Business Mindset menjelaskan, prinsip WISDOM dapat diaplikasikan dalam membangun gerakan tersebut.

WISDOM sendiri merupakan singkatan dari Watak, Impian, Strategi, Didik, Otak dan Otot, serta Manajemen.

“Sebagai garis start, ayo pahami watak terlebih dahulu. Kenali diri kita, baik kelebihan maupun kekurangan,” tuturnya.

Setelah mengenali diri, lanjutnya, tanamkan energi dengan impian yang dimiliki. Lalu, buat strategi berupa rencana untuk merealisasikan impian.

Dalam menjalani hal tersebut, Junerosano meminta pebisnis sosial untuk tidak malu dan terus belajar serta menggunakan otak dan otot untuk bekerja keras dan cerdas.

Terakhir, ia juga meminta pebisnis sosial untuk menerapkan manajemen yang baik, mulai dari waktu, keuangan, dan hati.

“Untuk memastikan gerakan (yang) kita (lakukan) berhasil dengan baik, gunakan konsep gunung es sehingga dapat tergali permasalahan yang sebenarnya terjadi, serta (menemukan) solusi yang bisa dilakukan,” jelasnya.

5. Buat bisnis sosial yang tepat bagi masyarakat dan pendonor

Hal yang juga tak kalah penting dalam bisnis sosial adalah mencari donor sebagai pendanaan. Tanpa pendanaan dari donor, bisnis sosial akan tumbuh lambat. Bahkan, bisa saja tidak berkembang sebagaimana mestinya.

Staf Khusus Kepresidenan Republik Indonesia serta co-founder Toleransi.id Ayu Kartika Dewi pada sesi Funding Options: Product, Service, and Grants menjelaskan, untuk menarik pendonor, pengusaha sosial perlu membuat program yang menarik serta berdampak bagi lingkungan dan sosial.

Ia pun membagikan dua tools yang dapat digunakan untuk membuat program, yakni PACE-I dan COP GOOA.

PACE-I merupakan singkatan dari process owner atau pihak yang mengelola, approver atau pengambil keputusan tertinggi, contributor atau pihak yang memberikan pemikiran, executor atau pelaksana, dan informed atau pihak cukup tahu berbagai informasi saja.

Ayu menjelaskan, program dibuat oleh process owner berdasarkan persetujuan dari approver yang merupakan pemimpin. Setelah itu, process owner akan meminta saran kepada contributor untuk melengkapi program yang dibuat.

Kemudian, process owner akan memproses saran tersebut dan diajukan kembali kepada pihak approver. Setelah disetujui, program akan dijalankan oleh executor.

Adapun selama pembuatan program berlangsung, process owner akan menginformasikan kepada pihak informed. Nah, pihak informed ini termasuk pendonor.

Jika informasi yang diberikan menarik minat pendonor, program tersebut bisa mendapatkan grant.

Tools kedua adalah COP GOOA yang merupakan singkatan dari context, objective, principles, goal, outcomes, output, dan activities. Context berarti bahwa program yang akan dibuat menjawab keresahan atau masalah.

Objective berarti tujuan program dibuat. Principles adalah hal-hal yang mesti disepakati dalam menjalankan program.

Goal adalah hasil akhir dari program. Outcomes merupakan dampak yang diharapkan dari program. Outputs adalah hasil langsung dari program. Activities merupakan kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan program.

“Jika sudah menerapkan tools ini, perdebatan di antara tim akan berkurang,” tuturnya.

Terlepas dari dua tools tersebut, Ayu pun menekankan bahwa dalam menjalankan program kegiatan, dibutuhkan titik tengah dari tiga pihak, yakni pemberi dana, penerima manfaat, serta organisasi.

“Dari awal, kita harus memikirkan kebutuhan dari donor sebagai pemberi dana dan target beneficiaries sebagai penerima manfaat. Namun, pastikan tetap sejalan dengan misi dan visi organisasi kita,” tutur Ayu.

Dengan demikian, program yang dijalankan dapat bermanfaat bagi setiap pihak, serta tetap sesuai prinsip dan tujuan yang ditetapkan.

Menurutnya, trial and error adalah hal wajar yang pasti ditemukan. Oleh karena itu, butuh kerendahan hati untuk mengulangi prosesnya dari awal dan mengecek tujuan pembuatan program.

“Jangan capek dan patah hati ketika ternyata kita harus mengulang prosesnya,” ujarnya.

Itulah lima insight menarik dari mentor pada Every U Does Good Heroes Summit. Kamu bisa menerapkan lima insight tersebut dalam membuat bisnis sosial di lingkungan sekitarmu.

https://money.kompas.com/read/2023/02/22/174500126/wujudkan-mimpi-jadi-sociopreneur-yuk-simak-5-insight-menarik-dari-mentor-di

Bagikan artikel ini melalui
Oke